Antoni Silo [Kiri]-[Ayu] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Antoni Silo yang kini sudah dikenal sebagai seorang pengacara yang terlahir dan dibesarkan di tengah – tengah keluarga miskin, kedua orang tuanya hanyalah buruh perkebunan. Semasa kecil dia seringkali melihat ketidakadilan di lingkungan perkebunan. Tatkala itu pula, dirinya menonton sebuah tayangan televisi, melihat adanya sebuah gambaran profesi yang menginspirasi dalam dirinya yaitu gambaran seorang hakim dilihat olehnya. Sejak itu dia berharap akan bisa menjadi hakim. Saat itu dia masihlah seorang anak yang polos, yang terpikirkan bahwa seorang hakim bisa menegakkan keadilan. Tontonan peran hakim dia lihat penuh ketegasan dan objektif dalam pemberian keadilan bagi siapa saja yang tertindas.
Diceritakan oleh pengacara kelahiran tahun 1970 kepada salah satu jurnalis Radar Indonesia News, Ayu Yulia Yang di salah satu restoran di daerah Jatinegara, Jakarta Timur. Perjalanan hidupnya lalu berlanjut dan gagal menjadi seorang hakim. Namun, dirinya belum bisa jauh dari panggilan hati untuk menjadi pembela dan penegak keadilan untuk kaum lemah yang tertindas. Antoni Silo kemudian memilih untuk mencoba profesi sebagai seorang pengacara. Dirinya selalu berusaha menunjukkan sikap kepada semua orang agak berbeda dari kebanyakan orang seprofesinya sebagai pengacara. Sikap idealisnya seringkali diperlihatkan dalam tindakannya.
Kegigihannya tidak serta merta dirinya langsung mendapatkan buah manis. Titik terendah dalam hidupnya pun pernah dialami. Awalnya, dia pergi jauh dari kampung halaman merantau ke Jakarta. Setibanya di Jakarta, Antoni sempat tinggal di rumah keluarga, pamannya. Karena ada rumah keluarga, mau tak mau dia harus tinggal di rumah keluarga. Antoni sebenarnya sudah memulai aktivitas kepengacaraan pada tahun 1997 di Medan. Kemudian dirinya baru resmi dilantik tahun 2002 di Jakarta. Dirinya memberanikan diri untuk mengikuti ujian dengan teman – teman seangkatannya. Karena dia mendengar saat itu adalah ujian khusus diuji oleh Komite Kerja Advokat Indonesia. Kemudian itulah menjadi cikal bakal Peradi. Ujiannya secara nasional dan bekerja sama dengan Mahkamah Agung. Antoni mengikuti ujian tanpa adanya relasi. Tetapi dirinya merasa yakin karena ujian ketika itu bersifat murni mengandalkan kemampuan, dirinya pun semangat dalam mengikutinya dan terbukti lulus.
Dibalik semangat Antoni, sempat ada rasa kurang percaya diri ketika dirinya sudah dilantik, kebingungan entah bagimana memulai aktivitas seorang pengacara karena minimnya akses dan fasilitas. Terlebih juga belum banyak orang yang mengetahui secara gamblang backgroundnya sebagai pengacara. Dia beruntung dan bisa belajar banyak hal saat terjun menjadi aktivis gerakan pengorganisasian buruh di Jabodetabek waktu itu. Kalau sekarang untuk menjadi pengacara, harus dilakukan tahap magang dan sudah banyak kantor advokat sebagai tempat magang. Dahulu, dia langsung nyemplung menangani masalah, dirinya terjun langsung untuk menyelesaikan persengkataan berkaitan dengan hukum baik perdata maupun pidana. Tidak ada yang mengajarinya, dia diharuskan belajar mandiri secara otodidak dan manual. Belum adanya pula kecanggihan teknologi googling seperti sekarang.
Antoni kebanyakan berkubang pada persoalan orang miskin. Dia berprinsip bahwa sejatinya profesi pengacara bukanlah seperti yang digambarkan banyak orang yaitu bergelimang uang dan suka pada hal – hal berbau glamour. Bagi Antoni profesinya bukanlah alat untuk mengejar kekayaan. Dirinya merasa adanya kepuasan tersendiri ketika dia berhasil menyelesaikan kasus – kasus yang menimpa orang miskin dan lemah tertindas. Dedikasi profesinya bukan semata mencari uang bahkan itu menjadi tujuan yang kesekian. Bagi Antoni yang terutama adalah proses pencairan kebenaran dan keadilan dalam bantuan hukum yang dia berikan kepada kliennya.
Pada tahun 2003 Antoni Silo menikah dengan gadis Jawa, Khara Astiani Sutjipto dan kini telah memiliki seorang putri cantik bernama Judica Theoniti Freira. Dia harus bisa membagi kesibukan profesi dengan quality time bersama keluarga. Kehidupan bersama keluarga hanyalah sederhana saja dan tidak berlebihan. Namun, banyak orang memandang dirinya dianggap sama bahwa jadi pengacara itu sepertinya enak, sukses dan sangat berkecukupan seperti teman seprofesinya yang lain. Padahal, dirinya selalu menyiasati dalam hal keuangan. Antoni menceritakan bahwasanya belum tentu bisa mendapatkan banyak perkara atau banyak uang dalam setahun. Seperti orang lain bisa merasakan makan gaji, lain halnya pada dirinya yang mana belum tentu dia mendapatkan penghasilan tiap bulan. Inilah konsekuensi pilihan profesi yang memihak kepada kaum lemah tertindas.
Dia tidak pernah menilai segala sesuatu pada uang. Uang bukanlah menjadi tujuan hidupnya. Uang tidak bisa dijadikan ukuran terhadap sukses atau tidaknya seorang pengacara. Memang dia sering mengalami tidak punya uang. Ditanamkan dalam hatinya untuk tidak membuatnya sebagai masalah agar tetap bisa menjaga idealisme. Dirinya memang sudah terbiasa juga dari dulu dalam mengatur penghematan pengeluaran untuk keuangan. Karena berasal dari keluarga miskin, kedua orang tuanya membiasakan memberikan uang dengan jumlah yang terbatas semasa kuliah. Dia dulu sering disebut sebagai anak nakal. Lama tamat bersekolah karena banyak aktivitas diluar kampus dan aktif berorganisasi. Akan tetapi, ada sisi positif dibalik penilaian kenakalannya. Pada zaman orde baru, dirinya pernah merasakan menjadi ketua cabang organisasi masyarakat atau ormas. Itu sebenarnya siasat dia untuk menambah relasi dan bertujuan untuk menambah pemasukan. Dirinya pernah mendapatkan penghasilan berlipat dari situ. Salah satu manfaat penghasilannya ketika itu pernah menerima hasil mengawasi tempat parkir.
Tahun 1998, Antoni memilih hijrah ke Jakarta. Namun, dirinya tidak tertarik untuk masuk dalam politik praktis yang mana pada saat itu teman – teman seangkatannya banyak yang terjun disana. Bahkan banyak yang sudah menjadi anggota legislatif. Bagi Antoni, politik adalah soal visi hidup bermasyarakat bukan persoalan jabatan dan kekuasaan. Dirinya pun memiliki cerita lucu. Pamannya merupakan Pegawai Negeri Sipil atau PNS dan pejabat di salah satu lembaga tinggi negara. Ketika itu, pamannya sangat ingin dan mendorong dia untuk menjadi PNS. Suatu saat Antoni disuruh ikut test CPNS. Mau menolak, Antoni sungkan maka dia berpura – pura mau mengikuti keinginan pamannya. Namun, dirinya tidak ada keinginan sedikit pun untuk menjadi PNS, jadilah ketika ujian dia mengisi soal – soal yang terbilang sangat mudah baginya dengan jawaban yang bukan sebenarnya agar dia tidak lulus. Waktu itu pamannya kecewa karena melihat hasil nilai dia rendah dan tidak bisa dibantu. Sejatinya tekadnya menjadi hakim atau pengacara.
Antoni Silo yang terbiasa banyak aktivitas diluar rumah ketika itu memilih keluar dan kabur dari rumah pamannya. Sejak keluar dari rumah pamannya, dia rela mencoba menjadi pengamen untuk mengisi kekosongan aktivitas sambil mencari uang untuk hidupnya yang menggelandang. Daripada tinggal di rumah keluarga, didesak untuk menjadi PNS atau melamar kerja. Pada masa sulit itu pula, Antoni sempat merasa jatuh karena tidak bisa pulang menemui orang tuanya yang sakit – sakitan di kampung halaman mengingat tidak ada biaya tranportasi. Memang dirinya juga sudah memilih untuk beraktivis disamping mengamen. Dibilang menyesal ya mau bagaimana lagi, waktu tidak bisa berputar kembali. Sudah terjadi sesuai pilihan hidupnya. Dirinya selalu bersyukur hingga sekarang. Dirinya mempunyai kepuasan tersendiri untuk bisa menangani kasus yang sesuai dengan panggilan hatinya yakni membela kaum yang tertindas dalam hal kebenaran dan keadilan. Sebelumnya dirinya pun pernah terjun bekerja dalam NGO advokasi buruh sebagai direktur program.
Terlahir pada bulan April 1970 di daerah Asahan, Sumatera Utara tidak menampik juga memiliki keinginan tersembunyi yang ingin diwujudkannya. Dirinya ingin bisa sama seperti teman seprofesinya yakni bisa mengajak keluarganya pergi berlibur ke luar negeri. Terlebih, dirinya sungguh ingin membahagiakan keluarganya terutama sang istri yang selalu setia mendampingi dalam suka duka profesinya. Istrinya memang bukanlah tipe yang neko – neko dan perempuan sederhana. Bahkan, dari awal mengenal sang istri yang tidak satu suku pun, Antoni tidak mengalami hambatan sebab walaupun dia lahir dari kedua orang tua yang asli Batak namun dia bertumbuh di lingkungan Jawa dan Melayu, beristrikan keluarga Jawa tidak pernah mengalami kendala. Keluarganya pun mampu mengantarkan dirinya menuju titik cerah dalam hidup termasuk dalam hal profesi. Diluar profesi pengacara, Antoni juga menjadi Majelis Pelayan Tahbisan di gerejanya tepatnya di HKBP Ujung Menteng, Jakarta Timur. Menariknya, Antoni sebenarnya sempat menjadi Tenaga Ahli Ketenagakerjaan Komisi IX DPR RI periode 2004 sampai 2009 namun memutuskan berhenti karena tidak nyaman dan tidak cocok sehingga kembali menjalani profesi sebagai pengacara. Kini, buah manis mulai diraihnya dalam profesi pengacara. Antoni Silo sejak tahun 2014 dipercaya menjadi Wakil Ketua di DPC Peradi Jakarta Timur hingga dua periode. Di lingkungan Peradi Jakarta Timur, Antoni dikenal sebagai motor penggerak kegiatan – kegiatan advokasi kepada kaum lemah secara gratis ( Pro Bono).
Presented by Ayu Yulia Yang
Comment