Oleh : Mutiara Aini, Pegiat Literasi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Di tengah Pandemi yang semakin memuncak, pemerintah justru sibuk mengais utang untuk keberlangsungan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Proyek ini ditargetkan rampung pada 2022 mendatang. Komitmen itu diungkapkan dalam pertemuan tingkat tinggi antara Indonesia dan China pada Sabtu (15/6/21) lalu.
Pada pertemuan tersebut sebagaimana dikutip kompas.com, Indonesia diwakili oleh menteri koordinator bidang kemaritiman dan investasi Luhut Binsar Panjaitan sementara China diwakili oleh menteri luar negeri China Wang Yi.
Kementerian luar negeri China menjelaskan bahwa proyek tersebut merupakan bagian dari program Belt and Road Initiatif (BRI) atau pembangunan jalur sutra modern. Kereta cepat ini pun menjadi tolok ukur proyek tahap pertama yang dibangun Indonesia dan China di bawah program BRI.
Tentunya proyek ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Lantas dari manakah biaya tersebut? Di tengah penerapan PPKM Darurat, lonjakan korban justru menjadi sorotan dunia. Apakah proyek tersebut berfungsi mempercepat penyelesaian wabah?
Proyek Salah Sasaran
Dilansir merdeka.com, direktur utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika, Agung Budi Waskito mengonfirmasikan, jika proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengalami pembengkakan biaya (cost over run) yang tidak sedikit. Menurut informasi yang didapatnya, proyek tersebut membengkak hingga 20% dari nilai awal sebesar 6,071 miliar.
Namun, PT KAI seperti dilansir cnnindonesia (8/7/2021) diusulkan akan mendapatkan jaminan oleh Pemerintah untuk melakukan pinjaman ke China Development Bank (CDB). Menurut Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, utang ini akan dipakai untuk membiayai operasi KCJB.
Melalui akun twitternya, mantan menteri pemuda dan olahraga Roy Suryo menilai bahwa kebijakan pemerintah tersebut tidak tepat jika mementingkan urusan ekonomi daripada kesehatan di tengah pandemi.
Sejatinya pemerintah harus pandai dalam memilih dan memilah mana yang seharusnya diutamakan. Dengan utang akan menggiring dan memposisikan negara dalam jebakan penjajahan kapitalisme. SDA dikeruk utang menggunung sehingga tak heran pajak dijadikan sebagai prioritas pendapatan negara.
Kapitalisme hanya memandang pada harta semata dan tak heran jika negara lebih mementingkan ekonomi yang bersandar pada untung dan rugi daripada perlindungan nyawa rakyat.
Skala Prioritas Antara Islam Dan Kapitalisme
Berbeda dengan Islam, skala prioritas ala kapitalisme dipengaruhi oleh landasan utamanya yaitu materi, sedangkan Islam sangat memperhatikan skala kesejahteraan rakyat yang diterapkan atas dasar syariah untuk mencapai rida Ilahi. Alhasil, semua aturan memakai skala prioritas dengan tuntunan hukum syara.
Begitu pun dalam bernegara, sesuai dengan sabda Rasul saw.,
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Dalam konteks dan konsep Islam, keselamatan rakyat adalah hal yang sangat utama. Strategi dan penyelesaian persoalan terkait pandemi menjadi prioritas utama dan pertama. Wallahu àlam bisshawwab.[]
Comment