Antara Kenaikan Gaji dan Kesejahteraan Guru

Opini35 Views

 

Penulis: Fauziah, S.Pd | Pendidik dan Aktivitis Dakwah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikkan gaji guru pada puncak Hari Guru Nasional, Kamis (28/11/2024) lalu. Namun belakangan organisasi guru dan aktivis pendidikan mempertanyakan rencana tersebut.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim sebagaimana ditulis detikedu.com (30/12/24) mengungkapkan pernyataan Prabowo tersebut dapat dimaknai berbeda oleh para guru di lapangan.

Skretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo dalam laman tempo.co (2/12/2024), membeberkan persepsi yang muncul usai Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan gaji guru.

Di laman yang sama, dalam acara perayaan puncak Hari Guru Nasional di Velodrome, Jakarta Timur, Kamis, 28 November 2024, Prabowo mengatakan, guru berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mendapatkan tambahan penghasilan sebesar satu kali gaji pokok. Selain itu, tunjangan profesi bagi guru non-ASN akan meningkat menjadi Rp2 juta per bulan.

“Guru ASN mendapatkan tambahan kesejahteraan sebesar 1 kali gaji pokok. Guru-guru non-ASN nilai tunjangan profesinya ditingkatkan menjadi Rp 2 juta,” jelas Prabowo sebagaimana dikutip kompas.com (29/11/2024).

Kabar “Kenaikan gaji guru” ditanggapi dengan beragam reaksi. Apakah sejahtera atau tidak?

Guru menanggapinya beragam macam. Karena gaji sebagian guru saat ini, sangat rendah bahkan untuk menopang hidupnya, para guru harus mencari kerja sampingan lainnya. Miris, melihat guru-guru yang sudah lama mengabdi, namun gaji mereka hanya dibayar sebanding dengan uang transport.

Bagaimana pendidikan anak bangsa ini mau baik, jika kesejahteraan guru saja belum maksimal. Apalagi setelah ada penjelasan bahwa yang naik bukan gaji, melainkan tunjangan kesejahteraan yang diperoleh setelah lolos program sertifikasi guru.

Alhasil para guru kehilangan harapan, nasib guru jauh lebih memprihatinkan dari sekadar persoalan gaji, yakni dengan adanya beban pekerjaan yang banyak maupun aspek administratif yang rumit.

Karena kita ketahui bersama program sertifikasi guru ini harus mengurus ini dan itu, belum lagi tugas-tugas dan ujiannya harus menggunakan IT. Bagaimana bisa mengikuti program tersebut sementara sarana saja mereka tidak punya.

Untuk makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian guru sudah merasakan sulit, ditambah lagi harus mempunyai fasilitas yang lengkap seperti laptop, dll.

Kenaikan tunjangan tersebut tentu tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Pasalnya, banyak kebutuhan pokok yang membutuhkan biaya besar yang harus ditanggung oleh setiap individu termasuk guru. Fakta banyaknya guru yang terjerat pinjol dan judol dan memiliki profesi  lain menguatkan hal itu.

Masalahnya, kehidupan di dalam sistem kapitalisme berlandaskan pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Pelaku ekonomi berjalan bebas dengan penetapan harga yang serba mahal. Bahan pokok alias sembako semakin melambung tinggi.

Selain itu, kinerja guru yang super beray sekaligus menyulitkan peran mereka. Di satu sisi selaku pendidik, guru dituntut mampu memberikan teladan kepada para murid. Namun di sisi lain, para murid juga hidup di alam sekuler yang meniscayakan kebebasan dalam bertingkah laku. Mereka juga produk kurikulum pendidikan sekuler.

Hal ini tentunya akan kontraproduktif dengan proses pendidikan yang diberikan oleh guru kepada murid.

Hal ini terkait erat dengan sistem kehidupan yang diterapkan hari ini, di mana guru hanya dianggap seperti pekerja, sekedar faktor produksi sebagaimana rantai produksi suatu barang. Kesejahteraan guru tentunya berkaitan dengan kualitas pendidikan.

Meskipun demikian kualitas pendidikan dipengaruhi oleh banyak hal, tidak hanya kesejahteraan guru. Selain kesejahteraan guru, kualitas pendidikan di antaranya juga dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan yang diterapkan negara, penyediaan infrastruktur pendidikan dan kualitas guru dll.

Sistem hari ini juga menjadikan negara tidak berperan sebagai pengurus (raa’in), dan hanya sebagai regulator dan fasilitator. Belum lagi penerapan sistem ekonomi yang menjadikan pengelolaan SDA dikuasai asing dan aseng, liberalisasi perdagangan, kapitalisasi layanan pendidikan dan kesehatan.

Islam sangat memperhatikan guru karena mereka memiliki peran yang sangat penting dan strategis untuk mencetak generasi berkualitas, membangun bangsa dan menjaga peradaban.  Allah telah melebihkan kedudukan orang-orang yang berilmu, tentu juga para pemberi ilmu.

Penguasa dalam Islam adalah raa’in (Pemimpin) yang memiliki tanggung jawab mengurus rakyat dan seharusnya memiliki kepribadian dan nilai nilai Islam, khususnya kepribadian sebagai penguasa, akhliyah hukam (penguasa) dan nafsiyah hakim (pemutus perkara). Wallahu A’lam Bisshowab.[]

Comment