Oleh: Efinda Putri Normasari Susanto, S.Si., M.Sc, Aktivis Dakwah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tagar ‘Gotham City’ beberapa waktu lalu sempat menghiasi jajaran trending topic di twitter. Tagar tersebut disematkan untuk kota yang disebut-sebut telah lahir saat Tuhan sedang tersenyum, Bandung. Awal mula kemunculan tagar ini disebabkan adanya cuwitan dari salah satu warganet twitter yang membuat utas terkait maraknya kasus kriminal di kota kembang tersebut.
Kota Bandung diibaratkan sama dengan ‘Gotham City’ yang merupakan nama salah satu kota di serial DC Batman yang berisikan orang-orang kriminal dan banyak terjadi keributan di dalamnya. Hal ini pun akhirnya memantik warganet untuk membagikan utasan tersebut dan membuat berbagai cuitan tentang berbagai fakta kriminalitas di kota Paris van Java.
Beberapa berita yang pernah menghebohkan Bandung di antaranya pengepungan gerombolan ojek online (ojol) ke pangkalan ojek yang berada di Pasir Impun pada awal Januari lalu yang dipicu oleh pihak ojek pangkalan (opang) yang diduga mengintimidasi seorang sopir taksi online yang tengah membawa penumpang seperti ditulis detik.com (3/1/2023).
Selain itu, ada pula aksi sekelompok remaja yang viral membacok warga yang tengah nongkrong di warung di salah satu desa di kota ini.
Berdasarkan data yang dihimpun, kasus kriminalitas di Kota Bandung pada 2021 mencapai 2.481 kasus. Dari seluruh kasus tersebut, jenis aksi kriminal yang paling banyak adalah penipuan, narkotika, curi berat, aniaya ringan, dan penggelapan.
Menyikapi keviralan ini, Ridwan Kamil sebagai mantan gubernur Jawa barat saat ini dan pernah menjabat sebagai wali kota Bandung sebelumnya mengatakan secara statistik berdasarkan data akhir 2021, angka kejahatan di Jawa Barat relatif rendah dibanding populasi masyarakat provinsi ini yang hampir 50 juta jiwa.
Intinya beliau ingin menyampaikan kalau angka kriminalitas di Bandung masih sangat kecil, terlebih jika dibandingkan dengan kota dan provinsi – provinsi lainnya di negeri ini.
Memang benar, menurut data BPS yang terangkum dalam publikasi berjudul Statistik Kriminal 2022, berdasarkan laporan Polda/Provinsi disebutkan Jabar berada di peringkat kesembilan dengan kasus kriminalitas sebanyak 7.502. Pada peringkat pertama ditempati oleh Sumatra Utara sebanyak 36.534 kasus, disusul oleh Metro Jaya pada posisi kedua dengan 29.103 kasus dan di posisi ketiga di duduki oleh Jawa Timur dengan 19.257 kasus.
Terkait isu kriminalitas ini lebih menariknya lagi disampaikan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo bahwa angka kriminalitas 2022 naik 7,3 persen dari tahun sebelumnya. Bahkan jika dirata-ratakan, ada 31,6 kejahatan setiap jamnya, luar biasa. Sementara, penyelesaian perkara mengalami penurunan.
Kenapa kriminalitas begitu marak?
Kejahatan tak pandang bulu, bukan hanya terjadi di kota besar dengan kepadatan penduduknya yang besar, tapi juga sudah sampai di pelosok-pelosok desa dengan penduduk yang masih jarang. Rasa aman kian langka, nyawa manusia seolah tak berharga. Pembunuhan keji, begal sadis, perampokan, pencurian, hingga kasus kekerasan seksual seperti santapan sehari-hari yang tak pernah habis diberitakan.
Maraknya kriminalitas secara garis besar disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor internal yaitu tingkat pemahaman agama yang menjadikan iman seseorang rendah.
Keimanan yang rendah akan memupuk sifat-sifat negatif pada seorang manusia sehingga menjadikannya mudah emosi, kalut, galau, dan gelap mata. Akibatnya, karena tidak mau menanggung beban ekonomi keluarga seorang anak tega meracuni keluarganya sendiri hinga akhirnya meregang nyawa seperti yang terjadi di Magelang pada November 2022 lalu.
Terkait pentingnya keimanan dalam upaya mencegah dan menekan angka kriminalitas, Byron Johnson dan Sung Joon Jang (2000) dalam penelitiannya menemukan bahwa keterlibatan individu dalam praktek keagamaan tidak hanya berfungsi untuk memediasi tetapi juga mengurangi dampak gangguan lingkungan dari kejahatan.
Sementara itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Desmond dkk. (2008) menunjukkan bahwa semakin kuat komitmen remaja terhadap keyakinan agama mereka, semakin besar ketidaksetujuan akan keterlibatan mereka dalam kenakalan remaja.
Namun, amat sangat disayangkan saat ini kehidupan sekuleristik begitu mandarah daging dan agama terpinggirkan atau malah sengaja dipinggirkan. Keimanan dan ketakwaan terus tergerus dan termarginalkan karena jauhnya manusia dari aturan tuhan. Alhasil, wajar jika setiap hari kita disuguhi berita kriminal yang selalu mengintai.
Alih-alih mendekat, yang ada ketika seseorang hendak menjalankan agamanya secara utuh dan sempurna justru dilabeli fanatik, radikal dan berbagai pendiskreditan yang lainnya. Tak jarang persekusi dilakukan untuk semakin menjadikan orang enggan dan ragu untuk menjalankan ajaran agamanya sendiri. Khususnya, diskriminasi ini begitu gencar ditujukan kepada kaum muslimin yang mayoritas di negeri ini.
Kedua, faktor eksternal yang bisa meliputi pengaruh suatu ideologi, kesenjangan ekonomi dan sosial, serta produk hukum itu yang diterapkan. Selain itu, juga adanya pengaruh media masa yang membuat orang mudah mengakses berbagai info motif dan cara melakukan kejahatan sehingga bisa dijadikan sebagai inspirasi.
Parahnya lagi, bertebarannya dark web yang mudah diakses dan mempengaruhi untuk melakukan berbagai kejahatan yang sangat mengerikan. Masih lekat diingatan akan adanya kasus dimana dua bocah berumur 17 dan 14 tahun melakukan pembunuhan berencana pada seorang anak 11 tahun untuk dijual organ tubuhnya.
Islam Solusi Multikrisis Kriminalitas
Menurut catatan sejarah dari Universitas Malaya Malaysia, pada masa pemerintahan Utsmaniyah yang berlangsung selama berabad-abad hanya ada sekitar 200 kasus yang diajukan ke pengadilan. Jumlah ini sangat jauh lebih kecil dibandingkan dengan tindak kriminalitas yang terjadi saat ini.
Untuk mengurangi angka kriminalitas, maka negara dalam konsep islam berkewajiban memenuhi hak-hak dasar individu masyarakatnya seperti pangan, sandang dan papannya. Selain itu Islam sangat memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ketika kebutuhan pokok masyarakat terjamin, maka masyarakat akan selalu dalam kondisi tenang dan aman sehingga motivasi untuk melakukan kejahatan sangat kecil.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dana yang digunakan berasal dari zakat mal dan zakat fitrah yang diambil dari orang-orang muslim yang mampu dan kaya untuk didistribusikan kepada yang berhak salah satunya fakir miskin.
Kemudian untuk pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat umum , seperti rumah sakit, sekolah, bandara dan lainnya digunakan harta yang berasal dari sumber daya alam (SDA) milik umum yang dikelola oleh negara, bukannya justru diberikan kepada swasta bahkan asing seperti saat ini atas nama investasi.
Selain itu upaya penerapan hukum di dalam negara islam sangat memperhatikan aspek preventif, represif dan rehabilitatif. Aspek preventif dimaksudkan sebagai upaya pencegahan agar orang tidak melakukan dan mengulangi kejahatan, di sisi lain bagi orang yang belum melakukan kejahatan supaya tidak berkeinginan untuk berbuat suatu kejahatan.
Sebenarnya, kalau kita berbicara hukum dalam Islam, bukankah lebih banyak berbicara tentang aspek preventifnya daripada represifnya? Jadi wajar jika kemudian sejarah mencatat begitu minimnya kasus kejahatan yang terjadi ketika sistem Islam ditegakkan.
Selanjutnya, aspek represif merupakan suatu upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan setelah terjadinya tindakan kriminal. Supremasi hukum ditegakkan dengan memberikan hukuman yang sesuai terhadap pelakunya.
Sedangkan aspek rehabilitatif merupakan upaya pembinaan agar kejahatan yang sama tidak diulangi oleh penjahat bila ia masih hidup atau membina orang yang belum berbuat kejahatan agar mereka tidak melakukan kejahatan. Pemerintahan Islam akan melakukan upaya pembinaan kepada seluruh kaum muslimin supaya mereka dapat mentaati semua hukum Islam atas dasar iman.
Khusnul Khatimah dalam jurnalnya yang berjudul Hukuman dan Tujuannya dalam Perspektif Hukum Islam (2014) menyatakan bahwa ketiga aspek ini berlaku secara integral dalam setiap hukum, di mana setiap upaya prepentif selalu diiringi dengan upaya represif jika kejahatan terjadi dan dilanjutkan dengan upaya rehabilitatif jika pelaku kejahatan masih hidup.
Sejatinya, semua hukum yang berlaku di dunia selalu memiliki tiga aspek tersebut dalam penerapan sanksinya. Hanya saja, bila ketiga aspek tersebut dibangun di atas standar hukum buatan manusia, integrasi ketiganya tidak akan berjalan baik. Sebab, hukum buatan manusia memiliki banyak kelemahan dan tidak memberi efek jera bagi pelaku. Banyak tawar menawar di dalamnya, hal ini bukanlah isapan jempol belaka, terlalu jamak terjadi untuk tidak diketahui oleh khalayak bukan?
Jika sistem sekuler tak bisa diandalkan dalam memberi rasa aman dan keadilan, Islam mampu menerapkan upaya preventif, represif, dan rehabilitatif yang tercakup dalam aturan yang terintegrasi. Baik dari segi produk hukumnya, pelaksananya, dan penegakan hukumnya.
Langkah preventif Islam dalam upaya memberi rasa aman di antaranya: pertama, Islam membina individu beriman dan bertakwa dalam balutan akidah Islam. Keimanan inilah yang menjadi bekal bagi setiap insan dalam beramal. Ia akan memiliki rasa takut kepada Allah SWT baik dalam kondisi terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Takut bermaksiat dan berbuat dosa. Dengan keimanan yang terjaga serta merasa selalu diawasi oleh Allah akan mencegahnya berbuat kriminal.
Kedua, Islam membina masyarakat agar membiasakan beramar makruf nahi mungkar. Manakala akidah Islam dijadikan landasan dalam kehidupan, terbentuklah kehidupan islami yang khas. Masyarakat terbiasa bertenggangrasa, saling menolong, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Sebab, mereka memiliki kesadaran dan pemahaman Islam yang utuh.
Masyarakat juga terbiasa berdakwah dengan saling mengingatkan dan menasehati dalam kebaikan. Dengan begitu, ketika ada tetangga atau kerabat dekat meminta bantuan, ia tak akan menutup mata atau berpura-pura tak mendengar.
Ketiga, penegak hukum dalam hal ini kepolisian berfungsi menjaga kemanan. Dalam sistem pemerintahan islam, urusan keamanan ditangani oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri. Polisi dalam sistem pemerintahan islam siap siaga berkeliling untuk mencegah tindak kriminal di sekitar masyarakat. Hukum Islam akan ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu.
Pelaku pembunuhan, begal, pencurian, perampokan bisa ditindak dengan sistem sanksi yang berlaku dalam Islam. Adilnya hukum Islam tatkala diterapkan tercermin dalam sejarah peradaban Islam.
Saat itu ada pengajuan tentang seorang pencuri wanita kepada Rasulullah untuk diadili dan dijatuhi hukuman/had potong tangan. Usamah bin Zaid memohon keringan hukuman kepada Rasulullah, namun sikapnya ini ditanggapi Rasul seraya bersabda, “Apakah kamu mengajukan keringanan terhadap salah satu hukuman dari Allah? Demi Allah, kalau saja Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan ku potong tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Keempat, negara memberi jaminan kebutuhan hidup yang layak dan tercukupi. Hal itu terangkum dalam kebijakan politik ekonomi negara khilafah dalam mengatasi kemiskinan, pengangguran dan penyediaan lapangan kerja. Sehingga orang tidak akan mudah berutang lantaran kekurangan kebutuhan atau berdalih melakukan kejahatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jika kebutuhan rakyat terpenuhi, lapangan kerja mudah diperolah, angka kriminal seperti pencurian, pembegalan, perampokan dan lainnya secara alamiah akan terminimalisir dengan sendirinya.
Bila keempat langkah preventif belum mampu mencegah, maka tindakan represif yang akan diberlakukan negara adalah penegakan sanksi secara tegas dan ketat. Sanksi dalam Islam memiliki dua fungsi yaitu sebagai pencegahan (zawajir) dengan memberikan efek jera dan penebus dosa (jawabir) bagi pelakunya. Perbuatan yang dikenai sanksi adalah tindakan meninggalkan kewajiban, mengerjakan perbuatan haram, serta menentang perintah dan melanggar larangan yang pasti dan telah ditetapkan oleh negara. Sanksi berlaku bagi pelaku maksiat. Hukum ditegakkan dengan tegas dan ketat sesuai syari’at Allah. Bukannya seperti sekarang yang disebut-sebut hukum selalu tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Wallahu a’lam.[]
Comment