RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Presiden RI Joko Widodo ikut menghadiri pertemuan para pemimpin negara KTT G20 di Osaka Jepang. Pertemuan tersebut merupakan konferensi para pemimpin negara di 20 negara dengan ekonomi terbesar.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Jokowi, mengangkat isu terkait akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan saat berbicara pada Sesi III KTT G20 Osaka dengan tema, “AddressingInequalities&RealizinganInclusiveandSustainable World,” Sabtu (29/6/2019).
“Kita semua paham bahwa akses pendidikan dan pemberdayaan perempuan merupakan elemen penting untuk mencapai target Sustainable Development Goals. Dan itu memerlukan kerja sama kita semua,” kata Jokowi di depan para pemimpin negara anggota G20 seperti dilansir dari laman Sekretariat Kabinet, Minggu (30/6/2019).
Terkait pendidikan, mantan Wali Kota Solo ini menegaskan perlunya penyesuaian sistem pendidikan saat ini yang menurutnya masih mengikuti pola pendidikan yang lama. Padahal, di era digital seperti sekarang ini, Jokowi menyadari adanya perubahan terkait pola mental dan pola pergaulan anak-anak di abad ke-21.
Kemudian terkait dengan partisipasi perempuan, Presiden Jokowi mengatakan bahwa peran perempuan di dalam ekonomi, politik dan kehidupan bermasyarakat masih jauh dari potensi yang ada. Padahal menurut Presiden, di era berbagai tren yang dipicu digitalisasi dan globalisasi, wanita bisa lebih unggul daripada pria.
“Perempuan lebih rajin, lebih tekun, lebih detail, lebih sabar, dan lebih team-work daripada kita. Karena e-Commerce dan teknologi membutuhkan karakter seperti itu, sehingga meningkatkan partisipasi perempuan dalam bisnis, ekonomi dan politik otomatis akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing nasional di era digital,” ungkap Presiden.
Para pegiat gender senantiasa berupaya merusak tatanan keluarga muslim. Karena kunci kebangkitan Islam berawal dari keluarga muslim yang akan melahirkan generasi-generasi pejuang Islam.
Kemunculan gagasan kesetaraan gender, yakni upaya menyetarakan perempuan dengan laki-laki, beranjak dari sebuah asumsi tentang kondisi perempuan. Kaum perempuan diasumsikan berada dalam kenyataan buruk seperti keterkungkungan, kemiskinan, ketertinggalan, ketertindasan, dan sebagainya. Kondisi buruk itu terjadi akibat beban-beban yang dipikul kaum perempuan yang menghambat kemandiriannya.
Beban-beban berat itu antara lain perannya sebagai ibu: hamil, menyusui, mendidik anak dan mengatur urusan rumah tangga. Lalu kaum perempuan diarahkan untuk meninggalkan kodratnya. Mereka diprovokasi agar berlomba mensejajarkan diri dengan laki-laki yang tidak memiliki beban serupa.
Dengan dalih peduli peran perempuan di era ‘Digitalisasi dan globalisasi’ dengan ide kesetaraan gender-nya yang rusak dan asumtif itu dijadikan standar ideal bagi kemajuan perempuan Muslim. Aturan-aturan Islam yang dianggap mengukuhkan ketidakadilan terhadap perempuanmen jadi sasaran rekonstruksi gender.
Atas nama pemberdayaan ekonomi perempuan, kesehatan reproduksi perempuan, peningkatan partisipasi politik perempuan dan program-program ’bermadu’ lainnya, para aktifis gender menyuntikkan pemikiran-pemikiran beracun untuk membius kaum perempuan hingga lupa pada jati dirinya sebagai Muslimah.
Selanjutnya, atas nama peningkatan pertumbuhan ekonomi perempuan, kesehatan reproduksi perempuan, peningkatan partisipasi politik perempuan dan program-program ’bermadu’ lainnya, para aktifis gender menyuntikkan pemikiran-pemikiran beracun untuk membius kaum perempuan hingga lupa pada jatidirinya sebagai Muslimah, serta lupa pada komitmennya terhadap keluarga dan tugas mempersiapkan generasi.
Ide-ide kesetaraan gender secara empiris telah merapuhkan dan meruntuhkan bangunan keluarga, juga merusak perempuan dan generasi. Sebagai seorang Muslim kita harus selalu waspada terhadap ide-ide tersebut agar tidak terbius untuk meyakininya dan tersangkut sebagai pengembannya.
Bahkan sudah sepatutnya kita mencampakkan pemikiran rusak dan merusak itu dari benak kaum Muslim. Kita harus meyakini bahwa aturan-aturan Allah saka yang benar dan harus senantiasa dipegang teguh, karena dengan itulah kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Semua permasalahan tadi hanya mampu diselesaikan dengan penerapan syari’at Islam secara sempurna. Islam dengan aturannya yang paripurna akan mengatur permasalahan ekonomi, pendidikan, pergaulan, sosial, bahkan keluarga. Dengan diterapkannya syariat Islam Anak – anak akan mendapatkan perlindungan, pendidikan dan kasih sayang yang cukup dari keluarganya.
Negara sangat berperan strategis mengatur pergaulan masyarakat sesuai dengan syariat. Media juga akan diarahkan untuk dakwah nilai-nilai islami yang bernuansa edukasi.Untuk mengajak semua keluarga kembali ke aturan Islam. Maka sungguh kesejahteraan dan keselamatan akan mampu kita raih di dunia dan akhirat dengan aplikasi dan attitude Islam. Wallahu’alam Bi Shawwab.[]
Comment