RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Kasus Perceraian sepainjang 2019 mencapai jumlah yang tak sedikit, nyaris setengah juta pasangan suami istri (pasutri) di Indonesia mengalami perceraian. Dari jumlah itu, mayoritas perceraian terjadi atas gugatan istri.
Berdasarkan Laporan Tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019 yang dikutip detikcom, Jumat (28/2/2020) perceraian tersebar di dua pengadilan yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama. Pengadilan Agama untuk menceraikan pasangan muslim, sedangkan Pengadilan Negeri menceraikan pasangan nonmuslim. Dari data Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia, hakim telah memutus perceraian sebanyak 16.947 pasangan. Adapun di Pengadilan Agama sebanyak 347.234 perceraian berawal dari gugatan istri.
Astagfirullah! Inilah salah satu potret buram keluarga dibawah naungan kapitalesme, penuh dengan persoalan yang berujung perceraian.
Dalam membina rumah tangga keharmonisan keluarga memang tidak selamanya membersamai perjalanan pernikahan. Adakalanya diwarnai pertengkaran, dan banyak permasalahan lain yang datang.
Kesulitan ekonomi bisa jadi menjadi ujian, atau masalah timbul dari pasangan sendiri yang terkadang berbeda pandangan dalam memahami sesuatu, bisa juga permasalahan datang dari pihak luar.
Namun bukan berarti segala permasalahan harus diselesaikan dengan penceraian. Jika masih bisa dicari solusinya, kenapa harus bercerai? Karena akibat dari perceraian akan ada pihak yang menjadi korban, terutama anak-anak yang membutuhkan figur keluarga lengkap.
Apa jadinya nasib anak-anak di kemudian hari jika mereka hidup tanpa keluarga yang utuh? Yang pasti secara psikis mereka terluka, apalagi jika terjadi perebutan Pengasuhan.
Hadirnya ibu sambung atau ayah sambung yang kurang mengayomi akan menjadi permasalahan besar di kemudian hari serta masalah -masalah lain yang berawal dari kehancuran keluarga.
Jika masalah-masalah ini dibiarkan berlarut-larut tentu akan semakin mengancam ketahanan keluarga.
Padahal ketahanan keluarga adalah pilar ketahanan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu mewujudkan ketahanan keluarga menjadi perkara yang sangat penting.
Seluruh keluarga muslim dan para pemimpinnya harus bangkit untuk mengubah kondisi ini. Untuk merubah kondisi ini, harus dilakukan perubahan yang mendasar atau sistemik. Karena akar semua permasalahan ini adalah sistem demokrasi sekuler kapitalis.
Sistem ini, tanpa disadari menjadi lahan subur upaya penghancuran keluarga. Negara dalam sistem ini telah kehilangan perannya sebagai pelayan rakyat dan penjaga keluarga. Negara seharusnya menjadi pilar utama dalam menjaga ketahanan keluarga.
Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad mengatakan bahwa Imam, pemimpin (Khalifah) itu adalah raain (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya.(HR. Bukhari).
Negara mempunyai peran seperti ini adalah negara yang telah dicontohkan oleh suri tauladan terbaik sepanjang masa Rasulullah SAW. Beliau telah mencontohkan sebuah institusi (baca : negara) yang menerapkan syariat Allah SWT.
Rasulullah sebagai kepala negara telah menjadi raain yang bertanggung jawab kepada rakyatnya. Maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai muslim untuk mencontoh apa yang telah dilakukan beliau. Wallahualam Bi Shawwab.[]
*Ibu Rumah Tangga
Comment