Oleh: Nurmaya Sari, Mahasiswi
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat mengincar gorden buatan lokal atau produksi dalam negeri untuk dipasang di 505 rumah dinas anggota DPR. Diketahui pembelian gorden itu sudah dianggarankan senilai Rp48,7 miliar. Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan bahwa pihaknya akan memastikan pemenang pengadaan gorden harus benar-benar membeli gorden spesifikasi lokal.
“Untuk speknya sangat jelas bahwa ini adalah wajib produk dalam negeri. Jadi ini pabrikan dalam negeri, itu sudah masuk dalam spek. Jadi siapapun yang mau ikut lelang silakan,” ujar Indra.
“Nanti semua data dukungnya tentu kami minta pabrikannya penggunaan bahannya,” tutur Indra, Senin (Suara.com/28/3/2022).
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrat Dede Yusuf menilai, DPR harus memiliki sense of crisis sebelum melakukan pengadaan barang dengan biaya yang fantastis. Hal ini disampaikan Dede merespons pengadaan gorden untuk rumah jabatan anggota DPR yang anggarannya mencapai Rp 48,7 miliar untuk 505 unit rumah.
“Soal besarnya anggaran, memang kita harus punya sense of crisis, sense of crisis kita apa, harga minyak goreng lagi mahal, perlukah kita mengeluarkan itu,” kata Dede seperti dikutip kompas.com (29/3/2022).
Di tengah duka rakyat yang berlipat-lipat, DPR menglokasikan uang dalam perkara yang tergolong tidak penting. Seharusnya uang yang ada pada negara dialokasikan untuk membantu rakyat memenuhi kebutuhan sandang papan maupun pangan.
Masalah kelangkaan minyak goreng yang menelan korban jiwa, minyak solar langka, biaya bahan pokok melambung tinggi, biaya kesehatan malah dibisniskan, pendidikan yang jauh dari akidah islam, pembunuhan seakan biasa, maraknya zina dan riba, yang mengakibatkan banyak manusia sengsara dan tidak tahu arah.
Tatanan kehidupan umat saat ini benar-benar menyiksa dan melahirkan kesengsaraan, sebab pangkal dari kerusakan itu telah meracuni umat hingga saat ini.
Selain itu, gempuran pengikut syetan dengan strategi yang dibungkus secara apik dan menarik untuk menghancurkan umat lewat pemikiran, sistem, media, dan segala kekuatan yang mereka punya.
Kapitalis maupun sekularisme adalah sumber dan pangkal dari kerusakan saat ini, karena telah mengagungkan manusia setingginya, lalu melupakan sang pencipta.
Kapitalisme telah menepikan aturan Allah serta menganggapnya sampah. Sebab aqidah kapitalis sekuler memisah agama dari kehidupan. Sekuler hanya melihat asas manfaat meski tidak sejalan dengan fitrah manusia.
Belum lagi perdebatan soal agama islampun marak bagai api membakar rumah yang berujung pada perpecahan karena mengganggap islam adalah teroris, intoleran, kejam, bahkan syariahnya direndahkan.
Jauh berbeda ketika islam itu diterapkan dalam bingkai kehidupan dengan sistem islam yaitu khilafah. Maka aturan yang ada dalam al-quran dan sunnah pun menjadi standar hukum dunia. Khalifah berbuat dan melaksanakan tugasnya sesuai yang Allah tetapkan.
Segala permasalahan dalam islam diselesaikan secara tuntas. segala sumber daya alam yang melimpahpun dicurahkan untuk rakyat. Manusia bergerak sesuai jalan yang lurus, kesehatan dijamin, pendidikan sesuai akidah islam yang mencetak generasi gemilang, sistem sosial yang menjaga, segala hak manusia sesuai dalil syarak, serta tersebarlah kesejahteraan di seluruh alam.
Inilah kebaikan dari diterapkannya khilafah sebagai institusi negara, karena hanya aturan dari allah swt yang Kaffah yang menghiasi kehidupan dunia.
Semua kebaikan islam itu bukanlah omong kosong belaka. Banyak bukti dan fakta sejarah yang mengungkapnya. Bahkan non muslim yang hidup pada zaman itu pun merasa dilayani dan bahagia hidup di negara islam.
Eksistensi islam sendiri tegak selama 13 abad lamanya, dan tersebar luas di 2/3 belahan dunia, sebab aqidah kuat itu telah mengikat antar manusia, aturan allah menjadi sandarannya.
Untuk itu hanya dengan hijrah secara kaffah, insya allah kita bisa meraih keberhasilan dan kesejahteraan yang dulu pernah ada, karena telah allah janjikan dan rasul kabarkan didalam haditsnya.Wallahu‘alam bissawab.[]
Comment