Angesti Widadi : Generasi Pasca Milenial Generasi Minus Adab

Berita516 Views
  Angesti Widadi

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Menurut Pew Research Center, generasi milenial adalah istilah untuk rentang generasi dari tahun 1982, selebihnya disebut dengan generasi pasca milenial. Milenial merupakan nama yang unik untuk kelompok demografi setelah generasi X. Generasi pasca milenial menjadi tumpuan harapan untuk generasi yang lebih baik, nampaknya hanya utopis belaka. Generasi pasca milenial dikenal dengan generasi antipolitik, nyinyir, dan minim adab. 

Banyak sekali kerusakan remaja di era pasca milenial. Mereka yang menjadi tumpuan harapan justru semakin memperparah kondisi darurat di lingkungan remaja. Pendidikan yang seolah tidak penting bagi mereka, gaya hidup hedonisme, pergaulan bebas, narkoba, hilangnya rasa malu, minimnya adab terhadap orangtua dan guru merupakan faktor penyebab kerusakan remaja di era pasca milenial. 
Minim adab merupakan kondisi terparah di antara kerusakan remaja. Hilangnya kesopanan terhadap orangtua dan guru merupakan simbol dari sistem lingkungan yang sudah rusak. Jika orangtua dan guru saja tidak mereka hormati, bagaimana nasib mereka selanjutnya? Bukankah moral dalam diri remaja sudah mereka tanggalkan? 
Kehilangan adab menyebabkan remaja bertingkah sebebasnya hingga terjadilah rangkaian beruntut kerusakan remaja mulai dari menonton video porno hingga memakai narkoba. 
Minim Adab Akibat Sistem Sekuler
Sekulerisme merupakan sistem yang memisahkan antara agama dengan kehidupan. Agama tidak boleh dipakai dalam kehidupan. Agama hanya boleh menerapkan ajaran sholat, puasa, zakat, dan haji. Agama tidak boleh mengatur pergaulan bahkan pendidikan. Padahal pendidikan merupakan faktor utama untuk mewujudkan generasi gemilang. 
Agama juga tidak boleh diterapkan dalam mengatur keluarga. Orang tua tidak boleh melarang anak remaja karena ia sudah bisa menentukan pilihannya sendiri. Guru tidak boleh menegur anak murid bahkan memukul anak murid jika dia bersalah. 
Seperti yang telah kita ketahui pendidikan dan keluarga merupakan faktor utama dalam membangun peradaban. Minim adab terhadap orangtua dan guru merupakan rantai dari segala permasalahan dalam sistem sekulerisme. Banyak sekali kasus dalam dunia pendidikan yang menunjukkan bahwa generasi pasca milenial minim adab. Mulai dari guru yang dibuat babak belur oleh murid hingga berita guru dibunuh oleh muridnya sendiri. Naas memang. Belum tuntas berita itu lenyap dari pemberitaan di media sudah ada lagi kasus yang semakin menunjukkan bahwa generasi pasca milenial minus adab. 

Baru-baru ini dunia pendidikan dihebohkan dengan berita murid yang menantang gurunya karena telah mengingatkan untuk tidak merokok. Seorang siswa sekolah swasta di Kecamatan Wringinanom, Gresik, Jawa Timur berinisial AA (14), mengaku amat menyesali perbuatannya yang telah merokok dan hendak mencekik gurunya, Nur Khalim. Padahal saat itu adalah waktu jam pelajaran. (Islampos.com)
Bagai manusia yang kerasukan jin, AA hilang kendali sehingga hampir mencekik gurunya sendiri. Demi menasehati muridnya agar tetap berpegang teguh pada adab, Khalim hampir kehilangan nyawa. Miris sekali, dunia pendidikan semakin tercoreng namanya karena kebobrokan sistem sekuler. Dimana adab seorang murid terhadap guru? 
Betul sekiranya ungkapan ‘jika adab sudah hilang dalam diri, maka terjadilah kedzhaliman, kebodohan, dan menuruti hawa nafsu. 
Adab Sebelum Ilmu
Adab merupakan seperangkat norma dan aturan dalam ajaran Islam. Islam mengenal adab sebelum Ilmu. Bagaimana Islam mengatur adab menuntut ilmu hingga menghormati gurunya tertulis lengkap dalam kitab ta’lim mutaa’llim. 
Ibnul Kharrath al-Isybiliy menyebutkan dari sebagian ahli ilmu, ia berkata, “Janganlah meremehkan adab, karena barangsiapa yang meremehkan adab, maka ia akan meremehkan sunah-sunah, dan barangsiapa yang meremehkan sunah-sunah, maka ia akan meremehkan yang wajib-wajib.”
Jika kita sudah minus adab maka kita akan meremehkan hal yang wajib seperti berbakti kepada orangtua dan guru. Minus adab juga membuat susah terserapnya ilmu dalam otak hingga tidak bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
 Islam adalah Obat Penanganan Minim Adab
Para Ulama Salaf terdahulu sudah mencontohkan adab memuliakan ilmu dan guru.  Fakhruddin al-Arsabandi benar-benar memperhatikan sang guru sebagai tempat ia mengambil ilmu. Ia tak ubahnya seperti budak di hadapan gurunya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Ali bin Abi Thalib RA yang pernah mengatakan, “Siapa yang pernah mengajarkan aku satu huruf saja, maka aku siap menjadi budaknya.”
Ali RA mencontohkan, sekecil apa pun ilmu yang didapat dari seorang guru tak boleh diremehkan. Imam Syafi’i pernah membuat rekannya terkagum-kagum karena tiba-tiba saja ia mencium tangan dan memeluk seorang lelaki tua. Para sahabatnya bertanya-tanya, “Mengapa seorang imam besar mau mencium tangan seorang laki-laki tua? Padahal masih banyak ulama yang lebih pantas dicium tangannya daripada dia?”
Imam Syafi’i menjawab, “Dulu aku pernah bertanya padanya, bagaimana mengetahui seekor anjing telah mencapai usia baligh? Orang tua itu menjawab, “Jika kamu melihat anjing itu kencing dengan mengangkat sebelah kakinya, maka ia telah baligh.”
Hanya ilmu itu yang didapat Imam Syafi’i dari orang tua itu. Namun, sang Imam tak pernah lupa akan secuil ilmu yang ia dapatkan. Baginya, orang tua itu adalah guru yang patut dihormati. Sikap sedemikian pulalah yang menjadi salah satu faktor yang menghantarkan seorang Syafi’i menjadi imam besar.
Ibnul Mubarak telah mengajarkan kita bagaimana pentingnya belajar adab. Ia berkata, “Aku belajar ilmu selama dua puluh tahun, dan aku belajar adab ilmu selama tiga puluh tahun.”
Adapun adab terhadap ilmu dan guru ialah sebagai berikut: 
1. Tawadhu dan mengabdi kepada ulama. 
Ketaatan kepada guru merupakan wajib dilakukan oleh murid kepada gurunya.Islam sangat menjunjung tinggi adab seorang murid terhadap guru karena ia merupakan pintu ilmu dari segala ilmu. Imam Syafi’i mengatakan, “Tidak akan berbahagia seseorang yang mempelajari ilmu dengan kekuasaan dan tinggi hati, melainkan yang mempelajarinya dengan rendah hati, kehidupan yang sulit, dan mengabdi kepada ulama, dialah yang akan bahagia.”
Diriwayatkan oleh Al–Imam Baihaqi, Umar bin Khattab mengatakan,

تواضعوا لمن تعلمون منه
“ Tawadhulah kalian terhadap orang yang mengajari kalian”.
2. Memperhatikan adab di depan guru.
Telah banyak dijelaskan oleh para ulama salaf mengenai adab-adab ketika di depan seorang guru. Salah satunya ialah perkataan seorang 
Ibnul Jamaah yang mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi juga tidak membelakangi gurunya”
Islam sangat melarang murid berbicara keras terhadap gurunya apalagi sampai hendak mencekik gurunya sendirinya. 
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan, “Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik dalam bertanya dan mendengarkannya.”
3. Niat yang baik. 
Niat merupakan hadits pertama dalam hadits arbain. Segala sesuatu memang teegantung niat. Jika niat kita pergi ke sekolah untuk mendapat ilmu dan keberkahan, maka kita juga akan mendedasikan hidup kita untuk berbuat baik dan berkontribusi besar bagi masyarakat. Berbeda dengan orang yang pergi ke sekolah hanya untuk menuruti perintah orangtua atau karena ingin dapat pekerjaan yang baik. Maka banyak terjadi kasus murid membolos sekolah, tidak ingin dinasehati guru, dan sebagainya. Padahal ulama terdahulu sudah mencontohkan pentingnya adab sebelum ilmu agar ilmu dapat diterima oleh otak. 
Selain kita mengetahui adab terhadap ilmu dan guru, kita juga diperintahkan untuk meluruskan niat sebelum menuntut ilmu. 
Al-Imam Ahmad bin Hasan Al-Attas mengatakan, “Ada dua perkara yang baik untuk diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu: Pertama, ia tidak masuk pada sesuatu dari ilmu ilmu dan amal amalnya melainkan dengan niat yang baik. Kedua, ia memperhatikan buah dari hasilnya. Apabila tidak memperhatikan ini, ia tidak mendapatkan manfaat.”
Begitulah cara Islam mengatur adab terhadap ilmu dan guru sebagai pangkal dari kebaikan. Mengedapankan adab terhadap ilmu dan guru inshaAllah berbuah ilmu yang bermanfaat dan berkah kepada sang penuntut ilmu. Tidak ada lagi tindak kekerasan murid kepada gurunya, yang ada ialah guru sangat dihormati dan disegani oleh murid. Sangat kecil sekali konflik antara guru dan murid karena Islam sangat memerintahkan murid untuk tawadhu kepada guru. Wallohu a’lamu bis showwab.[]

Comment