Oleh ; Astuti Djohari, S.Pd*
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Indonesia adalah sebuah negara maritime yang secara geografis bertetangga dekat dengan Malaysia dan Singapura.
Penduduk di negara ini konon katanya masuk dalam kategori penduduk teramah di dunia dengan budaya kearifan lokalnya nan memukau para wisatawan.
Jika para wisatawan mancanegara berkunjung ke Indonesia maka akan disuguhi pemandangan masyarakatnya nan ramah dan murah senyum, kesan negara teramah yang menjunjung tinggi budaya ketimuran mengedepankan sopan santun dan tatakrama.
Namun kesan tersebut menjadi buram dengan beberapa kejadian yang sangat mengenalkan.
Alih-alih mengedepankan sopan santun dan tatakrama, seperti dilansir tribunnews.com, seorang warga asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) berinisial M (40), hendak melaporkan ibu kandungnya K (60), ke polisi.
Kepada polisi, saudara M hendak melaporkan ibu kandungnya karena masalah motor.
Masalah sepele sang anak yang berinisial M dalam keadaan sadar tanpa gangguan mental sedikitpun dengan bangganya mengajak ibunya untuk bersilaturahmi ke kantor polisi guna menyelesaikan perkara duniawinya.
Hal semacam lapor melapor ini tidak hanya terjadi di daerah bagian timur Indonesia.
Hal serupa pun terjadi di Demak, Jawa Tengah. Seorang anak berinisial A dengan usia yang terhitung masih belia yakni 19 tahun dengan gagah beraninya melaporkan ibu kandungnya berinisial S (36) dan akhirnya sang ibu pun menginap dalam sel tahanan karena laporan sang anak.
Penahanan sang ibu di Polsek Demak atas laporan sang anak tersebut diberitakan dalam laman detik.com, Sabtu, 9 Januari 2021.
Sungguh sebuah potret kearifan lokal warga dengan jumlah pengguna jejaring social teraktif di dunia, sebuah potret Malin Kundang versi modern di abad 21.
Bagaimana tidak, seorang anak yang Allah perintahakan untuk senantiasa taat pada kedua orang tua terutama ibu tetapi malah sebaliknya menjadi boomerang untuk kedua orang tua.
Orang tua merupakan salah satu kunci keberhasilan dunia dan akhirat bagi seorang anak. Dalam Al Quran pun sudah ada perintah yang sangat jelas mengenai berbakti pada kedua orang tua.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS Luqman : 14)
Islam sangat memuliakan wanita terutama ibu, Mengapa demikian? Bagaimana tidak, seorang ibu yang dalam rahimnya 9 bulan memberi kita tempat makan, tempat tinggal ternyaman nan gratis di dunia.
Kedudukan seorang ibu mempunyai tempat khusus di sisi Allah karena telah mengandung selama 9 bulan yang tentu saja sangat melelahkan; mulai dari hamil dengan perasaan campur aduk, susah makan, susah tidur.
Begitu pun dengan ruang gerak yang semakin sempit dikarenakan telah berbagi tempat dengan sang buah hati dalam satu tubuh yang membawa kita kemanapun ia pergi hingga melahirkan yang mempertaruhkan nyawa demi mendengar tangisan kecil kita untuk pertama kalinya di dunia.
Tidak sampai di situ saja, ibu harus rela terbangun dari tidur nyenyaknya demi menggendong sang buah hati dan menyapihnya dengan kasih sanyang walaupun mata masih terkantuk-kantuk sebab kurang tidur.
“Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia”
Sepenggal syair karya Mochtar Embut menggambarkan pengorbanan ibu yang tiada henti.
Memberi makan, tempat tinggal, pakaian dan pendidikan pada anaknya, bahkan seorang ibu rela menahan perihnya rasa lapar demi sang sang anak.
Maka dalam sebuah hadist Rasulullah bersabda, “sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat” (HR. Ibnu Majah).
Begitu mulianya peran seorang ibu, hingga namanya disebutkan 3 kali karena Allah tahu betapa berat pengorbanannya, tetapi yang terjadi sekarang keadaan makin terbalik dengan banyaknya anak yang semena-mena terhadap orang tua.
Hal ini sangat kontras dengan kisah yang menggemparkan para penduduk langit yakni kisah seorang laki-laki muda berasal dari Yaman yang rela menggendong ibunya ke Mekah dengan berjalan kaki dalam kurun waktu waktu 10 hari menempuh perjalanan kurang lebih kira-kira 400km.
Semua itu ia lakukan demi sang ibu bisa mewujudkan mimpi besarnya untuk berkunjung ke tanah suci. Lelaki itu bernama Uwais Al Qarni yang mungkin penduduk bumi tidak mengenalnya sama sekali akan tetapi beliau begitu terkenalnya bagi penduduk langit.
Dengan munculnya potret Malin Kundang versi modern ini, umat harus sadar betapa pentingnya mempelajari isi Al Quran dan mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata, terutama peran keluarga, sehingga tidak melahirkan generasi Malin Kundang yang lebih bringas.
Sebuah hadist yang diriwayakan dari Abi Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Pada hakikatnya anak itu diibaratkan seperti sebuah kertas putih polos, orang tuanyalah yang nantinya akan menggambar anaknya kelak menjadi generasi Uwais Al Qarni atau malah sebaliknya menjadi Malin Kundang versi 4.0.
Dalam hal ini tentu saja kita harus berpegang teguh pada Al Quran dan As Sunnah dengan mengambil seluruh aturan didalmnya.
Kesolehan anak tergantung pada kesholehan orangtuanya, jikalaupun suatau saat anak membangkang ataupun sampai pada taraf yang esktrim maka orang tua patut merefleksi diri.
Apakah orang tua sudah mendidik anak sesuai dengan syariat? Apakah orang tua senantiasa mendokan anaknya setiap sepertiga malam? Apakah orang tua memberikan harta yang halal untuk keluarga?
Maka yang pertama patut dibenahi adalah peran orang dalam mendidik anak-anaknya sesuai dengan ketentuan hukum syara. Wallahualam bish showab.[]
*Praktisi pendidikan
___
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.
Comment