Anak Menjadi Korban Lemahnya Jaminan Perlindungan Negara

Opini256 Views

 

Penulis: Lilik Solekah, SHI. (Ibu Peduli Generasi)

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Nelongso, hati ibu mana yang tak tercabik-cabik melihat balita 3 tahun yang dianiaya pengasuhnya. Dalam liputan6 telah diungkap motif penganiayaan balita 3 tahun, anak dari selebgram AP oleh pengasuh yang bergaji pun tak bisa menyayangi balita sebagaimana ibu sendiri.

Namun bukan seribu cerita negeri konoha jika terungkap satu kasus kemudian ya hanya itu saja dan tidak ada yang lainya. Justru ketika terungkap satu akan mengungkap yang lebih banyak dan lebih sadis dari itu. Bisa jadi karena ibunya selebgram sehingga berita balita A jadi viral.

KmSelanjutnya apa kabar ibu yang seharinya mencari nafkah sebagai tulang punggung yang tidak bisa membawa serta anaknya. Maka secara otomatis mempekerjakan orang lain untuk menjadi pengasuhnya. Diberitakan jawa pos bahwa kekerasan terhadap anak meningkat selama 2023 KPAI mencatat ada 2355 kasus yang terjadi di negeri ini.

Berulangnya kasus kekerasan terhadap anak ini menjadi bukti bahwa anak tidak mendapat jaminan keamanan bahkan dalam keluarga sendiri. Kasus ini merupakan fenomena gunung es, di mana yang tampak lebih sedikit dari pada yang tersembunyi. Belum lagi kasus yang dilakukan ibu angkat, ibu tiri, ayah tiri, kakak, tetangga bahkan ibu kandungnya sendiri. Dan ini sebuah keniscayaan yang ada di dunia saat ini.

Ini berarti bahwa lemahnya jaminan perlindungan atas anak di negeri ini sedang terjadi, bahkan di tingkat keluarga tempat yang seharusnya menjadi tempat ternyaman, tempat yang selalu dirindukan atau surganya dunia adalah dalam keluarga.

Di sisi lain perlindungan anak seharusnya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik itu keluarga, masyarakat maupun negara. Mirisnya hari ini semuanya tidak berfungsi dengan baik.

Kehidupan dalam naungan kapitalisme sekuler juga membuat beban hidup semakin berat, termasuk meningkatkan stress, sehingga mengakibatkan mudahnya emosi meledak. Ada masalah sedikit saja bisa memicu melakukan kekerasan dan sasaran empuk adalah balita.

Kasus kekerasan anak ini juga menjadi bukti mandulnya regulasi yang ada, baik itu UU PKDRT maupun UU Perlindungan anak yang bahkan sudah mengalami revisi berulang kali.

Jika kita benar-benar menginginkan ketenangan hidup tidak adanya banyak masalah tidak ada kekerasan terhadap makhluk di bumi termasuk makhluk paling lemah yaitu bayi dan balita maka Islam solusinya. Dalam islam – untuk menyembelih binatang yang halal saja diajarkan adab untuk tidak menyakiti apalagi sesama manusia.

Islam mewajibkan setiap orang memahami pentingnya perlindungan anak dan berperan serta mewujudkannya dalam semua lapisan masyarakat, baik keluarga, masyarakat maupun negara.

Islam memiliki mekanisme terbaik dalam memberikan perlindungan anak melalui berbagai cara. Asas aqidah Islam menjadikan semua individu memahami kewajibannya melindungi anak sebagai penerus peradaban dunia.

Tak hanya dijaga namun wajib dididik yang benar. Merekalah aset dunia serta agama. Kemajuan dan kemunduran negara serta agama tergantung bagaimana mendidik mereka menjadi generasi masa depan.

Islam juga menerapkan sanksi tegas dan menjerakan bagi semua pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak. Tidak ada toleransi bagi penganiaya jiwa manusia karena ada hukum qishash yang siapapun akan bergidik mendengarnya sehingga tidak akan berpikir untuk melakukannya. Darah dibalas darah, bahkan rontoknya gigi pun akan dibalas dengan merontokkan gigi.

Islam adalah aturan yang sempurna dalam semua aspek kehidupan. Masihkah kita bertahan dengan kondisi semacam ini – dalam naungan sistem kapitalisme sekuler? Tidakkah kita ingin Islam yang menjamin ketenangan ketentraman jiwa manusia?

Comment