Penulis: Wulan Citra Dewi, S.Pd | Aktivis Dakwah Muslimah dan Praktisi Literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Judol alias judi online sedang naik daun di bumi nusantara kita. Tidak hanya menyasar orang miskin dan tidak berpendidikan, judol juga begitu brutal menerkam orang berpunya, berpendidikan, bahkan juga pemangku jabatan.
Perjudian Adalah Corak Peradaban
Judi bukanlah aktivitas baru dalam peradaban manusia. Perjudian sudah ada sejak zaman Tiongkok Kuno, 4000 tahun lalu. Awalnya hanya sekadar permainan biasa (liubo) untuk bersenang-senang, lama kelamaan naik level jadi pakai taruhan. Semakin seru dan menantang adrenalin, mungkin ini yang mereka rasakan.
Tidak hanya Tiongkok, di bumi Nusantara pun terdapat prasasti kuno yang menyenggol masalah perjudian yakni Prasasti Kawali di Ciamis pada masa Raja Prabu Niskala Wastu Kencana, tahun 1371. Prasasti sebagaimana ditulis Kabar-Ciamis.com (20/6/2024) itu berbunyi:
”Ini petinggal nu atisti ayama nu ngisi dayeuh ieu ulah botoh bisi kokoro.” Menurut Enno sebagai Budayawan Kawali dan juga petugas Dinas Pariwisata Ciamis.
Arti dari prasasti kuno tersebut adalah: ”Ini peninggalan dari para leluhur yang mempunyai ilmu pengetahuan tinggi (bijak ucapannya), kelak siapapun yang menghuni kota atau negeri ini (Galuh) jangan judi nanti bisa sengsara”
Lain prasasti Kawali, lain pula pesan dari Meidjen Ali Sadikin. Sebagai Gubernur DKI Jakarta tempo dulu, Ia pernah menyampaikan kepada awak media bahwa siapa saja yang bisa menggantikan uang pajak dari perjudian Lokasari dan Lotto, maka akan dijadikan warga kehormatan tujuh turunan.
Pada tahun 1967 judi dilegalkan dengan adanya penarikan pajak atasnya. Kebijakan ini banyak dikritik oleh masyarakat wabilkhusus oleh para alim ulama. Oleh karena itu, Meidjen Ali Sadikin berseloroh demikian. Ia tetap bersikeras melegalkan perjudian demi pembangunan DKI Jakarta meskipun pada akhirnya – karena banyak menimbulkan ekses sosial, kebijakan tersebut dihapuskan.
Terlepas sejak kapan judi itu ada, di sini kita dapat memahami bahwa maraknya perjudian menjadi corak sebuah peradaban. Peradaban yang jauh dari corak keimanan, maka akan menjadi sebab merebaknya perjudian. Sebab judi itu menimbulkan efek kesenangan, keserakahan, dan ketagihan. Kesemuanya itu adalah wujud hawa nafsu yang tidak dikawal oleh wahyu.
Jika pada zaman kuno telah dikabarkan bahwa judi itu menyengsarakan, lantas kenapa kini judi kembali tenar bahkan di kalangan para tuan pemangku jabatan? Ya, meski pahit dan getir tetap harus kita telan bahwa nyatanya kehidupan kita saat ini berada di akhir zaman.
Kondisinya secara nyata negeri kita bahkan juga dunia, mengalami krisis keimanan. Jauh dari penerapan syariah dalam kehidupan. Maka wajar jika corak peradaban kita menjadi seperti corak peradaban di masa silam. Kelam dalam kubangan perjudian. Nastagfirullah!
Jebolnya Ketahanan Keluarga Akibat Judol
Tidak dipungkiri lagi bahwa judi era kini bersolek semakin ngeri. Judi tidak lagi kenal batas waktu, tempat, pelaku, model, nilai transaksi, semua terdampak. Tidak peduli dewasa atau anak-anak. Tidak peduli miskin atau kaya. Tidak peduli di tempat ramai atau sepi, bahkan sambil rebahan di kamar pun kini judi dapat digeluti. Melalui game online judi bisa dinikmati. Tidak punya saldo besar, goceng pun dilayani. Akibatnya pasti dan telah terjadi, ragam persoalan sosial berkelindan tak bertepi. Mulai dari lilitan pinjaman online (pinjol), peningkatan kriminalitas, KDRT, perceraian, hingga bunuh diri. Judol alias judi online sukses membobol ketahanan keluarga bahkan negara.
Judol merupakan potret dan sisi gelap digitalisasi. Tersebab pesatnya perkembangan teknologi yang tidak diimbangi dengan kesiapan yang memadai. Semisal kekuatan kepribadian islam (iman) pada setiap individu, literasi digital yang mumpuni, keamanan cyber yang terkendali, pengawasan informasi dan transaksi elektronik yang kuat, serta penegakan hukum yang mumpuni.
Semua ini bisa dikatakan lemah di bumi pertiwi dan ini merupakan bukti nyata kegagalan Negara dalam menjaga ketahanannya dan keamanan warganya. Seakan tidak percaya tapi ini fakta Yang terjadi di negeri ini.
Butuh adanya sebuah kedaulatan digital untuk bisa membasmi judol hingga ke akarnya. Tanpa adanya kedaulatan digital, maka sebuah negeri selamanya hanya akan menjadi pangsa pasar (objek) bagi negara-negara maju. Tidak terkecuali menjadi objek dalam pemasaran judol ini. Karena sudah lazim diketahui bahwa jaringan judol berskala global. Memiliki perputaran uang yang sangat besar. Sehingga para mafia judol mampu melakukan back up teknologi super unggul. Bahkan memiliki keamanan ruang digital (cyber security) yang mumpuni. Lantas bagaimana dengan kita? Silahkan direnungkan.
Islam Punya Solusi
Terbukti bahwa ternyata judi sudah ada sejak dahulu kala. Terbukti juga bahwa ternyata judi itu membawa sengsara. Orang yang berakal budi sudah pasti akan menjauhi judi. Terlebih bagi seorang muslim, maka semestinya tidak harus menunggu sengsara karena judi baru mau berhenti. Sebab syariat sudah mewanti-wanti bahwa haram hukumnya berjudi. Artinya pasti berbahaya, baik di dunia terlebih lagi di akhirat nanti.
Oleh karena itu, syariat islam memiliki seperangkat aturan untuk menutup rapat judi online. Di awali dengan perintah yang tegas terhadap penguasa (negara) untuk bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Di antaranya hadist Rasulullah SAW:
”Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. al-Bukhari Muslim)
”Sesungguhnya al-imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaannya).” (HR. Muttafaqun ‘Alayh, dll)
Jika Tuan yang berkuasa memahami seruan syariat ini, maka semestinya ia tidak akan merasa tenang sebelum rakyat yang ia pimpin berada dalam zona aman. Ia akan berjuang agar rakyatnya terhindar dari berbagai kemudharatan. Segenap jiwa raga bahkan nyawanya akan ia pertaruhkan demi amanah kepemimpinan yakni menjadi pelayan dan pelindung terbaik bagi rakyatnya. Bukan pecitraan melainkan dalam rangka mempersiapkan pertanggung-jawaban di hadapan pengadilan Allah SWT.
Jika spirit kenegaraan sudah seperti ini, maka selebihnya hanyalah perkara teknis yang akan sangat mudah diaplikasikan seperti meningkatkan ketakwaan individu masyarakat melalui keluarga, sistem pendidikan, dan informasi yang diedarkan.
Adanya kontrol dari masyarakat karena dorongan amar ma’ruf nahi munkar dengan dukungan penuh dari negara melalui ruang digital yang aman. Berikutnya penerapan syariah islam secara kaffah sehingga berlaku di dalamnya sistem sanksi berdasarkan wahyu ilahi yang ampuh memberikan efek jera.
Selain itu, negara juga harus serius menerapkan mekanisme penunjang untuk mencabut judol tanpa sisa dengan memberi fasilitas literasi digital secara merata kepada masyarakat berkaitan dengan pengetahuan hukum dan segala hal tentang digitalisasi.
Agenda literasi digital ini benar-benar menjadi program untuk mencerdaskan warga negara secara keseluruhan sehingga sifatnya bukan sekadar proyek semata. Negara menjamin dan memastikan bahwa setiap individu masyarakat telah memahami perihal literasi digital ini.
Selanjutnya negara akan menerapkan aturan informasi dan transaksi eletronik (ITE) beserta penegakan hukum (sistem sanksi) yang berdaulat sesuai syariat sehingga aturan dan hukum yang berlaku bukan berasaskan kepentingan dan manfaat.
Sebuah negara sejatinya memiliki kekuatan dan berdaulat dalam segala hal, tidak terkecuali dalam bidang digital. Apalagi di era kini, kedaulatan digital adalah perkara penting yang harus dan segera diwujudkan agar sebuah negara tidak menjadi objek sasaran kemudharat negara asing – melainkan menjadi sebuah negara yang mampu menjadi subjek menebarkan manfaat untuk seluruh alam.
Hanya saja, bisakah negeri kita mewujudkannya? Bisa, jika negeri ini mengambil dan mengimplementasikan islam sebagai sistem berbabgsa dan bernegara. Inilah PR besar kita bersama sebagai penduduk negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia.
Semoga kesadaran akan pentingnya kembali kepada aturan Ilahi segera terpatri bagi seluruh penduduk negeri. Sehingga persoalan judol beserta derivasinya dapat diatasi secara tuntas. Dengan demikian, ketahanan keluarga bahkan negara dapat terjaga. Aamiin![]
Comment