Abu Mush’ab Al Fatih Bala*: Online Game Hancurkan Kepakaran Generasi Muda?

Opini515 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Online Games (OG) sangat populer di Indonesia. Dimainkan oleh ribuan pemuda. Permainan daring ini dianggap mampu memberikan hiburan tersendiri bagi para pemainnya.

Namun untuk bermain OG bukanlah permainan yang gratis. Untuk mendownloadnya saja memerlukan uang yang banyak. Besaran OG berkisar dari 2 hingga 350 GB.

Jika harga 2 GB paket data seharga Rp.60.000 maka jumlah uang yang dikeluarkan berkisar antara Rp.60.000 hingga Rp.10.500.000. Menghabiskan kuota bila tidak menggunakan wifi.

Untuk beberapa OG yang menggunakan PC, biaya yang diperlukan untuk membuat satu akun bisa mencapai USD 75. Jika kurs Rupiah 14.000 maka biaya yang digunakan adalah 75×14,000
= Rp.1,050,000.

Untuk menarik minat pemain, OG menawarkan Gold (koin emas) dalam permainan. Yang apabila dijual akan menghasilkan uang yaitu kisaran Rp.1.000-2.000/1.000 Gold. Artinya untuk mendapatkan uang Rp.50.000 harus mengumpulkan koin sebesar 50.000 Gold.

Tidak gampang mengumpulkan koin sebanyak itu dalam sehari. Inilah mengapa pemain OG ketagihan walaupun harus bermain dari pagi hingga subuh keesokan harinya.

Dalam sejam bermain OG bisa menguras 250 MB data. Selain menguras isi dompet, OG menghabiskan energi dan sering membuat pemainnya emosional. Mudah tersinggung.

Belum ada riset yang membuktikan ada pemuda yang berprestasi karena bermain OG. Faktanya mereka sering bangun kesiangan dan prestasi anjlok di sekolah maupun kampus.

Karena banyak pemuda yang malas membaca buku literasi Indonesia ranking terbawah kedua di dunia. Indonesia menempati ranking 60 dari 61 negara dalam hal literasi dan membaca jauh dari Finlandia yang menempati ranking 1. Rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTS di bawah skor 65 dan SMA/SMK di bawah 70.

Padahal para pemuda di Indonesia sebenarnya memiliki segudang prestasi level dunia. Banyak pemuda Indonesia (yang bukan peminat OG) yang rajin belajar menjadi pemenang Olimpiade tingkat Internasional. Membawa pulang medali emas. Bahkan ada pemuda yang menemukan getah karet sebagai sumber listrik.

BJ Habibie, mantan Presiden Indonesia ke tiga, masa mudanya dihabiskan untuk belajar. Dia jarang bermain bersama anak-anak lainnya. Walhasil ketika dewasa sanggup membuat pesawat Gatot Kaca yang pernah menjadi ikon pesawat Nasional.

Bukan berarti bermain itu dilarang. Tergantung jenis permainannya. Banyak ilmuwan dan tokoh berpengaruh yang masa kecilnya diisi dengan permainan psikomotorik. Bukan yang melelahkan mata dan jari seperti OG.

Dalam ajaran Islam Allah SWT lebih menyukai seorang yang lebih Mukmin yang kuat daripada yang lemah. Kuat dalam aqidah, fisik dan kecerdasan. Menjadi Mukmin yang kuat bisa dilakukan dengan banyak berlatih dan belajar.

Tercatat dalam sejarah Islam, Sultan Muhammad Al Fatih pemuda berusia 21 tahun ini telah menjadi Hafidz Al Qur’an, Ahli Fiqh, bisa 7 bahasa asing dan pakar MIPA. Beliau mampu menaklukkan kota Konstantinopel pada usianya yang tergolong sangat muda.

Walhasil jikalau para pemuda mau meninggalkan permainan OG dan menghabiskan waktunya untuk belajar, berlatih dan bereksperimen, niscaya negara bisa lebih maju.

Akan hadir kader BJ Habibie dan Sultan Muhammad Al Fatih baru dengan beragam latar belakang profesi. Mereka akan menjadi mercusuar peradaban bukan saja bagi Indonesia tetapi seluruh dunia.

*Pengamat politik, asal NTT

Comment