Erni Yuwana*: Wajah Pendidikan Negeri, Akankah Guru Terganti?

Berita433 Views
Erni Yuwana
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Wajah pendidikan bangsa Indonesia sesungguhnya masih mencari jati diri. Sosok guru dalam negeri dirasa kurang lengkap untuk membentuk dan mencetak karakter generasi penerus bangsa. Sehingga Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani mewacanakan akan mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia. Menurut Puan, saat ini Indonesia sudah bekerja sama dengan beberapa negara untuk mengundang para pengajar, salah satunya dari Jerman.
Wacana yang digulirkan Puan ini menuai kritik dari Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli Rahim.  Ia mengatakan jumlah guru di Indonesia sudah mencukupi. Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim juga menilai wacana pemerintah mengundang guru dari luar negeri untuk menjadi tenaga pengajar di Indonesia keliru. “Menko PMK kurang bijak,” ujar Satriwan kepada reporter Tirto. Satriwan menyampaikan secara nasional kondisi Indonesia tidak kekurangan guru. “Bahkan menurut data, kita sudah oversupply guru dari sekitar 3,2 juta guru di berbagai tingkatan yang mengajar saat ini.” Menurut Satriwan, jika wacana tersebut digulirkan lantaran nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) masih terbilang rendah—dengan angka 67,00 dari skala 100 pada 2017—berarti perlu ada peningkatan kompetensi guru. Salah satunya, tambahnya, adalah dengan pemberian pelatihan. Lebih lanjut, Satriwan mengatakan jika impor guru benar-benar terealisasi, artinya pemerintah putus asa dalam memberdayakan guru dalam negeri. (Tirto.id, 12/05/2019)
Guru adalah gudang ilmu. Karena itulah, seorang guru adalah aset umat. Mereka lah harapan bangsa. Mereka lah tonggak peradaban. Kelak, cikal bakal peradaban negeri ini lahir dari genggaman tangan seorang pendidik. Namun, benarkah kegagalan menghasilkan generasi “unggul” yang diharapkan bangsa dikarenakan rendahnya nilai uji kompetensi guru? Apakah guru Indonesia dinilai tidak layak untuk mendidik generasi? Padahal pengorbanan para guru Indonesia sungguh luar biasa dan tidak ternilai harganya. Dengan gaji yang sangat minim hanya sekitar 150.000 rupiah sampai 500.000 rupiah untuk guru honorer, mereka menembus medan yang sangat berat menuju ke sekolah. Para guru Indonesia mengemban amanah dan tugas mendidik generasi dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan ketulusan. Lantas, benarkah  akar permasalahan sesungguhnya yang menyebabkan dunia pendidikan Indonesia enggan maju adalah karena sosok guru yang kurang mumpuni?
Guru Dan Sistem Pendidikan Ideal Bangsa
Generasi terbaik tidak lahir hanya dari guru terbaik, namun juga lahir dari sistem pendidikan terbaik. Yang menjadi pertanyaan, apakah Indonesia sudah menerapkan sistem pendidikan yang terbaik? Seperti apakah sistem pendidikan yang terbaik itu? Harus berkiblat ke negara maju mana kah untuk mendapatkan sistem terbaik tersebut? Atau kah dunia masih mencari sistem paling ideal yang mampu diterapkan?
Mari kita telaah sejarah pendidikan dan peradaban dunia. Ratusan tahun lalu, ketika dunia masih digerakkan oleh tinta pena, muncul generasi ilmuwan yang penemuannya menjadi cikal bakal teknologi canggih masa kini. Ilmuwan yang lebih dulu menemukan penemuan besar, jauh sebelum ilmuwan barat menemukannya. Ilmuwan tersebut berotak pintar, berkepribadian tinggi, berakhlak langit. Ilmuwan yang menjadikan masa itu sebagai masa keemasan, sementara Eropa masih berkubang pada masa kegelapan. 
Lahirnya ilmuwan tersebut tidak lepas dari sistem pendidikan yang luar biasa, sehingga tercetak ilmuwan seperti al-khawarizmi (penemu angka nol ),  Abbas ibnu firnas (peletak dasar teori pesawat terbang ), ibnu hayyan (ahli kimia, astronomi), ibnu sina (kedokteran), abu al rahyan (ilmu bumi, matematika, astronomi, antropologi, psikologi dan kedokteran ), abu ali hasan ibn al-haitsam (fisikawan terkenal dalam hal optik dan ilmu ilmiah), dsb. Mereka bukan hanya ilmuwan, tapi merangkap sebagai seorang ulama. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan rabbul Alamin, Allah SWT.
Pendidikan adalah hal yang paling utama dan pertama. Oleh karena itu, sistem pendidikan yang paling ideal harus memenuhi syarat beberapa poin, diantaranya:
Pertama, sistem pendidikan harus mampu menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara gratis. 
Kedua, guru harus mendapatkan gaji yang layak, yang mampu memenuhi seluruh kebutuhan baik primer maupun sekunder, bahkan tersier. Sehingga profesi guru adalah profesi utama. Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada seorang guru masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.
Ketiga, negara menyediakan fasilitas pendidikan. Negara wajib menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus, untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fiqh, ushul fiqh, hadits dan tafsir, termasuk di bidang pemikiran, kedokteran, teknik kimia serta penemuan, inovasi, dan lain-lain, sehingga di tengah-tengah umat lahir sekelompok mujtahid, penemu, dan inovator. 
Keempat, sistem pendidikan tersebut harus mampu membentuk pola pikir intelektual dan pola sikap Rabbani. Negara bersungguh-sungguh dalam menyelenggarakan pendidikan untuk memelihara akal, memelihara kehormatan, memelihara jiwa manusia, memelihara harta, memelihara agama, memelihara keamanan, dan memelihara negara.
Sistem Pendidikan Ideal Berbatas AturanNya
Lalu, bagaimana membentuk sistem pendidikan terbaik seperti itu? Bagaimana mengulang jaman keemasan kembali? Bagaimana? Jawabannya, itu hal yang mudah. Artinya, bisa dilaksanakan. Bukan kemustahilan. Karena kuncinya cuma satu, yaitu menerapkan aturan Allah SWT yang maha pencipta lagi maha pengatur dalam hal apapun, termasuk dalam pendidikan. Benar, Islam punya aturan yang sempurna, termasuk masalah pendidikan.
Tujuan asas pendidikan yaitu membangun kepribadian Islam, dengan cara menjalankan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan di seluruh aspek pendidikan melalui penyusunan kurikulum, pemilihan guru yang kompeten. Karena kualifikasi pencapaiannya harus diamati dalam kehidupan sehari-hari bukan sekedar menilai dengan jawaban-jawaban dalam ujian tertulis atau lisan. Pendidikan bukan hanya untuk kepuasan intelektual semata, tetapi membentuk kepribadian  Islam (pola pikir dan pola sikap islam).
Dalam sistem pendidikan terbaik Islam tidak terdapat sistem ujian tapi akan diadakan diskusi dan wawancara langsung bersama siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam mengajar dan pemahaman mengenai ilmu yang ia pelajari dan kreativitas serta keterampilannya dalam “mencipta” dan mengajarkan sesuatu. Itulah sekelumit tentang sejarah keemasan sistem pendidikan terbaik yang pernah ada di dunia. Yaitu sistem yang bersandar pada aturan pemilik semesta alam, Allah SWT. Saatnya kembali pada aturan Allah SWT dan menerapkan kembali sistem pendidikan terbaik untuk menghasilkan pribadi “unggul” pencetak peradaban emas nan mulia. Wallahu a’lam bi Ash Showab.[]
*Aktivis muslimah

Comment