Merindukan Pengelolaan Zakat Sesuai Syariat

Opini34 Views

 

Penulis: Novita Darmawan Dewi |  Mahasiswi Jurusan Manajemen Universitas Terbuka

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Ketua Baznas Kabupaten Bandung, Yusuf Ali Tantowi, di laman ketik.co.id, Kamis (2/1/25) menyebutkan bahwa pendapatan Baznas Kabupaten Bandung mencapai Rp12.182.278.925 sepanjang tahun 2024.

Ia mengakui salah satu potensi pendapatan terbesar zakat profesi dari ASN Pemkab Bandung dengan total mencapai 19.000 orang.

Bupati Dadang Supriatna mengaku optimistis, Baznas ini ke depan bisa lebih membantu dan meringankan beban masyarakat khususnya mereka yang kurang mampu – termasuk dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat Kabupaten Bandung.

Mendudukkan Zakat sesuai Syariat

Zakat adalah salah satu syariat dalam Islam untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan. Hanya saja, zakat bukanlah satu-satunya mekanisme Islam dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan. Jika dikatakan bahwa zakat dapat mengentaskan kemiskinan, hanya berlaku jika syariat lainnya diterapkan.

Kebutuhan manusia bukan hanya pada beras. Ada kebutuhan pokok lainnya, seperti pakaian dan tempat tinggal. Bahkan, pangan pun bukan hanya beras, individu membutuhkan sejumlah nutrisi lainnya yang berasal dari buah, sayur, dan lauk-pauk.

Semua ini akan dijamin pemenuhannya oleh Khalifah dengan cara mewajibkan para lelakinya bekerja. Oleh karenanya, syariat mewajibkan negara menciptakan lapangan pekerjaan.

Berbeda dengan hari ini, lapangan pekerjaan sangat sempit. Pemerintah pun sangat bergantung pada pengusaha untuk bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya.

Sebenarnya, semua ini bisa diselesaikan dengan pengelolaan SDA oleh negara yang bisa menjadi wasilah terserapnya pekerja.

Namun saat ini, hampir seluruh SDA strategis negeri ini dikuasai asing. Pengelolaan pekerjanya pun oleh asing. Lihatlah betapa derasnya pekerja asing yang masuk ke tanah air, di kala jutaan rakyatnya menganggur.

Oleh karenanya, syariat lainnya juga harus diterapkan, yaitu haramnya pengelolaan kepemilikan umum oleh swasta. Agar optimal, penyerapan tenaga kerja dan hasilnya bisa digunakan untuk kemaslahatan umat.

Kemaslahatan seperti pembuatan pembangunan sekolah dan rumah sakit, pembuatan jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, dan infrastruktur lainnya, hanya akan bisa dirasakan rakyat jika seluruh pembiayaannya berasal dari negara bukan asing (utang dan investasi).

Problem Zakat dibawah Pengelolaan Kapitalisme

Zakat ada pos penyalurannya sendiri, maka urgen sekiranya pembiayaan pembangunan menggunakan kas negara. Namun apa daya, kas negara (APBN) selalu saja defisit. Jangankan untuk membangun, menggaji para PNS pun negara kelabakan. Sumber pemasukan APBN yang melimpah dari SDA malah digondol asing. Mengapa ini terjadi? Ini karena kebijakan negeri ini disetir asing.

Zakat dalam sistem kapitalisme tidak akan bisa menjadi solusi terhadap permasalahan kemiskinan. Keberadaannya hanya menjadi alat untuk menutupi buruknya pengelolaan negara demokrasi kapitalistik.

Saat zakat dan wakaf dihitung detail, mengapa potensi kekayaan yang jauh lebih besar dari zakat, yaitu kekayaan sumber daya alam yang dikeruk asing, negara malah diam?

Islam Sebagai Solusi

Zakat termasuk ibadah yang pengaturannya bersifat tauqify (apa adanya). Pengaturan zakat sudah sangat jelas dipaparkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Tidak boleh ada yang dikurang ataupun ditambah, termasuk pendistribusian dan peruntukannya.

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS At-Taubah: 60).

Dari ayat di atas, jelas bahwa zakat hanya boleh didistribusikan kepada delapan asnaf. Pembangunan sekolah dan rumah sakit, ataupun pemberian modal pada UMKM kecil, bukanlah termasuk delapan asnaf ini. Dengan demikian, zakat fitrah maupun mal tidak boleh disalurkan pada hal yang demikian.

Pengelolaan zakat dikendalikan oleh negara di bawah pengaturan Baitulmal. Zakat termasuk salah satu sumber Baitulmal selain fai, kharaj, dan kepemilikan umum. Namun, tempatnya dipisah karena pos pengeluarannya hanya untuk delapan asnaf.

Jika kas Baitul Mal kosong, negara akan memungut dharibah (pajak) pada orang kaya saja. Berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme yang menjadi jantung APBN. Dharibah juga bersifat temporer, artinya pungutan selesai jika sudah terpenuhi.

Walhasil, yang menghalangi distribusi harta sejatinya adalah sistem kapitalisme itu sendiri sehingga kesenjangan menjadi masalah utama dalam sistem ini. Artinya, pengelolaan zakat tidak akan optimal dalam sistem ini karena kapitalismelah pangkal terciptanya problem kemiskinan ekstrem. Wallahu ‘alam.[]

Comment