Penulis: Ranti Nuarita, S.Sos. | Aktivis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Krisis air bersih kembali menjadi ancaman serius yang tak kunjung usai di sejumlah wilayah di Indonesia. Salah satunya seperti yang diwartakan oleh Kompas.com, Selasa (3/12/24) bahwa tak kurang dari 10.000 warga di wilayah Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, saat ini tengah menghadapi masalah krisis air bersih.
Menurut informasi krisis ini disebabkan karena putusnya pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang terletak di bawah laut akibat tersangkut jangkar kapal. Masalah krisis ini telah berlangsung tepatnya sejak 7 November 2024, dan berdampak signifikan pada kebutuhan air bersih masyarakat setempat.
Krisis air bersih menjadi ancaman nyata bagi masyarakat di berbagai daerah. Isu ini semakin meluas akibat sejumlah faktor, mulai dari monopoli sumber-sumber mata air untuk kebutuhan industri, alih fungsi lahan yang merusak daerah resapan air, juga pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dipicu oleh buruknya tata kelola lingkungan.
Belum cukup sampai di situ, masalah ini juga diperparah dengan industrialisasi yang tak terkendali, sehingga akses terhadap air bersih semakin sulit didapatkan oleh masyarakat.
Kapitalisme Akar Masalah Krisis Air Bersih
Bukan tanpa alasan, munculnya masalah krisis air bersih tidak lepas dari dampak bagaimana tata kelola sumber daya air yang dilakukan oleh pemerintah, dan diakui atau tidak sebetulnya dalam mengelola segala aspek kehidupan negeri ini menerapkan sistem kapitalisme. Penerapan sistem kapitalisme inilah yang memperparah krisis air bersih.
Sebab, dalam sistem ini air yang seharusnya menjadi kebutuhan dasar manusia justru dikomersialisasi demi keuntungan segelintir pihak. Monopoli atas sumber daya air oleh korporasi membuat masyarakat kesulitan mengakses air bersih yang berkualitas.
Negara bahkan bisa dikatakan telah gagal dalam mengurus kebutuhan rakyatnya, negara yang seharusnya berperan sebagai pengurus rakyat, justru bertindak seperti pedagang.
Alih-alih memperbaiki tata kelola air, pemerintah justru malah terlibat dalam mencari keuntungan dari kebutuhan mendasar rakyatnya, sistem ini memang meniscayakan terbentuknya penguasa atau pemerintah yang hanya peduli dengan korporasi, sementara warganya diabaikan.
Kondisi ini menunjukkan kegagalan negara dalam menjalankan fungsinya sebagai raa’in (penanggung jawab kebutuhan rakyat). Negara seharusnya memastikan seluruh warganya mendapatkan hak atas air bersih tanpa terkendala biaya ataupun akses.
Namun, dalam sistem kapitalisme, kepentingan pemilik modal atau para investor yang sejatinya pengeruk sumber daya alam negeri ini, lebih diutamakan daripada kesejahteraan masyarakat.
Islam Solusi Tuntas untuk Krisis Air Bersih
Islam sebagai sistem yang datang dari Sang Maha Pencipta, menawarkan solusi menyeluruh untuk mengatasi krisis air bersih. Adapun tata kelola sumber daya air dalam Islam dirancang untuk memastikan keadilan, keberlanjutan, juga kemaslahatan umat. Berikut mekanisme Islam dalam menyolusikan masalah krisis air bersih.
Dalam Islam, sumber-sumber air seperti mata air, sungai, laut, selat, teluk, dan danau adalah kepemilikan umum yang tidak boleh dimonopoli atau dikomersialisasi. Pengaturan ini merupakan perwujudan dari hadis Rasulullah saw. bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal: air, api, dan padang gembalaan.” (HR. Abu Dawud)
Hadis ini menegaskan bahwa air adalah hak bersama yang harus dikelola untuk kepentingan umum, bukan untuk keuntungan pribadi ataupun segelintir kelompok tertentu. Dalam sistem Islam, negara berperan menjaga sumber daya ini agar tetap dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, dan mencegah campur tangan asing atau swasta dalam hal pengelolaan sumber daya alam termasuk air.
Sebagai bentuk perwujudan dari mengurus urusan umat, negara yang menerapkan sistem Islam akan menentukan himma (kawasan perlindungan) di daerah hulu dan resapan air. Daerah-daerah ini akan dilindungi dari alih fungsi lahan dan aktivitas yang merusak ekosistem.
Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan air dalam jangka panjang serta menjaga keseimbangan ekosistem. Tidak sampai di situ saja negara pun akan mengelola sumber daya air secara terpusat dan adil.
Infrastruktur seperti jaringan perpipaan modern akan dikembangkan untuk mendistribusikan air bersih ke seluruh wilayah, termasuk daerah terpencil. Teknologi pengolahan air seperti desalinasi dan pemurnian air limbah juga akan dimanfaatkan untuk memastikan ketersediaan air bersih bagi semua.
Ini bukan hanya omong kosong semata, sejarah mencatat pada masa kejayaan Islam di Andalusia (Spanyol Muslim), kota-kota seperti Cordoba dan Sevilla memiliki sistem kanal dan aqueduct yang maju. Para insinyur muslim mengadaptasi teknologi Romawi dan menggabungkannya dengan inovasi baru untuk membangun jaringan air yang melayani kebutuhan domestik dan irigasi.
Selanjutnya sesuai dengan prinsip kepemilikan umum, air bersih akan disediakan secara gratis untuk seluruh rakyat. Hal ini mencerminkan tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Negara yang menerapkan sistem Islam pun akan terus mendorong pemanfaatan sains dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan umat, dalam konteks modern teknologi seperti pengelolaan air terpadu, sistem filtrasi canggih, dan inovasi energi terbarukan akan diadopsi untuk memastikan pasokan air bersih yang berkelanjutan.
Sungguh! Hanya dengan penerapan sistem Islam, masyarakat tidak hanya mendapatkan akses air bersih secara gratis, tetapi juga terlindungi dari eksploitasi sumber daya yang merusak lingkungan.
Solusi ini tidak hanya menyelesaikan masalah jangka pendek, tetapi juga memastikan keberlanjutan sumber daya air untuk generasi mendatang. Sudah saatnya kita mempertimbangkan penerapan sistem yang benar-benar berpihak pada kemaslahatan umat untuk mengatasi krisis air bersih secara mendasar. Wallahu’alam bisshowab.[]
Comment