Konten Pornografi Anak, Kok Bisa?

Opini45 Views

 

Penulis: Rizki Utami Handayani, S.ST | Pengajar Cinta Quran Center)

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tidak henti-hentinya masyarakat dibuat mengelus dada dengan berbagai berita di media masa. Di tengah-tengah kehidupan serba modern dan kemajuan teknologi yang semakin luar biasa, namun ternyata perilaku manusia semakin bejat saja.

Sejatinya teknologi yang berkembang sedemikian pesat, akses informasi yang bisa dengan mudah didapatkan bisa dipergunakan untuk mengembangkan diri, memperbanyak ibadah, serta menambah kapasitas diri agar berguna di dunia juga bahagia di kehidupan kedua, kampung akhirat – yang pasti kita akan pulang ke sana.

Bagi seseorang yang takut akan hisab kelak di akhirat tentu tidak akan terfikirkan melakukan kreatifitas yang kebablasan. Namun nyatanya ada manusia yang berperilaku bejat hanya demi uang dengan cara mengelola website tidak senonoh. Mengumpulkan konten-konten porno dewasa dan anak di bawah umur yang ada di berbagai media sosial, lalu dimasukan ke dalam website/ flatform instagram kemudian menjualnya.

Seperti dilansir laman media online www.nasional.sindo.news, diberitakan bahwa Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri telah membongkar dua kasus eksploitasi anak, dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi telegram. Tersangka mengunduh video konten asusila tersebut melalui berbagai sumber di internet, kemudian menjualnya kembali di grup telegram yang dibuat dan mematok harga mulai dari Rp50.000 hingga Rp250.000.

Berita senada dilansir pula oleh laman www.metro.sindo.news.com, Bareskrim Polri menangkap sebanyak 58 tersangka terkait kasus tindak pidana pornografi anak. Penangkapan ini berlangsung selama kurun waktu 6 bulan. Pengungkapan kasus ponografi online anak ini dimulai dari Mei sampai November 2024 dengan 47 kasus dan 58 tersangka.

Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Pornografi Anak, yang terdiri dari Direktorat Tindan Pidana Siber Bareskrim Polri, Direktorat Reserse Siber Polda jajaran, dan Subdit jajaran.

Salah satu tersangka ditangkap dengan modus operandi melakukan pencarian konten video porno, kemudian membuat website, dan mengunggah, serta mengelola website secara mandiri. Mabes Polri juga telah melakukan giat preemtif atau himbauan sebanyak 589 link kepada masyarakat.

Sebenarnya telah ada peraturan terkait permasalahan ini, yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 29: pelaku yang membuat, memproduksi, menyebarluaskan, memperdagangkan, atau menyediakan konten pornografi anak dapat dipidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp6 miliar.

Namun ternyata ancaman ini belum cukup memberikan efek rasa takut atau jera bagi para pelaku. Buktinya masih banyak yang melakukan tindak pidana kejahatan ini.

Maraknya pornografi anak menjadi salah satu potret suram kehidupan modern yang menunjukkan lemahnya fungsi pilar penjaga moralitas masyarakat.

Fenomena ini tidak hanya menunjukkan kegagalan individu menjaga integritas moral, tetapi juga merupakan cermin kegagalan sistemik yang berpangkal pada sekularisme. Sistem ini menciptakan kondisi yang memungkinkan degradasi moral terjadi secara masif, termasuk dalam bentuk eksploitasi anak demi materi.

Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, telah menciptakan ruang bagi kebebasan perilaku tanpa kendali moral. Dalam sistem ini, ukuran baik dan buruk ditentukan oleh manfaat materi semata, bukan oleh standar moral yang kokoh. Akibatnya, keimanan menjadi lemah karena nilai-nilai agama yang semestinya menjadi panduan hidup tidak lagi dijadikan prioritas.

Kebebasan perilaku yang tidak bertanggung jawab, seperti memproduksi dan mengonsumsi konten pornografi anak, adalah produk dari pandangan hidup yang mengutamakan keuntungan ekonomi daripada etika.

Sistem hukum untuk memberi efek jera terhadap pelaku pornografi anak memperparah situasi. Hukuman yang ringan dan lemahnya penegakan hukum menjadi faktor yang mendorong keberlanjutan praktik ini.

Tanpa mekanisme kontrol yang tegas, kejahatan ini terus berkembang, mengorbankan masa depan generasi penerus bangsa. Sistem sekuler juga memengaruhi kebijakan media yang lebih mementingkan profit daripada kualitas moral masyarakat.

Media menjadi salah satu sarana utama penyebaran konten pornografi. Dalam banyak kasus, media bebas menayangkan konten yang merusak tanpa memedulikan dampaknya terhadap generasi muda. Pornografi diperlakukan sebagai komoditas yang menguntungkan, sementara masa depan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa diabaikan.

Fenomena ini juga merupakan dampal buruk sistem pendidikan yang mengabaikan pembentukan ketakwaan. Pendidikan sekuler lebih berfokus pada pencapaian akademik dan keterampilan teknis tetapi gagal menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual. Akibatnya, generasi yang dihasilkan tidak memiliki landasan moral yang kuat untuk menolak godaan-godaan destruktif, termasuk pornografi.

Islam, sebagai sistem hidup yang komprehensif, memiliki mekanisme pencegahan yang sangat efektif terhadap bahaya pornografi. Salah satu prinsip utama dalam Islam adalah menjaga akal (hifzhul ‘aql), yang termasuk dalam maqashid syariah.

Untuk menjaganya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan, seperti kewajiban menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan, perintah untuk menjaga pandangan, serta aturan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang mencegah terjadinya pelecehan atau eksploitasi.

Dalam konteks media, Islam memiliki aturan tegas tentang apa yang boleh dan tidak boleh disiarkan. Konten yang merusak moral tidak akan dibiarkan beredar, apalagi dijadikan alat untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.

Islam juga memastikan bahwa masyarakat memiliki akses kepada hiburan sehat, mendidik dan sejalan dengan nilai-nilai keimanan. Sistem pendidikan dalam Islam berbasis akidah. Pendidikan tidak hanya bertujuan membentuk individu yang cerdas secara intelektual tetapi juga kokoh dalam keimanan dan berakhlak mulia.

Dengan pendekatan ini, generasi yang dihasilkan memiliki kekuatan menolak konten-konten destruktif dan mampu menjadi pelopor perbaikan di tengah masyarakat.

Di era digital, tantangan pornografi semakin besar karena akses yang sangat mudah melalui internet. Dalam Islam, perlindungan terhadap generasi dari konten yang merusak termasuk dalam tanggung jawab negara. Negara yang menerapkan Islam sebagai asas akan menerapkan sistem keamanan digital yang mampu memblokir akses terhadap situs-situs atau konten yang merusak moral masyarakat.

Teknologi digunakan untuk mendukung kebaikan, bukan sebagai alat penghancur generasi dan memiliki mekanisme pengawasan yang memastikan bahwa setiap pelaku kejahatan seksual, termasuk pornografi anak, mendapatkan hukuman yang setimpal. Penegakan hukum yang tegas ini akan memberikan efek jera sekaligus menjaga kehormatan masyarakat.

Sistem pendidikan Islam bertujuan membentuk generasi yang berkepribadian Islam, yaitu generasi yang pola pikir dan perilakunya didasarkan pada nilai-nilai Islam. Keimanan yang kokoh dan akhlak mulia menjadi fondasi utama dalam setiap aspek kehidupannya.

Generasi seperti ini tidak hanya akan menjauhi perbuatan maksiat, tetapi juga mampu menjadi teladan dalam masyarakat, membawa kebaikan dan rahmat bagi sesama.

Sebagai solusi, Islam menawarkan sistem yang holistik, meliputi mekanisme pencegahan yang ketat, pendidikan berbasis akidah dan penegakan hukum yang tegas. Negara dalam konsep Islam, tidak hanya mampu melindungi generasi dari kerusakan moral tetapi juga membentuk masyarakat yang menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Dengan oimplementasi Islam secara kaffah, masalah seperti pornografi anak dapat dihapuskan, dan generasi yang berkualitas dapat dibangun untuk masa depan banda dan negara yang lebih baik. Wallahu’alam bishowab.[]

Comment