Penulis: Ayu Khawlah | Aktivis Muslimah Maros
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Fenomena Fear of Missing Out (FOMO) kini menjadi salah satu tren yang mencolok di kalangan Generasi Z, mencerminkan betapa besar dampak interaksi berbasis teknologi terhadap psikologi dan perilaku komunikasi individu.
Generasi yang lahir dan tumbuh bersama perkembangan teknologi digital ini tidak hanya terhubung secara luas dengan berbagai platform sosial, tetapi juga terbentuk oleh dinamika sistem kapitalisme demokrasi yang menawarkan kebebasan tanpa batas. Sayangnya, sistem ini justru mengarah pada gaya hidup yang bebas, hedonistik, dan konsumerisme ekstrem.
Dari artikel yang dirilis Kompas dan Kumparan, terungkap bahwa gaya hidup FOMO yang melekat pada generasi ini semakin memperkuat ketergantungan terhadap utang yang tidak produktif dan konsumerisme yang didorong oleh eksklusivitas.
Misalnya, fenomena demam Monster Labubu menunjukkan bagaimana eksklusivitas produk menjadi daya tarik yang kuat, mendorong anak-anak muda untuk memiliki barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, tetapi dirasa penting demi memperoleh pengakuan sosial atau memenuhi keinginan semata.
Kapitalisme Demokrasi, Penyebab Gaya Hidup Materialistik
Sistem kapitalisme sekuler dan demokrasi liberal, dengan kebebasan yang ditawarkannya, menjadi salah satu alasan utama mengapa gaya hidup materialistik dan konsumerisme tumbuh subur di kalangan generasi muda.
Dalam sistem ini, kapitalisme menciptakan pasar yang selalu mencari cara untuk menarik perhatian masyarakat dengan menawarkan produk dan layanan baru setiap saat, sementara demokrasi liberal memberi ruang kebebasan individu untuk memilih gaya hidupnya sendiri.
Sayangnya, kebebasan ini tidak diiringi dengan regulasi yang cukup untuk melindungi generasi muda dari dampak negatifnya.
Sebagai generasi yang paling dekat dengan teknologi digital, Gen Z mengalami tekanan sosial yang lebih besar dibanding generasi sebelumnya. Media sosial tidak hanya menjadi sarana berbagi, tetapi juga arena bagi anak muda untuk mendapatkan perhatian, mengukur popularitas, hingga mencari eksistensi.
Maka tak heran jika kebutuhan untuk up-to-date dan mengikuti tren menjadi sangat penting bagi mereka. Akibatnya, FOMO pun hadir sebagai bentuk kekhawatiran jika mereka tertinggal, mendorong mereka untuk terus memperbarui barang, pengalaman, dan gaya hidup sesuai tuntutan pasar.
Dampak Buruk FOMO: Ketergantungan pada Utang dan Pengabaian Potensi.
FOMO pada generasi ini menghasilkan dampak yang tidak kecil. Artikel yang dirilis Kompas mencatat bahwa gaya hidup FOMO mengakibatkan ketergantungan terhadap utang yang tidak produktif.
Generasi Z yang terjebak dalam lingkaran ini akhirnya mengeluarkan uang yang tidak mereka miliki, mengambil utang untuk memenuhi keinginan membeli barang-barang yang sejatinya tidak mereka butuhkan. Tidak sedikit yang terjebak dalam aplikasi pinjaman online demi menjaga citra atau eksistensi di media sosial.
Lebih jauh, kecanduan gaya hidup yang mengutamakan kesenangan dunia sesaat ini berpotensi menghambat potensi generasi muda untuk berkarya dan berprestasi.
Di tengah tekanan mengikuti tren terbaru dan memiliki barang-barang yang dianggap “keren,” energi dan waktu yang dimiliki generasi Z habis demi mengejar hal-hal yang bersifat materialistik dan tidak bernilai jangka panjang.
Hal ini tentu merugikan mereka sendiri, karena mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan bakat dan potensi yang membawa manfaat lebih besar, baik bagi diri mereka maupun masyarakat.
Potret Kegemilangan Pemuda di Masa Kejayaan Pemerintahan Islam.
Dalam sejarah Islam, pemuda memegang peran besar mencetak peradaban gemilang. Di masa kejayaan pemerintahan Islam, pemuda dilihat sebagai aset utama yang membawa kejayaan dan perkembangan pesat dalam berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, seni, militer, dan kepemimpinan.
Mereka diberi kesempatan, pendidikan, dan arahan untuk mengembangkan potensi terbaik mereka, dengan dorongan pengabdian pada masyarakat dan umat.
Beberapa tokoh pemuda cemerlang lahir di era kejayaan sistem pemerintahan islam, yang memberi perhatian penuh pada pendidikan dan akhlak.
Salah satunya adalah Muhammad Al-Fatih, Sultan Ottoman yang terkenal dengan penaklukan Konstantinopel di usia yang sangat muda, 21 tahun.
Penaklukan ini bukan sekadar kemenangan militer, melainkan menjadi simbol kemajuan teknologi dan taktik militer pada masanya. Al-Fatih tumbuh di bawah bimbingan ulama dan pendidik yang menanamkan visi besar untuk kemaslahatan umat, hingga ia dikenal sebagai pemimpin yang adil, cerdas, dan berwibawa.
Selain itu, di era kekhalifahan Abbasiyah, pemuda-pemuda seperti Al-Khawarizmi dan Ibnu Sina berhasil mengukir nama besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Al-Khawarizmi, yang dikenal sebagai Bapak Aljabar, menulis karya-karya besar yang menjadi dasar bagi perkembangan matematika modern, sementara Ibnu Sina, pada usia belasan tahun, telah menulis karya medis yang mengubah dunia pengobatan.
Karya-karya mereka diterjemahkan dan dipelajari selama berabad-abad oleh ilmuwan Barat.
Pemuda di era kejayaan islam dikenal dalam dunia literasi dan sastra. Contohnya, Al-Jahiz yang pada usia muda menulis berbagai karya sastra yang berpengaruh, menunjukkan bagaimana Islam mendukung pengembangan bakat dan intelektualitas sejak dini.
Pemuda pada masa itu diarahkan tidak hanya menjadi individu berpengetahuan luas, tetapi juga memiliki jiwa pemimpin yang memahami kebutuhan dan tantangan masyarakat.
Pengalaman sejarah ini menunjukkan bahwa ketika pemuda diarahkan dengan benar dan berada dalam lingkungan yang mendukung, mereka mampu membawa perubahan signifikan bagi peradaban.
Melalui dukungan pendidikan yang berkualitas, kebijakan sosial yang adil, dan pembinaan akhlak yang kuat, pemuda di masa kejayaan Islam berhasil mencapai prestasi yang tidak hanya berguna bagi umat Islam, tetapi juga bagi seluruh umat manusia.
Dalam Islam, pemuda diakui memiliki potensi dan kekuatan yang luar biasa, bahkan diakui sebagai agen perubahan yang penting bagi kemajuan umat.
Islam menempatkan pemuda sebagai sosok yang dibekali energi, semangat, dan waktu yang melimpah untuk memperjuangkan kebenaran dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Ajaran Islam menekankan pentingnya pemuda memanfaatkan masa muda untuk mengembangkan diri dalam ilmu, ibadah, serta kontribusi nyata bagi umat.
Dalam konteks ini, Islam menawarkan solusi yang tidak sekadar mengatur perilaku individu, tetapi juga menata sistem kehidupan yang dapat menjauhkan pemuda dari pengaruh negative sistem kapitalisme dan demokrasi liberal.
Dalam Islam potensi manusia tidak diarahkan pada tujuan materialistik atau pemenuhan kebutuhan pribadi semata, tetapi diarahkan pada tujuan yang lebih tinggi, yakni pengabdian kepada Allah dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Islam memberikan jaminan atas kebutuhan dasar setiap individu, menumbuhkan keimanan, serta menempatkan pendidikan dan pembinaan aqidah dan akhlak sebagai prioritas utama.
Mereka akan dibina secara intensif sehingga para pemuda akan dicerdaskan melalui tsaqofah Islam politik yang menjadikan mereka peka terhadap berbagai permasalahan umat serta mampu memberikan solusi tuntas problematika kehidupan umat.
Selain sebagai agen perubahan dan pengemban dakwah, pemuda juga mampu menjadi para ahli atau intelektual di sektor-sektor kemaslahatan publik.
Dengan demikian, Islam mampu mendorong generasi muda untuk tumbuh menjadi individu yang berprestasi dan berkontribusi besar bagi peradaban. Wallahu A’lam Bishawab.[]
Comment