Pemimpin Baru : Belajar dari Khalifah Umar Bin Khattab

Opini71 Views

 

Penulis: Luthfiah Jufri, S.Si, M.Pd | Anggota Dharmayukti Karini Cabang Polewali

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kalau anak buah basah, pemimpin harus basah. Kalau anak buah kepanasan, pemimpin harus kepanasan. Kalau anak buah kelaparan, pemimpin harus merasakan lapar juga. Ini adalah asas kepemimpinan. (Prabowo Subianto : Presiden RI).

Sangat menarik quote  Prabowo Subianto, Presiden RI periode 2024-2029 yang telah dilantik Minggu, 20 Oktober 2024 lalu. Quote ini mengingatkan kita kisah sahabat Nabiyullah Muhammad saw yaitu Khalifah kedua, Umar Bin Khattab yang menangis karena rakyatnya dilanda kelaparan akibat paceklik.

Saat itu, yang dilakukan Umar adalah meminta bantuan kepada para wali/Gubernur di luar Wilayah Madinah untuk mendistribusikan sebagian hasil bumi di wilayahnya untuk dikirim ke Madinah. Hasil bumi tersebut lalu dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan dan Umar ra. sendiri yang terjun langsung membagikan makanan tersebut.

Umar ra. memiliki Wazir (Menteri/Pembantu Khalifah/Pemimipin) bernama Aslam yang terus mendampingi Umar ketika Beliau berpatroli setiap malam untuk memastikan bahwa rakyatnya tidak dalam keadaan lapar sebelum tidur. Bahkan Umar hanya memakan kurma setiap harinya, beliau menolak memakan daging karena tidak pantas dirasakannya jika rakyatnya masih ada yang kelaparan.

Kedua pejabat negara – Khalifah Umar dan Wazir Aslam ini adalah manusia yang sangat takut kepada Allah sehingga aktifitas mengurusi rakyatnya tidak lain untuk mencari Ridho Allah.

Jika melihat kepemimpinan saat ini, tentunya masyarakat Indonesia sangat berharap sosok pemimpin yang bukan hanya ‘omon omon  tetapi rakyat menanti realisasi kesejahteraan mereka dan segera keluar dari kelaparan-kemiskinan.

Mengutip dari laman berita Nasional, Muslimahnews.net (1/7/2024). Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional, krisis kelaparan ini bisa memengaruhi 7—16% penduduk.

Dengan jumlah penduduk Indonesia pada 2024 ini mencapai 281.603.800 jiwa, artinya sekitar 19 juta sampai 45 juta jiwa rawan kelaparan.

Bahkan, mantan presiden Jokowi, mengutip FAO, menyampaikan bahwa akan terjadi kelaparan hebat dan sekitar 50 juta petani akan mengalami kekurangan air pada tahun 2050. Jika petani kekurangan air, maka produksi pangan akan berkurang. Akibatnya. harga pangan akan meningkat. Untuk itu, Mentan menyebut Indonesia harus menggenjot produksi pangan.

Ini menjadi PR besar bagi Presiden baru rakyat Indonesia, untuk menyelesaikan problem kelaparan. Diharapkan tidak hanya fokus pada solusi teknis saja.
Produksi pangan memang harus digenjot untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, untuk menyelesaikan krisis kelaparan, harus ada jaminan bahwa setiap individu terpenuhi secara cukup, layak, dan halal.

Jika ditelisik, persoalan mendasar terjadinya kelaparan-kemiskinan akibat problem produksi yang terjadi di kalangan petani, bukan hanya pada level tersebut, melainkan ada hal yang lebih mendasar, yakni ketimpangan kepemilikan lahan akibat kapitalisasi lahan.

Selanjutnya, problem distribusi yakni tidak meratanya akses pasar pada seluruh pelaku pasar hingga akhirnya pasar dikuasai pemilik pasokan pangan raksasa, yaitu para korporasi kapitalis di sektor pertanian, baik sebagai produsen, distributor, maupun importir.

Kasus kelaparan-kemiskinan di era ini tentunya berbeda di era Umar bin Khattab, kelaparan yang menimpa rakyat/umat Islam saat itu akibat fenomena alam bukan kemiskinan struktural sehingga terjadi ancaman kelaparan sistemis. Hal ini terjadi sebagai ekses kapitalisme yang tidak sanggup memberi keadilan.

Kepemimpinan Umar bin Khattab ditopang oleh penerapan Islam secara menyeluruh, Islam memiliki paradigma kepemimpinan politik ekonomi Islam, termasuk di dalamnya politik pangan dan pertanian yang menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar bagi setiap individu rakyat.

Dalam sistem pemerintahan Islam, khalifah berkewajiban memastikan agar rantai distribusi berjalan lancar tanpa ada kecurangan. Untuk itu, negara harus benar-benar hadir mengawasi supaya masyarakat secara keseluruhan bisa mengakses bahan pangan dengan harga terjangkau.

Selain itu, negara harus menyediakan berbagai fasilitas dan infrastruktur pendukung, seperti jalan, jembatan, modal transportasi, dan sarana-sarana distribusi lainnya agar distribusi berjalan lancar.

Jadi, solusi terhadap krisis kelaparan adalah hadirnya kepemimpinan Islam yang sahih dengan visi riayah (pengurus-red.) urusan rakyat dan menjalankan fungsinya secara benar, yakni sebagai raain (pelayan-red.) dan junnah (pelindung-red.) bagi rakyat.

Semoga pemimpin kita saat ini bisa mengambil ibrah dari kisah kepemimpinan Umar Bin Khattab dan mengikuti konsep kepemimpinan beliau. Aamin ya Rabbal’alamin.[]

Comment