Tunjangan Rumah Dinas DPR: Pemborosan Anggaran di Tengah Kesulitan Rakyat?

Opini12 Views

 

Penulis: Endah Dwianti, S.E., CA., M.Ak. | Pengusaha

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Baru-baru ini, laman kompas.com (11/19/24) menulus, wacana tunjangan rumah dinas untuk anggota DPR menjadi sorotan publik. Menurut Indonesian Corruption Watch (ICW), jika tunjangan ini diimplementasikan, negara berpotensi memboroskan anggaran hingga Rp2 triliun setiap tahun.

Padahal, fasilitas rumah dinas sudah disediakan oleh negara, sehingga pemberian tunjangan perumahan ini justru memunculkan pertanyaan tentang urgensinya dan efisiensi penggunaan anggaran. Isu ini menjadi lebih relevan ketika rakyat dihadapkan pada berbagai tantangan ekonomi, sementara anggota DPR terus mendapatkan berbagai fasilitas istimewa.

Tunjangan yang Memperberat Beban Negara

Tunjangan rumah dinas bagi anggota DPR menambah panjang daftar fasilitas yang diterima oleh mereka. Dalam teori, tunjangan ini diberikan agar anggota dewan dapat menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat dengan lebih baik, termasuk dalam hal memfasilitasi mereka untuk menjalankan tugas-tugas legislasi, pengawasan, dan anggaran.

Namun, dalam realitasnya, ICW sebagaimana ditulis kompas (12/10/24) menilai bahwa pemberian tunjangan perumahan ini hanya memperkaya anggota dewan. Sama sekali tidak terlihat dampak langsung pada peningkatan kinerja mereka sebagai wakil rakyat.

Di sisi lain, pemberian tunjangan ini menimbulkan persoalan pengawasan yang lebih rumit. Ketika dana ditransfer langsung ke rekening pribadi anggota dewan, pengawasan terhadap penggunaan dana ini menjadi sulit dilakukan.

Hal ini menimbulkan potensi penyalahgunaan karena tidak ada mekanisme yang jelas untuk memastikan bahwa tunjangan tersebut digunakan sesuai dengan tujuan awalnya. Jika fasilitas rumah dinas sudah ada, apakah tunjangan ini benar-benar diperlukan? Atau hanya menjadi ajang pemborosan anggaran negara?

Ironi di Tengah Kesulitan Rakyat

Hal yang membuat tunjangan ini semakin ironis adalah fakta bahwa banyak rakyat Indonesia masih berjuang untuk memiliki rumah yang layak. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kepemilikan rumah di Indonesia masih rendah, terutama di kalangan pekerja dengan penghasilan rendah dan menengah.

Program Tapera, yang mengharuskan pekerja menyisihkan sebagian dari gaji mereka untuk iuran kepemilikan rumah, justru menambah beban finansial mereka. Sementara itu, anggota DPR yang sudah mendapatkan banyak fasilitas, masih diberikan tunjangan tambahan untuk perumahan.

Dalam konteks ini, keputusan DPR untuk terus meningkatkan tunjangan mereka terlihat tidak sejalan dengan kondisi nyata yang dihadapi rakyat. Anggota dewan seharusnya peka terhadap situasi ekonomi yang semakin sulit.

Terutama ketika banyak rakyat terpaksa hidup dalam ketidakpastian. Kebijakan yang terus memperkaya elite politik ini hanya memperdalam jurang ketidakadilan sosial.

Pandangan Islam: Wakil Rakyat sebagai Amanah

Dalam Islam, konsep wakil rakyat diwakili oleh Majelis Ummah, yang peran dan fungsinya berbeda dengan anggota dewan dalam sistem demokrasi. Anggota Majelis Ummah bertindak murni sebagai wakil umat, bukan wakil partai politik atau kepentingan pribadi.

Mereka menjalankan tugasnya atas dasar keimanan dan kesadaran penuh akan tanggung jawab yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah di akhirat kelak. Tugas utama mereka adalah menyampaikan aspirasi umat dan memastikan bahwa kebijakan negara sejalan dengan syariat Islam.

Peran ini berbeda dengan fungsi anggota DPR dalam sistem demokrasi yang sering kali dipengaruhi oleh kepentingan partai dan kelompok. Anggota Majelis Ummah tidak diberi keistimewaan materi oleh negara karena kesadaran bahwa posisi mereka adalah amanah, bukan kesempatan untuk memperkaya diri.

Islam juga mengatur secara jelas tentang harta, kepemilikan, dan pemanfaatannya. Pemimpin dan pejabat negara tidak boleh menggunakan harta negara untuk kepentingan pribadi. Setiap harta yang diberikan kepada mereka harus bisa dipertanggungjawabkan.

Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khattab sangat berhati-hati dalam menggunakan harta negara. Ia sering kali menolak menerima tunjangan atau fasilitas yang berlebihan karena menyadari bahwa harta tersebut adalah amanah yang harus dijaga. Pemimpin dalam Islam diharapkan hidup sederhana dan mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi.

Solusi: Kembali pada Sistem yang Adil

Kasus tunjangan rumah dinas DPR ini hanya satu dari sekian banyak contoh bagaimana sistem demokrasi sering kali gagal dalam menciptakan keadilan sosial. Umat Islam perlu menyadari bahwa sistem yang ada saat ini tidak memberikan solusi yang hakiki bagi permasalahan mereka. Hanya dengan kembali kepada syariat Islam, umat dapat menemukan solusi yang adil dan seimbang.

Dalam Islam, harta negara harus dikelola dengan bijak dan digunakan untuk kepentingan umat, bukan untuk memperkaya segelintir elite. Selain itu, wakil rakyat harus memiliki kesadaran bahwa mereka adalah pelayan umat, bukan penguasa yang berhak mendapatkan segala fasilitas.

Dengan demikian, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, di mana wakil rakyat benar-benar berfungsi sebagai penyambung lidah rakyat, bukan sebagai golongan yang hanya mendahulukan kepentingan pribadi dan melupakan tugas utama sebagai pelayan umat. Wallahu’alam bisshowab.[]

Comment