Suara Lirih Guru, Denyut Nadi Peradaban

Opini192 Views

 

 

Penulis: Poppy Kamelia P.BA(Psych), CBPNLP, CCHS, CCLS | Islamic Parenting Coach, Penulis, Pegiat Dakwah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Setiap tanggal 5 Oktober, dunia memperingati Hari Guru sebagai momen refleksi untuk menghargai dan memperkuat peran guru dalam kehidupan sosial dan pendidikan.

Tahun ini, tema yang diusung adalah “Valuing teacher voices: Towards a New Social Contract for Education” atau “Menghargai Suara Guru: Menuju Kontrak Sosial Baru untuk Pendidikan.” Tema ini menggarisbawahi pentingnya suara guru dalam membentuk masa depan pendidikan yang lebih baik, (detiknews, 5/10/2024). Namun, realitas yang dihadapi guru di Indonesia sering kali jauh dari ideal.

Guru, sebagai pilar utama pendidikan, menghadapi berbagai tantangan. Di satu sisi, mereka diharapkan menjadi agen perubahan, membentuk karakter siswa, dan menyiapkan generasi masa depan.

Namun, di sisi lain, mereka kerap terabaikan, baik dalam hal kesejahteraan, perlindungan, maupun penghargaan atas profesinya. Persoalan ini bukan hanya tentang gaji yang belum mencukupi untuk kehidupan yang layak, tetapi juga tentang tekanan kurikulum yang membingungkan dan kehidupan sekulerisme yang semakin menggerus nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang guru.

Krisis Penghargaan Terhadap Guru

Guru di Indonesia menghadapi berbagai persoalan yang kompleks dalam menjalankan tugas mulianya. Salah satunya adalah masalah gaji yang belum mampu menjamin kesejahteraan mereka, membuat banyak guru harus mencari tambahan penghasilan di luar profesi utama.

Selain itu, kurikulum yang terus berubah sering kali membingungkan, dan cenderung menjauhkan siswa dari pendidikan akhlak dan perilaku utama yang seharusnya menjadi fondasi pendidikan.

Tak hanya itu, tekanan hidup yang tinggi, baik dari segi tuntutan pekerjaan maupun kondisi sosial-ekonomi, menambah beban berat di pundak para guru.

Dalam situasi seperti ini, dedikasi dan perjuangan mereka sering kali tak dihargai sebagaimana mestinya, padahal mereka adalah pilar penting dalam mencetak generasi masa depan.

Guru sering kali hanya dipandang sebagai “faktor produksi” dalam sistem pendidikan yang sekuler dan kapitalistik. Mereka tidak lebih dari alat untuk menghasilkan siswa yang dianggap berhasil dalam angka-angka nilai, bukan dalam pembentukan karakter.

Hal ini sangat bertentangan dengan hakikat pendidikan yang seharusnya membentuk manusia yang utuh: cerdas secara intelektual, emosional, dan moral.

Kondisi ini semakin diperparah dengan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Ironisnya, dalam beberapa kasus, guru justru menjadi pelaku kekerasan, baik fisik maupun psikologis, terhadap siswa.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) seperti ditulis Kompas.com (28/9/2024), mencatat sedikitnya 101 korban kekerasan seksual yang terjadi di satuan pendidikan pada Januari hingga Agustus 2024. Adapun sepanjang 2023, jumlahnya tercatat dua kali lipat, yakni 202 anak.

Situasi ini memperlihatkan bahwa sistem pendidikan kita tidak hanya gagal mendukung kesejahteraan guru tetapi juga gagal memberikan perlindungan yang layak bagi siswa. Tragedi seperti ini memperlihatkan betapa jauhnya kita dari pendidikan yang humanis dan memanusiakan manusia.

Sebagai refleksi, Hari Guru Dunia sejatinya menjadi titik balik untuk memperbaiki kondisi guru di Indonesia. Bukan hanya sekadar memperingati, tetapi benar-benar memperhatikan apa yang dibutuhkan oleh para guru agar mereka bisa menjalankan peran dengan baik.

Islam, Sistem Pendidikan yang Menghormati dan Memuliakan Guru

Islam memiliki pandangan yang sangat luhur terhadap pendidikan dan peran guru. Dalam Islam, guru dipandang sebagai pembimbing yang tidak hanya bertanggung jawab pada pengajaran akademis, tetapi juga pada pembentukan akhlak mulia.

Mereka adalah pembentuk syakhsiyah Islamiyah (kepribadian Islami) dalam diri para siswa. Oleh karena itu, guru dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat mulia dengan tanggung jawab besar.

Sistem pendidikan Islam memberikan perhatian yang sangat tinggi terhadap kesejahteraan guru. Dalam sejarahnya, para guru diberikan gaji yang layak dan penghargaan sosial yang tinggi.

Sebagai contoh, dalam masa keemasan peradaban Islam, guru adalah salasatu profesi yang paling dihormati di masyarakat. Mereka tidak hanya diberi kesejahteraan material tetapi juga kehormatan moral karena peran strategisnya membangun peradaban.

Nilai-nilai Islam yang menekankan pentingnya pendidikan, pengetahuan, dan penghargaan terhadap para pendidik sangat memengaruhi kesejahteraan guru dalam sejarah peradaban Islam. Ulama dan guru menerima penghargaan dan kompensasi yang layak atas kerja mereka menyebarkan agama dan ilmu pengetahuan.

Pada umumnya, masyarakat Islam memberikan penghargaan yang tinggi terhadap pekerjaan guru dan memberi dukungan keuangan untuk memastikan bahwa pengajaran terus berlangsung.

Tidak hanya itu, Islam juga menetapkan kriteria yang sangat tinggi bagi para calon guru. Mereka harus memiliki kemampuan intelektual yang mumpuni dan karakter yang mulia, karena mereka akan menjadi pembimbing generasi masa depan.

Mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah, memahami tanggung jawab besar yang mereka emban, dan selalu berusaha mendidik dengan penuh kesadaran bahwa setiap ilmu yang diajarkan akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah.

Selain kesejahteraan dan penghormatan, sistem pendidikan Islam juga menciptakan lingkungan yang mendorong terciptanya rasa aman dan damai bagi para siswa dan guru.

Dalam Islam, hubungan antara guru dan siswa tidak boleh didasarkan pada kekerasan atau paksaan, tetapi pada kasih sayang, pemahaman, dan rasa hormat. Ini adalah pilar penting dalam upaya membentuk generasi cerdas, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi masyarakat.

Suara Guru untuk Masa Depan Pendidikan

Revitalisasi peran guru di Indonesia tidak bisa hanya berbicara soal perbaikan kurikulum atau pemberian gaji yang lebih baik. Lebih dari itu, kita harus mendengarkan suara para guru. Mereka yang sehari-hari berinteraksi dengan siswa, yang tahu betul apa yang dibutuhkan oleh setiap anak untuk berkembang.

Dalam konteks tema Hari Guru Dunia tahun ini, suara guru harus dihargai, didengar, dan dijadikan landasan dalam setiap kebijakan pendidikan yang dibuat.

Kita harus memahami bahwa pendidikan bukan hanya tentang angka-angka dan nilai akademis, tetapi tentang pembentukan manusia seutuhnya. Guru adalah kunci dari proses tersebut.

Mereka adalah garda terdepan untuk menciptakan generasi yang siap menghadapi tantangan zaman. Namun, untuk bisa menjalankan peran tersebut, mereka perlu didukung, baik secara material maupun moral.

Dengan demikian, refleksi Hari Guru Dunia bukan hanya tentang memperingati, tetapi juga tentang melakukan perubahan nyata. Kita perlu memperbaiki sistem pendidikan kita, mengembalikan martabat guru, dan memastikan bahwa mereka bisa menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya.

Jika kita gagal menghargai dan mendukung guru, maka kita juga gagal membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.

Mari kita jadikan momentum Hari Guru Dunia ini sebagai titik balik untuk memperjuangkan pendidikan yang lebih baik, dengan menghormati peran guru sebagai pembentuk masa depan bangsa.

Islam telah memberikan contoh bagaimana sistem pendidikan yang memuliakan guru dapat membentuk peradaban yang unggul.

Kini, saatnya kita mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata. Wallahu A’lam Bisshawaab.[]

Comment