Prof Didik J Rachbini: Partai Politik Lebih Mirip Perseroan Terbatas

Politik42 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — LP3ES dan Universitas Paramadina menggelar diskusi panel bertema
“Demokrasi Internal dan Oligarki Partai” melalui zoom meeting, Jumat, (27/9/2024).

Dalam diskusi tersebut hadir para pembicara antara lain Wijayanto (Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES), ⁠Herdi Sahrasad (Dosen Universitas Paramadina), ⁠Aisah Putri Budiarti (Associate Researcher LP3ES) dan Septa Dinata (Dosen Universitas Paramadina) sebagai moderator.

Rektor Universitas Paramadina, Prof Dr Didik J Rachbini yang hadir dalam kesempatan tersebut memberi lead diskusi sebagai pengantar.

Didik mengatakan, demokrasi internal tidak pernah disentuh. Seolah-olah itu adalah taken for granted yang terjadi di hulu/partai. Akibatnya partai politik saat ini lebih mirip perseroan terbatas atau milik keluarga.

“Jadi jika demokrasi internal dalam partai tidak ada, bagaimana mau masuk ke ranah publik secara luas?” Ujarnya sebagai pengantar.

Kecuali, lanjutnya, bisa demokratis jika dipaksa oleh aturan main atau tekanan-tekanan publik, atau ada sensor/skrining/saringan untuk membersihkan ‘’kotoran-kotoran kepentingan’’ itu. Namun jika tidak ada saringan itu, maka tidak bisa.

Saringannya itu, lanjutnya, adalah check and balances, kontrol publik, transparansi dan seterusnya. Jadi demokrasi internal di dalam partai itu tidak terjadi karena sebab dari para elit partai. Bahwa seolah-olah ada titisan-titisan seperti Megawati adalah titisan Soekarno.

Hal tidak demokratisnya internal partai itu juga karena tidak ada exercise yang transparan karena semua untuk ketua partai. Misalnya otak (pemikir, red) dari 100 orang partai hanya ditentukan oleh satu orang ketua partai. Sehingga keputusan-keputusan di DPR yang sudah jelas tidak demokratis lebih disebabkan oleh demokrasi internal partai yang memang sudah tidak ada.

Solusi

Didik mengatakan, solusi dari tidak adanya demokrasi internal partai adalah:

Pertama, Regenerasi. Sayangnya dulu regenerasi yang telah dimulai oleh Anas Urbaningrum dkk, akhirnya terkena juga kasus korupsi.

Kedua, harus dibuat satu sistem yang berbasiskan teknologi ketat, sehingga keuangan partai tidak lepas dari teknologi yang transparan. Tidak boleh lagi pembelian dengan uang kertas. Seperti ketika kita gunakan kartu kredit yang mudah diawasi.

“Memang ada aturan-aturan main tentang perparpolan kita khususnya dalam hal penggunaan keuangan. Tapi aturan-aturan itu telah dilumpuhkan ketika KPK dimandulkan oleh Jokowi dkk. Pegawai KPK pun sudah jadi ASN.” Imbuhnya.[]

Comment