Oligarki Beras dan Nestapa Petani Indonesia

Opini51 Views

 

 

Penulis: Maziyahtul Hikmah, S.Si | Aktivis Dakwah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Harga beras saat ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kenaikan ini bukanlah semata-mata dipicu dari fluktuasi pasar atau faktor alam, melainkan terdapat jaringan oligarki yang telah menguasai sektor pertanian dari hulu hingga hilir. Permainan kotor ini pada akhirnya harus mengorbankan petani dengan membebankan biaya produksi yang mahal pada pengelolaan lahan pertanian.

Alih-alih memberikan dukungan, pemerintah justru membuka keran impor beras dari luar negeri sehingga produksi beras lokal kalah bersaing dengan beras impor.

Ketergantungan petani terhadap pupuk kimia impor dengan harga yang terus meroket, serta akses yang terbatas terhadap teknologi pertanian modern membuat kondisi petani semakin memprihatinkan.

Sementara itu, para oligarki dengan kejamnya memainkan monopoli dan spekulasi harga di pasar hingga meraup keuntungan besar di tengah penderitaan petani dan konsumen.

Sistem pemerintahan kapitalisme menempatkan negara hanya sebagai regulator, bukan sebagai pengurus kemaslahatan umat. Hal ini menjadikan negara tidak pernah menajamkan perannya secara langsung untuk terjun dalam menyelesaikan problematika yang ada di tengah umat.

Kebijakannya akan terus menerus bergantung pada kepentingan oligarki karena sejatinya yang berkuasa di balik pemerintahan adalah para oligarki.

Melihat realitas berjalannya sistem di negara kita, hampir dapat dikatakan mustahil jika kita ingin mewujudkan sebuah ketahanan pangan dengan mengandalkan produktivitas lokal. Hal ini akan sangat bertentangan dengan kepentingan oligarki yang berorientasi meraup keuntungan besar di tengah masyarakat.

Oligarki akan memaksa pemangku kebijakan untuk menjadikan segala sektor kemaslahatan umat menjadi ajang bisnis, termasuk di antaranya sektor pertanian.

Sementara Islam jelas memiliki pengaturan yang sama sekali berbeda dengan sistem kapitalisme. Islam menempatkan penguasa sebagai periayah urusan umat. Sehingga segala hal yang berhubungan dengan kemaslahatan umat wajib diselesaikan secara langsung oleh pemerintah.

Sistem politik dalam Islam mengharuskan negara memiliki kedaulatan secara penuh dalam setiap kebijakannya. Negara Dalam konsep  Islam tidak diperbolehkan memiliki ketergantungan terhadap negara lain, terlebih jika hal itu menyangkut sektor kebutuhan primer manusia.

Melalui sistem pendidikan komprehensif yang pembiayaannya ditunjang dari pos pengelolaan kepemilikan umat, negara wajib mewujudkan iklim pembelajaran dan penelitian yang mendukung terkait pengembangan sektor pertanian secara mutakhir. Baik pemanfaatan teknologi, pengelolaan lahan pertanian, hingga pemasarannya dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat.

Negara tidak akan membuka keran impor dari negara lain selama kebutuhan tersebut dapat dipenuhi secara mandiri. Bahkan negara wajib mewujudkan kemandirian tersebut. Mekanisme harga juga diserahkan kepada mekanisme pasar tanpa melibatkan pihak tengkulak atau oligarki yang berpeluang besar memainkan harga pasar.

Pemanfaatan sektor ekonomi juga wajib meniadakan aspek nonriil demi mencegah manipulasi harga pasar berdasarkan spekulasi. Pemanfaatan lahan pertanian akan diawasi secara langsung dan negara mencegah adanya tanah mati tanpa pemanfaatan.

Dengan cara tersebut, mewujudkan ketahanan pangan bagi negara Islam merupakan hal yang sangat mudah untuk direalisasikan. Lapangan kerja bagi masyarakat juga akan terbuka luas dengan banyaknya lahan yang harus dikerjakan, sehingga dengan pendapatan yang stabil maka daya beli masyarakat juga akan meningkat.

Demikianlah Islam telah mewujudkan ketahanan pangan melalui atiran dan sistem kehidupan yang berasaskan akidah Islam. Sistem ini telah terbukti mampu mensejahterakan rakyat yang bernaung di bawah aturan yang satu, yakni Islam.

Penguasa mengemban amanah sebagai periayah umat dengan kesadaran bahwa jabatan dan kekuasaan adalah amanah yang kelak akan dipertanyakan pertanggung-jawaban kelak di hari kiamat.

Keimanan yang menghujam ini, akan mencegah setiap pemangku kebijakan berlaku zalim terhadap rakyatnya. Bukankah sistem kapitalisme telah mempertontonkan kerusakan dan kebusukannya di hadapan kita? Lantas kenapa kita masih enggan untuk menanggalkannya dan menggantinya dengan sistem Islam? Wallahua’lam bisshowab.[]

 

Sumber:

Harga Beras Naik pada Pekan Ketiga September (rri.co.id)

Menghapus dwifungsi oligarki (itb-ad.ac.id)

Impor Beras Lagi, “Standing Position” Negara pada Oligarki, Bukan Petani (muslimah news.net)

Harga Beras Melangit, Hidup Rakyat Makin Sulit (tintasiyasi.id)

Buku Sistem Ekonomi Islam (Karangan Taqiyuddin an-Nabhani)

Comment