Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo Mustahil Tumbuh 8% Tanpa Industrialisasi

Ekonomi51 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Universitas Paramadina dan INDEF menggelar Diskusi Panel Dengan tema “Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo Mustahil Tumbuh 8% Tanpa Industrialisasi” melalui zoom, Ahad (22/9/24).

Diskusi tersebut dihadiri para pembicara seperti Wijayanto Samirin, MPP (Ekonom Universitas Paramadina), Prof. Didin S. Damanhuri (Guru Besar Universitas Paramadina),  Dr. Eisha Maghfiruha Rachbini, S.E., M.Sc (Direktur Program INDEF) dan Prof. Didik J. Rachbini (Rektor Universitas Paramadina) yang memberi pengantar diskusi dan Dr. Didin Hikmah Perkasa (Sekretaris Program Studi Magister Manajemen) sebagai moderator.

Dalam pengantar diskusi tersebut, Prof Didik J Rachbini menyampaikan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia 7 – 8% di era Prabowo pasti tidak mudah, bahkan mustahil jika tidak ada strategi kebijakan yang optimal.

Indonesia menurutnya, harus menjalankan kebijakan outward looking yang targetnya adalah bersaing di pasar internasional dengan meningkatkan produktivitas dan berlevel global, bukan hanya pasar lokal. Targetnya semua negara maju dan negara berkembang yang sekarang telah lepas dari middle income trap. Salah satu contohnya adalah Malaysia.

Kondisi saat ini tambah Rektor Universitas Paramadina ini dibandingkan dengan era 80 an tentu berbeda. Proteksi di masing-masing negara menguat,namun bukan tidak mungkin di Asia Barat atau Timur Tengah, Afrika Utara dan Afrika merupakan pasar-pasar baru yang bisa dijadikan target pasar.

Menurut Didik, ada 7 langkah penting yang harus dilakukan oleh pemerintahan Prabowo yang jika tidak dilakukan akan menyulitkan target pertumbuhan ekonomi. Jika bisa tumbuh 6,5 – 7% itu satu hal yang baik tapi jika hanya 5% ke bawah, Indonesia tidak akan bisa kemana-mana dan tetap jadi middle income country di level bawah.

“Jika ingin berhasil, juga harus ada tim yang super dan tidak politicking atau techno politician yang bukan politisi tapi teknokratis. Bukan politisi memble yang tidak punya wawasan dan visi. Technokratik sudah dijalankan pada era 80an oleh Widjojo Cs dan menghasilkan pertumbuhan 7 – 8 %.’ Ujar Didik.

Berikut 7 langkah yang disampaikan Prof. Didik J. Rachbini:

Pertama, Stabilitas Makro. Meliputi fiskal yang sekarang utang naik dengan besar sekali, dan harus dicari cara jika utang banyak maka income tax rationya harus naik. Jika mencicil dan menghabiskan 50% dari income kita, lalu pendapatan kita dinaikkan dua kali lipat, maka cicilan yang 50% hanya tinggal 50% sehingga ketergantungan pada utang menghilang. Inflasi exchange rate atau nilai tukar dan sukubunga. Sementara Bank Indonesia saat ini hanya diam saja tidak punya beban kerja berat, akibat enak saja mematok suku bunga yang tinggi dan hanya berfokus pada stabilitas pada sektor moneter saja.

Kedua, Kebijakan perdagangan. Tidak bisa kebijakan kuota diseret-seret di parlemen. Untuk kebutuhan masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan perlindungan petani malah dikuotakan. Itu suatu hal yang berat. Dulu di era orba tentang trade policy, semua duta besar diberi tugas, yaitu Market Access. Jadi jika ekspor naik maka duta besar itu dianggap berprestasi.

Ketiga, Tariff, harus dinegosiasikan dengan pihak luar, misalnya ekspor tekstil kita ke EROPA jika dibandingkan ke Vietnam, Amerika dan lainnya, kita kena pajak dua kali lipat.Insentif ekspor dengan suku bunga tinggi seperti sekarang akan sulit.

Keempat, Identifikasi ekspor menuju industrialisasi juga harus dilakukan. Faisal Basri tidak setuju dengan hilirisasi karena istilah akademiknya adalah industrialisasi.

Ada studi Eisha M Rachbini tentang kelapa sawit di mana turunannya bisa 80 an jenis produk. Malaysia sudah punya lebih 100 turunan produk kelapa sawit dan sekarang mereka sudah lepas dari middle income trap. Sudah masuk ke level industri maju.

Kelima, Upgrading skill, dan transfer teknologi mereka dilakukan dengan sungguh-sungguh.Rubber,nikel dan batubara harus dihilirisasikan ke dalam.

Keenam, Produk udang, rumput laut jika diindustrialisasikan bisa naik nilainya 4 -5 kali lipat. Harus ada upgrade teknologi, yang jika tidak bisa kita lakukan harus diimpor dari luar seperti perakitan otomotif.

Ketujuh, Kesimpulan : Bank Dunia telah melakukan studi, bahwa ratusan negara terjebak dalam middle income trap. Solusinya, inklusi teknologi, development skill dan seterusnya.[]

Comment