Gaji Dipotong, Kantong Buruh Semakin Kosong

Nasional59 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) dan Juga Sebagai Presiden Women Committee Asia Pasifik di UNI APRO, Mirah Sumirat, S.E menyampaikan keprihatinan terhadap rencana Pemerintah yang akan memotong upah Pekerja/Buruh Indonesia untuk tambahan dana pensiun. Hal itu disampaikan Mirah dalam keterangan pers secra tertulis kepada media, Kamis (13/9/2024).

Mirah Sumirat sepakat bahwa masa depan untuk hidup layak bagi pekerja/buruh itu sangat penting dan pemotongan upah pekerja/buruh untuk tambahan dana pensiun jangka panjang sepertinya belum tepat diberlakukan untuk kondisi saat ini. Karena kondisi ekonomi Pekerja/Buruh Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Masih dalam keterangan pers tertulisnya, Mirah menyampaikan, Sejak tahun 2020-2024 telah terjadi beberapa peristiwa seperti Covid19, pemberlakuan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan pemberlakuan politik upah murah.  Ini mengakibatkan PHK massal di hampir sebagian besar sektor industri. Ketiga hal tersebut merupakan penyumbang terbesar kondisi ekonomi pekerja/buruh Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Mirah Sumirat menjelaskan, saat terjadi Covid 19 banyak perusahaan kecil, menengah, dan besar yang mengalami kerugian, salah satunya disebabkan keputusan pemerintah saat itu memberlakukan PPKM (Pembatasan Pergerakan Manusia).

Sebagian besar perusahaan mengurangi produksi hingga pada akhirnya merugi karena tidak ada konsumen yang membeli. Pada perusahaan yang berbasis ekspor, banyak pihak buyer ( pembeli) dari luar negeri tidak lagi memesan produksi dari Indonesia. Karena mereka juga mengalami guncangan ekonomi di sebabkan Covid19.

Kondisi ini tambah Murah, mengakibatkan perusahaan mengambil langkah memPHK massal pekerja/buruhnya.

Penerapan UU Omnibus Law, lanjutnya, membuka peluang bagi perusahaan melakukan PHK dengan mudah dan murah. Beberapa kasus yang ditemukan ada perusahaan yang memPHK pekerja/buruhnya tidak memberikan uang pesangon karena alasan merugi.

“Belum lagi pasal -pasal yang terkait dengan status pekerja/buruh yang memperluas penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourching di semua jenis pekerjaan.” Ujar Sumirah.

Penerapan politik upah murah lanjutnya,  menyebabkan daya beli konsumen menurun sehingga hasil produksi berupa barang dan jasa pada akhirnya tidak laku dan menumpuk di gudang perusahaan. Penumpukan barang menyebabkan perusahaan rugi dan akhirnya tidak sanggup untuk membayar upah pekerja/buruh dan ujung-ujungnya adalah PHK.

Di sisi lain, tambahnya lagi, harga pangan dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi – cenderung tidak terkendali. Ketika kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) rata-rata naik 3% secara nasional.

Hal ini menurutnya tidak diimbangi dengan inflasi yang berada di atas 3% ditambah dengan harga pangan dan kebutuhan pokok yang naik rata-rata 20%. Akibatnya daya beli rakyat rendah sehingga ekonomi bergerak lambat dan melemah.

Lebih lanjut Mirah Sumirat menyampaikan bahwa kelas menengah telah hidup dari tabungannya sejak tahun 2020 dan saat ini tabungan mereka telah habis.

Jumlah kelas menengah menurutnya semakin berkurang karena PHK massal dan untuk mendapatkan pekerjaan baru tidak mudah. Kalaupun ada peluang atau lowongan pekerjaan maka yang difapat adalah yang sifatnya sementara dan tidak berkelanjutan dengan status kontrak harian dan outsourching lewat vendor atau yayasan. Banyak juga kelas menengah ketika di PHK beralih menjadi driver online atau kurir paket online.

Jika benar Pemerintah jadi melaksanakan rencana memotong upah pekerja/buruh lewat program dana pensiun, maka dipastikan kelas menengah akan masuk ke jurang kemiskinan yang semakin dalam.

Mirah Sumirat menyarankan pemerintah agar fokus memperbaiki ekonomi dengan waktu yang masih tersisa kurang lebih dua bulan lagi sebelum ada pergantian kepemimpinan.

“Hal yang paling dibutuhkan oleh rakyat saat ini adalah turunkan harga barang kebutuhan pokok 20%. Kembalikan dan diperluas subsidi rakyat, naikkan upah pekerja/buruh 20% dan jangan keluarkan regulasi, kebijakan, keputusan yang merugikan rakyat banyak.” Pungkasnya.[]

Comment