Jumlah Buruh Menurun, Daya Beli Ikut Menurun

Nasional175 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Menjelang hari Kemerdekaan Indonesia, aktivis buruh Nasional dan juga Presiden Women Commitee Asia Pasifik di UNI Apro, Mirah Sumirat, S.E mengungkapkan bahwa jumlah buruh terus menurun akibat terjadinya PHK massal.

Demikian dikatakan Mirah Sumirat, S.E  melalui rilis yang disampaikan ke redaksi, Sabtu (10/8/2024).

Menurut data kementrian tenaga kerja di rentang waktu Januari sampai Juni  tahun 2024, terdapat 32.064 namun Mirah Sumirat meyakini data yang sesungguhnya bisa 2 kali lebih besar dari jumlah tersebut.

Menurut Mirah perbedaan tersebut disebabkan banyak perusahaan tidak melaporkan jumlah pekerja yang terdampak PHK kepada Dinas tenaga kerja setempat.

Mirah menambahkan, banyak pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerja ke BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini lanjutnya berpengaruh dengan data yang digunakan oleh pihak kementrian yang menggunakan data dari BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan klaim dari buruh terhadap Jaminan Hari Tua ( JHT ) yang ada di BPJS Ketenagakerjaan.

Demikian disampaikan Mirah Sumirat dalam keterangan Pers tertulis, Sabtu (10/8/2024).

Mirah Sumirat mengatakan, mereka yang terdampak PHK sebagian besar beralih menjadi wirausaha skala kecil, misalnya menjadi pedagang makanan kaki lima. Hal ini diperkuat dengan  jumlah yang semakin besar.

“Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pekerja sektor Informal di Indonesia bertambah dalam 5 tahun terakhir.” Ujar Mirah.

Mirah menambahkan, pada Februari 2019 jumlahnya masih 74.09 juta orang (57.27 % dari total penduduk Indonesia yang bekerja), sedangkan pada Februari 2024 naik menjadi 84.13 juta orang (59.17 % dari total penduduk bekerja). Artinya mereka memiliki pendapatan tidak tetap dan cendrung bertambah miskin, sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup layak. Sebagian lagi beralih menjadi Driver Online, kerja serabutan, dll.

Dalam rilis tersebut, Mirah Sumirat juga menyampaikan hal lain yang menjadi penyebab menurunnya daya beli.

“Kebijakan upah murah sejak tahun 2015 dengan adanya PP No.78/2015 tentang pengupahan telah mereduksi fungsi dewan pengupahan dan mereduksi komponen perhitungan upah dalam hal ini menghilangkan Komponen Hidup Layak (KHL). Lalu disusul keluarnya UU Omnibuslaw CiptaKerja yang semakin menegaskan PP 78/2015 terkait upah murah.” Terangnya.

Penyebab lain menurunnya daya beli ini, lanjut Mirah adalah melambungnya harga kebutuhan pangan dan kebutuhan dasar (sembako), hal ini berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat yang semakin rendah.

Melambungnya harga pangan dan kebutuhan dasar yang tidak tekendali sejak tahun 2021 naik rata -rata sekitar 20%, dan  sampai saat ini tetap tidak bisa tekendali.

“Kebijakan politik upah murah ini  terbukti membuat kesenjangan antara kaya dan miskin semakin melebar, ini bisa berakibat tidak baik untuk kita berbangsa dan bernegara.” Ujarnya.

Munculnya kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak memihak kepada rakyat/buruh ini menurut Mirah, semakin memperburuk kondisi ekonomi buruh dan rakyat, contohnya Permendag 8/2024, UU Omnibuslaw Ciptakerja, UU Omnibuslaw Kesehatan, UU Omnisbuslaw Perbankan, Tambang, Agraria dan sebagainya.

Kebijakan tersebut dalam proses pembuatannya jarang sekali melibatkan publik, stakeholder atau pihak yang terkait sehingga hasilnya tidak berpihak terhadap rakyat.

Mirah menambahkan, bergesernya Revolusi Industri 4.0 menjadi 5.0 tanpa diantisipasi oleh pemerintah – ketika proses peralihan tehnologi sebagai bentuk melindungi buruh dari dampak buruknya terhadap keberlangsungan pekerja, sehingga telah memberi andil semakin terpuruknya nasib buruh di mana banyak tenaga manusia diganti dengan mesin (otomatisasi) yang menambah penyebab  pekerja kehilangan pekerjaan.

“Kalaupun ada yang bekerja status mereka bukan sebagai karyawan tetap, tapi sebagai pekerja kontrak, harian lepas, di mana setiap saat bisa diputus kontraknya tanpa mendapat pesangon.” Twgas Mirah.

Masih kata Mirah, keputusan menaikkan pajak kepada seluruh rakyat di satu sisi  terlihat tidak ada upaya keras pemerintah untuk menarik pajak dari para wajib pajak yang menunggak pajak.

“Coba di cek berapa tunggakan pajak dari kelompok orang-orang kaya yang punya wajib pajak kepada Negara?” Tanya Mirah.

Keputusan menaikkan pajak ini berdampak naiknya harga barang, di mana seharusnya pajak diturunkan sehingga bisa membantu menurunkan harga, dan pemerintah mencari sumber dana lain untuk memenuhi kebutuhan belanja negara dan membayar utang pemerintah dan memberantas korupsi.

Pencabutan Subsidi untuk rakyat menurutnya, telah menyasar juga ke rakyat kecil hal ini makin memperburuk daya beli. Perlahan tapi pasti pemerintah mulai meghilangkan subsidi listrik 450 va, rencana pembatasan BBM, dan ada rencana pembatasan pembelian tabung gas melon ukuran 3 kg.

“Subsidi listrik, LPG, BBM untuk buruh dan rakyat kelompok menengah ke bawah agar tetap dipertahankan misalnya listrik, LPG, BBM .”

Sebagian kelas menengah ke bawah lanjut Mirah  sulit untuk menambah penghasilan karena hanya mengandalkan upah yang tidak kunjung memadai untuk hidup layak.

Akhirnya mengambil jalan pintas berharap mendapatkan penghasilan tambahan secara instan/cepat dengan cara main judi online, pinjaman online, sehingga dampaknya banyak yang terjerat tidak bisa mengembalikan dan banyak kasus bunuh diri akibat judi online dan pinjaman online, produktifitasnya menurun, meningkatnya angka perceraian, dan potensi ekonomi negara yang hilang ratusan Trilyun Rupiah.

Permasalahan tersebut jangan dibiarkan berlarut larut, harus segera dicarikan solusinya. Mirah Sumirat juga berharap dengan adanya Pemerintah yang baru di bawah kepemimpinan Bapak Prabowo Subianto, isu Pekerja /Buruh dan rakyat bisa di selesaikan untuk mendapatkan kehidupan sejahtera dan layak sesuai dengan amanat Konstitusi UUD 45 bisa terwujud.[]

Comment