Pengangguran Tinggi di Indonesia, Sampai Kapan?

Opini344 Views

 

Penulis: Dian Nitami | Mahasiswi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), seperti ditulis Databoks (/07/05/24), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai hampir 7,2 juta orang pada Februari 2024. Jumlahnya hanya berkurang sekitar 790 ribu orang atau menyusut 9,89% dibanding Februari 2023 ( year-on-year/yoy).

Dana Moneter Internasional (IMF) melalui World Economic Outlook pada April 2024 sebagaimana diungkap CNN Indonesia (19/7/24) mencatat tingkat pengangguran di Indonesia sebesar 5,2 persen tertinggi dibandingkan enam negara lain di Asia Tenggara. Menyusul Indonesia, Filipina tahun ini berada di posisi kedua yakni 5,1 persen, disusul Brunei Darussalam yakni 4,9 persen, Malaysia 3,52 persen.

IMF mendefinisikan tingkat pengangguran (unemployment rate) sebagai persentase angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Untuk itu, penduduk usia produktif yang sedang tidak mencari kerja seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan penduduk tanpa pekerjaan yang tidak lagi mencari kerja tidak masuk ke dalamnya.

Pertumbuhan tenaga kerja jauh lebih besar dibandingkan dengan lapangan kerja yang dapat sediakan setiap tahunya, hal ini tentu memicu bertambahnya jumlah pengganguran setiap tahun.

Masalah pengangguran selalu diikuti dengan masalah kemiskinan karena tidak adanya penghasilan, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Hal ini juga diperparah dengan kondisi iman yang lemah akibat terkontaminasi oleh pemikiran sekulerisme bahwa agama tidak boleh ikut dalam urusan hidup kecuali dalam ibadah ritual.

Belum lagi pengelolaan SDA ala kapitalisme mengakibatkan tenaga ahli dan tenaga kerja diambil dari negara asing, akibatnya rakyat sendiri kehilangan kesempatan kerja sampai harus jadi TKI. Belum lagi judi online yang  menjadi jalan pintas menggapai penghasilan besar makin diminati.

Lagi-lagi ini disebabkan lapangan pakerjaan yang kurang sehingga membuat masyarakat mencari segala cara untuk dapat uang banyak dengan jalan instan.

Sekadar contoh, dalam pengelolaan SDA, misalnya, negara sudah seharusnya melakukan secara mandiri dengan menyerap tenaga kerja dalam negeri yang lebih banyak. Namun faktanya, pengelolaan SDA banyak dikelola oleh pihak asing. Lapangan kerja di dalam negeri yang terlalu kompetitif, membuat banyak individu memilih untuk merantau atau menjadi tenaga kerja di negeri orang.

Memang benar bahwa negara telah menyiapkan dan melakukan sejumlah langkah untuk mengatasi permasalahan pengganguran, namun upaya-upaya tersebut tidak menyentuh akar persoalan. Pemerintah juga melakukan penyesuaian dengan pasar kerja agar lulusan SMA/SMK dan perguruan tinggi mudah terserap di dunia kerja.

Hal ini ditempuh dengan melakukan kolaborasi kebijakan untuk mendorong pertumbuhan industri manufaktur dengan melakukan akserelasi investasi di berbagai sektor agar tercipta lapangan kerja baru yang lebih luas.

Solusi pamerintah ini tidak lepas dari ekonomi kapitalisme yang hanya tunduk pada kepentingan korporasi. Kalaupun mampu membuka lapangan kerja, tidak semua rakyat terserap sebab pihak swasta akan berhitung untung rugi bahkan mereka tidak segan melakukan efisiensi usaha dengan PHK jika diperlukan.

Pada dasarnya pihak swasta tidak memiliki tanggung jawab dalam kaitan menyejahterakan rakyatnya. Tanggung jawab tersebut harusnya di tangan negara.

Namun negara yang menerapkan sistem kapitalisme tak ubahnya hanya sebagai kaki tangan para korporasi. Fungsi negara sebagai pengurus umat mandul karena lebih mengedepankan kepentingan korporasi dibanding menyejahterakan rakyat.

Pandangan Islam
Islam sebagai agama sempurna telah memberikan aturan terperinci dalam hal mengatur segala aspek kehidupan. Negara sebagai penyelenggaran aturan tersebut memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan kewajiban dan mengurus segala kebutuhan rakyat.

Islam mewajibkan negara mengurus rakyat termasuk menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup melalui berbagai kebijakan yang mendukung, seperti pengelolaan SDA secara mandiri; yang akan membuka banyak lapangan kerja, kebijakan yang tepat dalam menentukan kurikulum pendidikan di mana asas Kurikulum Pendidikan Islam adalah aqidah.

Kurikulum tersebut disusun untuk membentuk aqliyah dan aqidah Islam sehingga ke depannya akan terwujud generasi tangguh, cerdas dan taat pada syariat Islam.

Untuk memenuhi kebutuhannya, dalam konsep kapitalisme – rakyay berusaha dan bekerja sendiri. Di sisi lain, negara justru menerapkan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat. Adapun dalam Islam memiliki sejumlah kebijakan untuk mencegah dan mengatasi pengangguran.

Pertama, pendidikan murah bahkan gratis untuk semua tanpa terkecuali. Dengan begitu, rakyat akan mendapatkan pendidikan sesuai keinginan mereka tanpa terbebani biaya pendidikan yang mahal. Selain, itu mereka diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki.

Kedua, islam juga memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti harga pangan, rumah murah dengan administrasi yang  mudah.

Ketiga, jika individu belum bekerja, cacat, atau tidak memiliki keahlian, maka islam berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana untuk mereka.

Keempat, di dalam islam, hutan, laut dan tambang merupakan kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan hasilnya dimanfaatkan oleh rakyat.

Kelima, kewajiban bekerja hanya dibebankan pada laki-laki sementara perempuan tidak. Perempuan hanya bertugas sebagai pengurus rumah tangga suami (ummu warabatul bayt).

Demikianlah, cara islam mengatasi pengangguran dan semua cara ini hanya akan terwujud jika mengimplementasikan nilai nilai islam untuk mengatur hidup.

Untuk itu, sudah semestinya kita menjadikan islam sebagai alternatif pengelolaan kehidupan saat ini.  Hanya islam satu-satunya agama yang memiliki konsep sempurna sebagai solusi atas masalah hidup di dunia ini. Wallaahu a’lam bisshawab.[]

Comment