Fenomena Dokter Asing dan Kapitalisasi Kesehatan

Opini186 Views

 

 

Penulis: Widdiya Permata Sari | Komunitas Muslimah Perindu Syurga

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Gedung Fakultas Kedokteran (FK) Kampus A Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, kebanjiran karangan bunga bernada dukungan untuk dr Budi Santoso.

Budi sebelumnya dicopot dari jabatannya sebagai Dekan FK Unair. Pemecatan terjadi tak lama setelah Budi menyuarakan sikap menolak rencana pemerintah mendatangkan dokter asing ke Indonesia.

Sementara itu, Elang, salah satu pengrajin atau florist dari Kayoon, Surabaya, mengatakan, rangkaian bunga sudah dipesan sejak semalam.

“Sejak tadi malam ada pesanan. Tidak cuma saya, ada juga toko lain yang dapet pesanan ke sini (FK Unair),” kata Elang saat mengirim bunga.

Suasana FK Unair siang ini ramai. Mahasiswa, alumni dan sejumlah pengajar bersiap melakukan aksi solidaritas untuk dr Budi.(cnnindonesi.com, 4/07/2024)

Adanya rencana inpor dokter asing ternyata telah lama diwacanakan pemerintah dengan berbagai alasan. Jika dulu pemerintah mengungkapkan alasan masuknya dokter asing agar tidak ada rakyat yang berobat ke luar negeri, sekarang beralasan bahwa Indonesia kekurangan dokter.

Kebijakan ini membuktikan bahwa pemerintah gagal mencetak SDM berkualitas dan memadai di bidang kesehatan. Padahal negeri ini tidak kekurangan sedikitpun SDM yang lulusan pendidikan kesehatan.

Jika saja pemerintah benar-benar fokus memberikan pendidikan berkualitas dengan ditunjang fasilitas terbaik, mereka akan berdaya di negeri ini dan tidak perlu membuka peluang bagi dokter asing. Karena impor ini akan berdampak besar dan persaingan tenaga kerja yang mengakibatkan ekses bertambahnya pengangguran di negeri ini.

Miris. Kebijakan tersebut dikeluarkan di tengah liberisasi kesehatan dan berdampak pada biaya kesehatan yang semakin mahal sehingga sulit terjangkau oleh masyarakat luas. Kondisi ini menjadi hal yang lumrah terjadi dalam sistem kapitalisme-sekuler di mana kesehatan dan pendidikan dikomersilkan dengan asumsi untung dan rugi.

Dalam kapitalisme sekuler, UU kesehatan justru memberikan jalan liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan. Padahal masih banyak persoalan kesehatan yang sangat kompleks. Namun aturan dalam sistem kapitalisme tidak akan pernah mewujudkan sebuah pelayanan berkualitas dan mudah untuk rakyat. Kebijakan kapitalisme berikut UU yang mengitarinya selalu merugikan rakyat termasuk tenaga kesehatan lokal.

Berbeda dengan sistem kesehatan yang diatur dalam negara dengan konsep Islam. Islam memandang bahwa penguasa berfungsi sebagai pelaksana syariat secara menyeluruh dan menjamin layanan kesehatan bagi rakyat tanpa kecuali – muslim maupun nonmuslim, kaya atau miskin semuanya sama.

Dalam Islam kesehatan merupkan sebuah kebutuhan pokok yang menjadi tanggung jawab negara dan tidak boleh dikomersilkan baik dalam bentuk investasi maupun penarikan pembiayaan.

Sejatinya negara berfungsi sebagai pelayan rakyat dan bertanggung jawab  sepenuhnya terhadap ketersediaan fasilitas kesehatan, baik dari segi jumlah, kualitas terbaik dengan para dokter ahli, obat-obatan serta peralatan kedokteran yang dibutuhkan, bahkan menyebar hingga kepelosok negeri.

Pembiayaan pelayanan kesehatan dalam sistem Islam tidak akan pernah sedikitpun membebani publik, insan kesehatan, serta rumah sakit sepeserpun, pembiayaan kesehatan tersebut diambil dari Baitul Maal atau lembaga keuangan negara.

Pembiayaan kesehatan ditujukan untuk pendidikan calon dokter sehingga tersedia dokter umum dan ahli secara memadai, bahkan tersedia lembaga riset, laboratorium, industri farmasi serta biaya apa saja yang dibutuhkan bagi terjaminnya sebuah pelayanan gratis yang berkualitas terbaik serta mudah diakses oleh siapapun, kapan pun dan di mana pun.[]

Comment