Penulis: Eno Fadli | Pemerhati Kebijakan Publik
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Indonesia merupakan negeri yang jumlah penduduk muslimnya terbanyak di dunia namun sangat memprihatinkan. Dari sejumlah penduduk yang ada menurut Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), terdapat 3,2 juta warga Indonesia terjerumus judi online (Judol).
Sepanjang tahun 2023, PPATK seperti ditulis detiknews.com, mendata bahwa perputaran uang dari judol mencapai Rp327 triliun. Bahkan menurut hasil survei Drone Emprit melalui sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menduduki peringkat pertama pemain judol, slot dan judi gacor terbanyak di dunia setelah Kamboja dan Philipina.
Mirisnya, para pemain judol meliputi berbagai elemen masyarakat, mulai dari kaum muda berusia 17-20 tahun, masyarakat miskin, ibu rumah tangga, pelajar dan mahasiswa, serta pedagang, bahkan didapati sejumlah kalangan elit politik di pemerintahan diduga terlibat judol.
Hal ini tentu saja sangat meresahkan, sehingga pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menyelesaikan masalah judol secara menyeluruh dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga yang terlibat.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melaporkan, telah melakukan pemberantasan perjudian di internet, memutus akses konten judol sebanyak 596.348 situs, memblokir 5.000 rekening bank dan akun e-wallet yang terindikasi dalam aktivitas judi. Mabes polri juga mengamankan 1.158 tersangka yang terlibat judol.
Akibat judi ini banyak para pelaku jatuh miskin dan mengalami psikososial, sehingga Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy sebagaimana ditulis kumparan.com (15/6/2024) mengusulkan untuk memasukkan mereka ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (Bansos), meminta Kementerian Sosial melakukan pembinaan dan memberikan arahan kepada mereka yang mengalami psikososial karena judi.
Kapitalisme-sekuler memisahkan agama dari kehidupan – memandang perjudian hanya masalah materi, sosial dan moral bukan karena dilarang keras oleh agama. Padahal sudah sangat jelas Islam melarang aktivitas perjudian secara mutlak, sebagaimana tercantum dalam surah Al-Maidah ayat 90:
“Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syetan, karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.”
Oleh karena itu, sudah seharusnya negara sebagai ra’in (pengatur urusan rakyat), memastikan agar rakyatnya tidak melakukan aktivitas yang dilarang oleh Allah. Negara bertanggung jawab mengurus segala urusan rakyat, memastikan rakyatnya dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Perjudian yang marak terjadi di tengah masyarakat diakibatkan karena faktor ekonomi dan cara berpikir masyarakat yang salah. Dalam sistem kapitalisme-sekuler masyarakat cenderung berjuang sendiri untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketika kebutuhan itu tidak dapat terpenuhi, mereka memilih cara instan untuk dapat menaikkan finansial mereka untuk pemenuhan tersebut.
Negara bertanggung jawab menciptakan suasana ketakwaan melalui aturan-aturan yang dikeluarkan, baik dengan menutup situs-situs perjudian atau menutup media-media yang menyiarkan segala hal yang berbau kemaksiatan dan kebebasan yang melanggar syara’.
Lingkungan dan masyarakat juga berperan dalam masalah ini. Faktor lingkungan dengan masyarakat yang gemar melakukan perjudian akan mendorong yang lain melakukan hal yang sama; karena penasaran atau mereka dapat dengan mudah mengakses situs-situs perjudian.
Selain menjadi ra’in, negara juga berperan sebagai junnah (pengayom) yang melindungi warga negara dari segala ancaman dan bahaya. Negara melakukan pembinaan dan penanaman akidah yang benar kepada rakyat. Melalui kurikulum pendidikan berbasis akidah dapat membentuk karakter individu berkepribadian Islam, sehingga pola sikap dan lakunya tidak terlepas dari hukum syara’.
Hukum dan sanksi tegas juga diberikan kepada pelaku maksiat dan kejahatan termasuk judi. Hukum diberlakukan secara adil; tidak ada pengecualian meskipun dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai uang atau pejabat sekalipun.
Dalam setiap lembaga yang mengurusi urusan rakyat, negara sejatinya menempatkan orang-orang berintegritas tinggi yang disandarkan pada katakwaan, sehingga mereka mempunyai kesadaran bertugas untuk mengurusi rakyat bukan yang lain. Mereka bertanggung jawab dan peduli kepada rakyat dengan menjaga penerapan hukum dan menyalurkan segala aspirasi rakyat.
Oleh karena itu, untuk mengatasi perjudian dan dampak yang diakibatkannya, bukan hanya dengan menutup situs-situs perjudian atau dengan memberikan bansos kepada pelaku dengan dalih mereka sebagai korban.
Seharusnya pemerintah menyelesaikan masalah perjudian secara sistemis. Perjudian bukan saja masalah sosial dan moral namun perjudian juga menyangkut masalah ketakwaan, ekonomi dan pendidikan.
Penyelesaian sistemis secara shahih terkait persoalan ini bisa dilakukan dengan implementasi nilai nilai islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wallahu a’lam bishshowab.[]
Comment