Penulis: Rizka Adiatmadja | Penulis Buku dan Praktisi Homeschooling
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kedurhakaan seorang anak tentulah bukan tiba-tiba. Semua terjadi melewati rentetan proses yang mungkin tidak pernah kita duga. Tak sedikit anak yang berani menyakiti, bersikap antipati, dan tak punya empati. Dari ucapan yang tidak beradab hingga perilaku biadab. Dari hanya sekadar berkata “huh!” pertanda mengeluh hingga tega membunuh.
Orang tua menjadi tidak berharga, alih-alih berpredikat mulia, acap kali harga diri terhina hingga hilangnya nyawa karena anak durhaka. Apakah benar ada kausalitas dari kedurhakaan anak? Mengapa menganiaya hingga membunuh orang tua semakin marak?
Dikutip dari liputan6.com – Dua remaja putri kakak dan adik, inisial K (17) dan P (16). Keduanya membunuh ayah kandung mereka karena sakit hati dimarahi ketika kedapatan mencuri uang. Ayahnya ditusuk dengan sebilah pisau.
Keduanya ditangkap di tempat tinggal yang dekat dari TKP, wilayah Duren Sawit, Jakarta Timur, pada Sabtu 22 Juni 2024 sore. Resmob Polda Metro Jaya yang kini menangani kasus tersebut. (23 Juni 2024)
Sungguh menyedihkan, remaja putri yang identik dengan lemah lembut ternyata memiliki jiwa beringas. Bisa dikatakan buruk tabiat hingga label psikopat tersemat. Berita tersebut viral di media sosial menjadi rentetan rapor merah yang diciptakan generasi kita hari ini.
Dikutip dari Beritasatu.com – SP (19) seorang pemuda yang tega membunuh ayahnya yang menderita strok. Peristiwa ini terjadi di Pesisir Barat, Lampung. SP menganiaya sang ayah hingga meninggal, gara-gara kesal diminta mengantarkan ayahnya ke kamar mandi. Polisi menangkap pelaku di sebuah rumah kosong ketika SP sedang menghirup lem–ternyata perilaku ini sudah menjadi kebiasaannya. (14 Juni 2024).
Kisah Malin Kundang terkenal dengan sebutan anak durhaka, cerita tersebut melegenda. Namun, tak sampai membunuh orang tua. Banyak Malin Kundang masa kini yang menghilangkan nyawa orang tuanya di tangan sendiri. Tentu ini menjadi degradasi moral yang semakin fatal bahkan menciptakan tindakan kriminal.
Padahal, Islam mengajarkan agar semua anak berbakti kepada orang tua. Realitas hari ini benar-benar sudah melanggar batas. Sekularisme memberikan ruang berekspresi bebas hingga bablas. Begitu pun kapitalisme tak hanya memiskinkan manusia dari segi perekonomian, tetapi fakir keimanan.
Tatanan keluarga menjadi teramat menyeramkan, sistem pendidikan pun tak melahirkan generasi yang memiliki kepribadian yang saleh sesuai tuntunan. Hubungan orang tua dan anak mayoritas terjalin hanya karena kemanfaatan.
Kehidupan sekuler telah merusak tatanan. Padahal sejatinya manusia diciptakan sebagai hamba Allah yang seharusnya memiliki ketaatan. Jika benar orang tua yang memiliki kesalahan, bukankah kita semua diajarkan untuk memaafkan dan tetap memuliakan?
Allah Swt. berfirman,
“Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. Al-Isra: 23–24).
Sekuler kapitalis telah gagal total memanusiakan manusia, menciptakan insan–makhluk sempurna karena diberikan akal–menjadi buas seperti binatang pemangsa. Sistem kehidupan yang merusak manusia, mudah meliarkan emosi dan kemarahan yang tak terkendali. Sepertinya membunuh menjadi ajang uji nyali.
Hanya Islam yang mampu menjadikan manusia sebagai makhluk sempurna, dengan diberikan sarana berpikir, manusia memiliki taraf mulia dibanding makhluk hidup lainnya. Islam memiliki cara mendidik yang melahirkan takwa. Ketakwaanlah yang menjadi pelita, taat syariat bukan sekadar wacana semata.
Berbakti kepada orang tua dipahami sebagai pembuka keberkahan. Pengendalian naluri mempertahankan diri agar tidak buas saat menghadapi kemarahan, itu pun bisa dibuktikan. Islam melindungi tatanan keluarga agar semua peranan berfungsi sebagaimana mestinya. Semua orang tua memahami pentingnya kewajiban mengasuh dan mendidik yang berfondasikan akidah Islam.
Lingkungan masyarakat pun dibentuk untuk senantiasa kondusif agar generasi mudah menerima teladan kebaikan dari lingkungan. Suasana amar makruf nahi mungkar senantiasa dihidupkan sehingga tak ada perilaku demi perilaku buruk yang bisa diadaptasi dengan mudah.
Negara pun akan senantiasa menerapkan aturan Islam secara kafah, tanpa memilah-milah mana yang lebih mudah. Sanksi tegas kepada perilaku kriminal ditegakkan agar zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus) berfungsi dengan baik. Sehingga tindakan kejahatan bisa diminimalkan bahkan ditiadakan.
Tak akan ada berita pembunuhan anak kepada orang tua ketika hukuman bisa melahirkan efek jera. Wallahu ‘alam bisshowab.[]
Comment