Penulis: Tika Kartika | Pegiat Literasi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Organisasi Pangan Dunia atau FAO yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) seperti ditulis cnbcindonesia.com, mengungkapkan masih banyaknya kelaparan akut di 59 negara atau wilayah, dengan jumlah 1 dari 5 orang di negara itu mengalami kelaparan akibat permasalahan pangan akut.
Berdasarkan laporan mereka bertajuk Global Report on Food Crises 2024, tercatat sebanyak 282 juta orang di 59 negara mengalami tingkat kelaparan akut yang tinggi pada 2023. Jumlah orang kelaparan pada 2023 itu meningkat sebanyak 24 juta orang dari tahun sebelumnya.
Kenaikan ini disebabkan oleh meningkatnya cakupan laporan tentang konteks krisis pangan serta penurunan tajam dalam ketahanan pangan, terutama di Jalur Gaza dan Sudan.
Krisis pangan tengah melanda dunia hingga menyebabkan meningkatnya angka kelaparan dari tahun ke tahun di berbagai negara. Anak-anak dan perempuan menjadi sasaran utama dalam krisis kelaparan ini. Lebih dari 36 juta anak di bawah usia 5 tahun kekurangan gizi akut di 32 negara.
Persoalan kelaparan ini tak pernah usai bahkan angkanya terus meningkat. Ini menjadi bukti ketidak-mampuan kapitalisme global yang diakui dan diterapkan banyak negara di dunia. Sistem ini gagal dan tak mampu memberi kesejahteraan kepada manusia secara menyeluruh.
Lapangan kerja semakin sempit dan sulit, upah tak sesuai dengan curahan kerja, belum lagi banyaknya potongan-potongan yang mengatasnamakan kesejahteraan.
Dengan kata lain, pada akhirnya rakyat harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya, sehingga kesenjangan dalam masalah ekonomi menjadi suatu keniscayaan.
Selain itu, SDA (sumber daya alam) yang seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat secara merata nyatanya hanya dinikmati oleh segelintir orang. Di dalam sistem kapitalis, pemerintahan dikendalikan oleh penguasa dan pengusaha (pemilik modal). Mereka bisa menikmati kekayaan alam dengan leluasa tanpa harus memikirkan kondisi rakyat.
Adapun kapitalis secara Internasional, melalui dominasi politik, negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang yang memiliki sumber daya alam melimpah menjadi sasaran utama dalam penguasaan.
Inilah yang disebut penjajahan gaya baru. Contoh, penguasaan tambang minyak dalam negeri oleh investor asing dan swasta yang dimuluskan dengan adanya UU PMA atau PMDN, membuat harga BBM tidak bisa murah. Tingginya harga BBM otomatis berimbas pada kenaikan harga kebutuhan pokok seperti pangan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Maka, kedaulatan pangan merupakan hal yang mustahil jika masih berada di dalam lingkaran sistem kapitalisme. Tanggung jawab pun sebagai pengurus rakyat tidak berjalan sebagaimana mestinya, termasuk dalam menjamin kebutuhan pangan.
Berbeda halnya dengan Islam. Sebuah aturan hidup yang datang dari Allah sang Pencipta kehidupan dan alam semesta. Masalah pendidikan, kesehatan, sosial, politik termasuk ekonomi diatur dalam Islam. Tentu aturan itu tak akan pernah membuat manusia sengsara akan tetapi sebaliknya, kesejahteraan hidup rakyat, individu per individu akan terjamin.
Salah satu yang menjadi penopang jaminan ini adalah konsep kepemilikan dalam Islam yang menjadikan pengelolaan SDA hanya oleh negara, dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk hasil jadi, seperti halnya BBM. Pengelolaan SDA ini pun menjadi sumber pemasukan bagi negara, yang nantinya akan diberikan pada rakyat dalam bentuk layanan publik yang berkualitas bahkan gratis bagi rakyatnya.
Penguasaan SDA juga dijamin akan membuka lapangan kerja yang luas dan beragam, dengan gaji yang besar sehingga terpenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Adapun kesehatan, pendidikan dan keamanan dijamin langsung oleh negaraa.
Bila Islam yang mengatur dunia, maka krisis pangan bukan lagi persoalan dalam kehidupan manusia di bumi ini. Wallahu ‘alam bisshowab.
Comment