Kesehatan dalam Pandangan Islam dan Kapitalisme

Opini287 Views

 

 

Penulis: Hida Muliyana, S.K.M | Pemerhati Kesehatan Masyarakat

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pada awal tahun ini kita dikagetkan dengan kabar wabah lagi. Kali ini bukan wabah Corona, melainkan wabah Demam Berdarah Dengue (DBD). Wabah yang sebetulnya sering kita dengar dan biasa terjadi setiap tahun. Hanya saja wabah DBD pada tahun ini mengalami kenaikan, terus berulang bahkan membawa pada kematian.

Seperti diberikan kumparannews ( 21/3/ 2024), kasus demam berdarah di Jabar terus mengalami peningkatan. Data yang dihimpun sejak Januari 2024 oleh Dinas Kesehatan Pemprov Jawa Barat, kasus demam berdarah sudah berada pada angka 11.058 kasus. Dari angka tersebut, tercatat ada 96 kasus kematian.

Selain Jabar, kasus yang sama juga terjadi di Jakarta. Menurut data yang tercatat jumlah orang yang terjangkit DBD naik 1.102 orang dari sebelumnya 627 kasus pada 19 Februari 2024. (Kompas, 23/3 2024)

Tidak hanya Jabar dan Jakarta, wabah DBD inipun juga mengalami kenaikan di DIY. Menurut Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembayun Setyaningastutie, ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan DBD Dengue. Di antaranya, perubahan cuaca, Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus yang tidak optimal, dan keberadaan habitat telur serta jentik nyamuk masih banyak di sekitar masyarakat. Dia menghimbau masyarakat agar bisa menanggulangi penyebaran nyamuk DBD. (Radarjogja, 16/3 2024)

Kasus ini tentu bukanlah kasus sepele – apalagi BDD termasuk wabah yang dapat mematikan. Jika kasus ini semakin meningkat maka kita membutuhkan solusi yang komprehensif dan mendasar agar wabah ini tidak semakin menyebar dan memakan lebih banyak korban.

Untuk menuntaskan kasus ini secara komprehensif tentu membutuhkan dukungan semua pihak. Tidak bisa hanya diserahkan pada masyarakat semata. Pihak yang terlibat dimulai dari individu, masyarakat dan juga negara.

Selain itu, upaya pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) juga harus betul-betul dijalankan secara optimal. Bukan sebatas himbauan tanpa pengontrolan dan evaluasi langsung dari negara.

Sayangnya, pemerintah saat ini menggunakan sistem kapitalis yang sangat mempengaruhi terwujudnya solusi komprehensif dan mendasar.

Kapitalisasi kesehatan contohnya. Bagaimana rakyat bisa mendapatkan vaksin khusus demam berdarah secara mudah jika rakyat harus membayar mahal vaksin tersebut. Padahal vaksin adalah satu hal yang efektif dalam mewujudkan upaya preventif.

Kemudian kondisi rakyat yang masih banyak berada di level miskin. Tidak memiliki rumah yang layak huni, lingkungan yang tidak bersih, pemenuhan gizi yang tidak optimal. Semua itu akan berpengaruh pada sistem imun tubuh mereka.

Selain itu juga kemiskinan secara ekonomi dapat pula mempengaruhi miskinnya literasi kesehatan. Sehingga wajar jika masih banyak masyarakat yang acuh terhadap himbauan yang disampaikan.

Hal ini jauh berbeda dengan apa yang dipahami oleh Islam. Ketika Islam menjadi sistem yang diterapkan dalam negara, maka negara tersebut memahami bahwa kesehatan adalah bagian dari kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi. Negara bertanggung jawab untuk mewujudkan itu.

Orientasi berdirinya sebuah negara adalah mengurus urusan umat/rakyat. Tugasnya melayani apa-apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Bukan menjadikan rakyat sebagai konsumen dalam transaksi jual beli. Tujuannya bukanlah mencari keuntungan secara materi.

Ketika hal ini dipahami secara benar oleh negara. Maka negara akan serius dan optimal menjalankan perannya untuk memberi solusi pada kasus DBD ini. Apapun yang berkaitan dengan sebab-sebab wabah ini menyebar akan segera dituntaskan.

Negara yang mempraktikkan nilai nilai Islam akan memberi pelayanan kesehatan secara mudah bahkan gratisarenakan kesehatan rakyat adalah bagian dari kebutuhan rakyat.

Demikianlah cara pandang islam dan kapitalisme terhadap solusi komprehensif terkait kesehatan masyarakat. Wallahu a’lam bishawab.[]

Comment