KDRT, Kenapa Terus Terjadi?

Opini176 Views

Penulis : Rizki Utami Handayani, S.ST | Pengajar di Ma’had Pengkaderan Da’i Cinta Quran Center

 

RADARINDONESIANEWS COM, JAKARTA Rumahku Surgaku, sebuah ungkapan yang menggambarkan kondisi tempat dimana keluarga harmonis tinggal, menjadi tempat pulang seusai menghadapi kepenatan hari.

Namun nyatanya tidak semua orang bisa mendeskripsikan rumahnya sebagai surga, banyak hal yang menjadi faktor penyebabnya, diantaranya adalah terjadinya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

Menurut Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2004 mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga sebagai segala tindakan yang menyebabkan penderitaan atau kesengsaraan dalam bentuk KDRT baik fisik, seksual, psikis, atau penelantaran terhadap seseorang, terutama perempuan, dalam lingkup rumah tangga.

Kasus demi kasus terus terjadi, seperti yang baru-baru ini terjadi, yang pertama adalah seperti yang dilansir oleh media online www.kumparan.com, seorang kakek berusia 58 tahun mencabuli keponakannya yang masih berusia 11 tahun di Tapanuli Utara, korban tidak mengadukan kepada orang tuanya karena mendapatkan ancaman pembunuhan dari pelaku.

Atas perbuatan bejat itu, pelaku dijerat UU No 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.

Kasus yang kedua adalah seorang menantu laki-laki berusia 49 tahun di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya. Penyebabnya, ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya itu lantaran melakukan KDRT kepada istrinya. Penangkapan pelaku dilakukan dengan dramatis. Saat ditangkap di kawasan Sei Kambing, Medan Sunggal, pelaku malah menusuk dirinya berkali-kali.

Kasus ketiga yang dilansir oleh media online www.megapolitan.kompas.com, seorang istri mantan Perwira Brimob. Korban mengalami luka fisik hingga psikologis akibat kekerasan yang ia terima dari sang suami, luka-luka yang diderita korban meliputi memar pada wajah, dada, dan punggung, serta lecet pada kepala dan tangan.

Korban mengalami pendarahan dan keguguran sebagai akibat dari tindakan kekerasan terdakwa. Atas perbuatannya pelaku dituntut hukuman pidana selama enam tahun penjara. Adapun terkait status terduga pelaku, saat ini sudah PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) dari kesatuannya.

Masih banyak deretan kasus, yang bisa jadi belum atau memang sengaja tidak dilaporkan. Maraknya KDRT menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga salah satunya karena fungsi perlindungan tidak terwujud.

Cara pandang kehidupan sekulerisme berpengaruh terhadap sikap dan pandangan setiap individu termasuk dalam hubungan keluarga, yang seharusnya penuh kasih sayang dan memberi jaminan perlindungan.

Sakinah Mawaddah Warahmah tidak terwujud dalam keluarga. Sang Pencipta sudah memberikan naluri berkasih sayang pada manusia yang merupakan fitrah bagi manusia.

Pasutri saling menyayangi satu sama lain, begitu pula anggota keluarga yang lain, relasi menantu dan mertua yang baik, kakek nenek dan cucu-cucunya saling menyayangi, dsb.

Namun ternyata pada kenyataannya tidak sesuai dengan harapan, bahkan pelaku KDRT itu biasanya adalah dari keluarga terdekat. Faktor ekonomi disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya KDRT, selain itu juga ada faktor budaya serta faktor psikologis karena masa lalu dari pelaku.

Didapatkan data dari Catahu Komnas Perempuan 2023, bahwa Data pengaduan Komnas Perempuan sepanjang tahun 2022 menunjukkan kekerasan seksual sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dominan (2.228 kasus/38.21%) diikuti kekerasan psikis (2.083 kasus/35,72%). Sedangkan data dari lembaga layanan didominasi oleh kekerasan dalam bentuk fisik (6.001 kasus/38.8%), diikuti dengan kekerasan seksual (4102 kasus/26.52%).

Jika dilihat lebih terperinci pada data pengaduan ke Komnas Perempuan di ranah publik, kekerasan seksual selalu yang tertinggi (1.127 kasus), sementara di ranah personal yang terbanyak kekerasan psikis (1.494). Berbeda dengan lembaga layanan, data tahun 2022 ini menunjukkan bahwa di ranah publik dan personal yang paling banyak berbentuk fisik.

Hal ini juga menunjukkan UU P-KDRT yang sudah 20 tahun disahkan ternyata belum bisa menuntaskan persoalan pelik ini.

Menurut Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti yang merupakan guru besar ketahanan keluarga dari IPB, keluarga seharusnya berperan dalam membangun manusia berkualitas dengan memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan kebutuhan perkembangannya, membangun keluarga yang berketahanan, sejahtera dan berkualitas.

Membangun masyarakat madani, menciptakan lingkungan yang ramah keluarga serta pondasi dan benteng peradaban. Setiap keluarga perlu mengenali kerentanan dan potensi krisis yang bisa terjadi pada keluarga, agar segala tantangan dan rintangan bisa diatasi dengan baik.

Dilansir dari muslimahnews.id, Islam seringkali dituduh sebagai agama yang patriarki dan menjadi salah satu faktor penyebab adanya KDRT, padahal sejatinya masalah KDRT adalah masalah sistemis, banyak aspek yang berkaitan satu sama lain. Untuk menyelesaikannya tidak cukup sekadar parsial, semisal menyelesaikan soal komunikasi suami istri saja.

Lebih dari itu, harus juga menyelesaikan problem ekonomi, sosial, hukum, perundangan, serta pemerintahan. Artinya, masalah KDRT butuh solusi yang sistemis pula. Sejak syariat Islam turun ke muka bumi, terdapat seperangkat solusi bagi kehidupan manusia, termasuk dalam berumah tangga.

Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri dan mewajibkan keduanya untuk bekerja sama saling menolong membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, dan penuh rahmat. memandang keluarga adalah institusi terkecil yang strategis dalam memberikan jaminan/ benteng perlindungan. Serta ada sanksi yang tegas bagi pelakunya (bukan hanya sekedar hukuman penjara saja.
Rasulullah saw bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluarganya. Dan aku orang yang paling baik kepada keluargaku.” (HR Tirmidzi).

Demikianlah semestinya prinsip interaksi di tengah anggota keluarga, yakni dalam rangka mewujudkan interaksi yang sahih berdasarkan aturan Islam. Tidak semestinya hubungan antaranggota keluarga dibangun atas landasan manfaat ataupun materi. Interaksi seperti ini tidak akan bertahan lama, tetapi cepat atau lambat malah bisa merenggangkan hubungan keluarga.

Selain interaksi sahih tersebut, suatu keluarga muslim juga membutuhkan lingkungan tempat tinggal yang kondusif sehingga tidak memicu konflik sosial maupun pergaulan yang tidak sehat bahkan membahayakan perempuan dan anak.

Misalnya, lingkungan tempat tinggal yang lekat dengan pergaulan bebas, atau malah pusatnya pelanggaran hukum syara seperti maraknya praktik kemusyrikan, lokalisasi prostitusi, banyak yang minum khamar, termasuk kental dengan berbagai muamalah yang tidak syar’i (riba, perjudian, dan pinjol). Allah berfirman:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf [7]: 96).

PR besar bagi kaum muslimin memahami benar agama yang dianutnya bukanlah hanya sekadar agama ritual yang mengatur aspek ibadah pribadi manusia dengan pencipta-Nya.

Islam adalah sebuah agama yang memiliki fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) bagaimana menjalankan pemikiran tadi menjadi solusi nyata atas beragam persoalan yang ada di masyarakat.

Tidak berlebihan kiranya jika kita sampaikan bahwa Islam adalah agama sempurna yang memiliki konsep-konsep untuk menyelesaikam problematika umat dari pertama Islam diturunkan hingga hari kiamat.

Betapa banyak khazanah keilmuan yang bersumber dari al-quran dan sunnah juga kitab-kitab karya ulama yang didalamnya membahas berkaitan berbagai permasalahan dalam kehidupan.

Sayangnya Islam hari ini, belum dijadikan solusi utama dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan, termasuk dalam persoalan KDRT. Wallahu’alam bishowab.[]

Comment