Imlek, Dinasti dan Demokrasi: Pembelajaran dari Dinasti Qin

Opini127 Views

 

 

Penulis: Firdauz | Wapemred Radar Indonasia News

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tahun Baru Imlek seperti ditulis wikipedia merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama (Hanzi: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh (十五暝 元宵節) pada tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī (除夕) yang berarti “malam pergantian tahun”.

Beberapa hari lagi perayaan Imlek yang dinanti-nanti warga Pecinan Jakarta dirayakan. Tepat 10 Februari 2024 nanti, perayaan sakral tahun ini berselang dengan pesta demokrasi lima tahunan sekali.

Beragam ornamen bermotif naga terpaksa berbagi ruang tembok dengan baliho calon legislatif sepanjang Pecinan, Glodok.

Tahun ini dikenal sebagai tahun shio naga kayu. Sebagian orang menganggap tahun naga kayu sebagai tahun yang penuh keberuntungan dan kemakmuran

Menurut peruntungan orang-orang Tionghoa, naga adalah raja dari semua satwa. Entah kebetulan atau tidak tahun ini memang kita akan memilih dan menggantikan singgasana “Sang Raja” setelah 10 tahun genap berkuasa.

Dalam catatan sejarah, perayaan awal musim ini sebelum Dinasti Qin (Chin) berkuasa, meski tanggal perayaan permulaan tahun tidak jelas.

Bulan kabisat yang dipakai untuk memastikan kalender Tionghoa sejalan dengan edaran mengelilingi matahari, dan pada masa Kaisar pertama China, Qin Shi Huang menukar dan menetapkan bahwa tahun Tionghoa berawal di bulan 10 pada 221 SM.

Dinasti Qin dikenal karena kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han. Cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu dengan mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan bagi bangsa Han.
Orang Han yang tidak mematuhi peraturan tersebut akan berujung pada hukuman penggal. Pilihan ada dua: potong rambut, atau potong kepala.

Era Qianlong tahun 1735 Pangeran Bao (Aixinjueluo Hongli) naik tahta menggantikan ayahnya. Di masa pemerintahannya wilayah Qing Raya diperluas mengusung “sepuluh kampanye besar”.

Ironis, di akhir masa pemerintahannya, para pejabat dan menteri kesayangannya, Heshen dan para pejabatnya tercemar perilaku dan praktik korupsi.

Diturunkan di tengah masa kekuasaan, para pejabat dan menteri kesayangannya Heshen dan para pejabat di tengah kekuasaannya, harus turun dan berakhir di meja eksekusi dengan tuduhan korupsi dan memperkaya kolega dan keluarga.

Januari 2017, seperti ditulis kompas sebelum meninggalkan Gedung Putih, Obama menulis pesan kepada Donald Trump. Dalam catatannya, Obama mengatakan, ”Kita hanyalah penguasa sementara dari tempat ini. Terlepas dari dorongan dan tarikan politik, kitalah yang bertanggung jawab meninggalkan instrumen demokrasi sekuat saat kita menemukannya.”

Rujukan catatan Obama itu bukan hanya untuk Trump, tapi Obama ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Obama terpilih secara demokratis dan keterpilihannya sebagai orang kulit hitam melambangkan kesempurnaan demokrasi Amerika.

Obama sangat menjunjung tinggi demokrasi. Catatan untuk Trump itu sebenarnya juga catatan untuk para pemimpin di seluruh dunia yang terpilih secara demokratis.

Mempengaruhi lembaga yudikatif dengan niat memperpanjang dinasti (kekuasaan), adalah tindakan a-moral seorang pemimpin. Ini disebut sebagai abuse of power.

Cukuplah kita belajar dari sejarah bagaimana kekuasaan itu harus jauh dari kepentingan pribadi, apalagi  memaksakan anak raja yang belum cukup umur untuk memimpin sebuah kerajaan dan atau bangsa yang besar.[]

Comment