Bunuh diri dan Rapuhnya Mental Generasi

Opini177 Views

 

 

Penulis:  Faiza Nisa Muthmainnah | Mahasantriwati Cinta Quran Center

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sebagaimana ditulis republika.co.id, terkait bunuh diri di Indonesia 2021-2023 dan Data Statistik Pusat Informasi Kriminal Nasional Kepolisian Republik Indonesia (Pusiknas Polri), angka kasus bunuh diri terus meningkat di berbagai daerah di Indonesia. Disinyalir, angka tersebut masih belum menunjukkan data riil di lapangan.

Republika sudah mengolah data kasus bunuh diri yang dicatat oleh Pusiknas Polri dalam rentang waktu lima tahun terakhir, yakni periode 2018-2023, setidaknya hingga Jumat (15/12/2023).

Berikut data kasus bunuh diri dari tahun ke tahun: Pada 2021, tercatat ada 629 kasus bunuh diri. Paling banyak, sebanyak 259 kasus ada di Polda Jawa Tengah, 153 kasus di Polda Jawa Timur, 117 kasus di Polda Bali, 32 kasus di Polda Jawa Barat dan 18 kasus di Polda DIY.

Pada 2022, tercatat ada 902 kasus bunuh diri. Paling banyak, sebanyak 425 kasus ada di Polda Jawa Tengah, 157 kasus di Polda Jawa Timur, 144 kasus di Polda Bali, 50 kasus di Polda DIY, dan 38 kasus di Polda Jawa Barat.

Pada 2023, hingga Jumat (15/12/2023) pukul 13.08 WIB tercatat ada 1.214 kasus bunuh diri. Paling banyak ada 432 kasus da di Polda Jawa Tengah dan 225 kasus ada di Polda Jawa Timur.

Secara total, angka bunuh diri yang tercatat di kepolisian sejak 2018 hingga Jumat (15/12/2023) mencapai 3.618 kasus. Di mana, jumlah kasus tiga terbanyak tercatat di Polda Jawa Tengah dengan 1.557 kasus, Polda Jawa Timur dengan 688 kasus, dan Polda Bali dengan 512 kasus.

Beberapa waktu lalu, Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Nova Riyanti Yusuf menyampaikan, persoalan umum di Indonesia adalah ketiadaan pendataan yang baik, termasuk di masalah kesehatan mental dan jiwa.

Sebab itu, dia menukil data dari kepolisian untuk menunjukkan angka kasus bunuh diri di Indonesia pada 2021 dan 2022, di mana Jawa Tengah menjadi yang terbanyak melaporkan.

Banyak faktor yang menjadikan angka bunuh diri terus meningkat. Salah satunya adalah depresi akibat masalah hidup yang tidak terselesaikan. Gangguan kesehatan mental atau depresi merupakan masalah kejiwaan yang rentan terjadi pada remaja. Data di Indonesia menunjukkan sebanyak 6,1 % penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental.

Dr. Khamelia Malik dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam temu media luring Selasa (12/10) di Jakarta menyampaikan bahwa terdapat paradoks pada kesehatan remaja. Di sisi lain secara fisik masa remaja merupakan periode paling sehat sepanjang hidup dari segi kekuatan, kecepatan, kemampuan penalaran, lebih tahan terhadap kondisi dingin, panas, kelaparan, dehidrasi dan berbagai jenis cedera.

“Justru angka kesakitan dan kematian meningkat hingga 200% di masa remaja akhir ini” Kata Dr. Khamelia.

Salah satunya disebabkan oleh ketidakmampuan mengendalikan perilaku dan emosi yang mengakibatkan kesakitan dan kematian, lanjutnya.

Menurutnya seperti ditulis sehatnegeriku.kemkes.go.id, yang membuat remaja sulit dipahami adalah ada area otak yang mengalami maturasi lebih cepat dibanding area lainnya. Otak remaja berkembang dalam keadaan konstan yang berarti remaja lebih cenderung melakukan perilaku berisiko dan implusif, kurang mempertimbangkan konsekuensi dibanding orang dewasa.

Hal ini menunjukkan kualitas generasi bermental mudah menyerah. Akhirnya cenderung mengambil jalan pintas bunuh diri untuk menyelesaikan permasalahan dalam hidupnya. Karena mereka menganggap dengan bunuh diri, persoalan hidup mereka tuntas.

Terpuruknya mental generasi hari ini diakibatkan oleh sistem kehidupan sekuler yang memisahkan agama dan tidak menjadikannya sebagai pijakan dalam kehidupan. Hidup hanya mengejar nilai materi semata.

Saat semuanya tidak sesuai harapan, dengan mudahnya menyerah, tersiksa, depresi, dan gangguan mental lainnya. Tidak memahami makna hidup sebenarnya untuk ibadah kepada Sang Pencipta dengan standar halal dan haram. Sejatinya mereka harus memahami bahwa segala sesuatu apapun yang terjadi adalah atas seizin-Nya. Saat sesuai harapan ia bersyukur, saat tidak sesuai harapan ia bersabar.

Dalam sistem sekuker ini, perbuatan manusia tidak diatur dan diselaraskan dengan fitrahnya. Sekularisme justru menganut paham kebebasan, sehingga manusia manapun yang ingin melakukan perbuatan apapun, asalkan tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dibiarkan, tidak diberi sanksi.

Sehingga tidak dipungkiri, bunuh diri pun meningkat tanpa solusi dan aturan yang tegas sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus serupa. Sistem hidup kapitalis sekuler inipun sangat mempengaruhi kehidupan dan pembentukan mental genersi.

Generasi bermental rapuh kebanyakan dialami oleh mereka yang lahir dan besar di lingkungan keluarga broken home, fatherless, motherless, atau hidup berjauhan dengan orang tua. Orang tua ada, tetapi kehadiran mereka seperti tidak ada. Anak tidak merasakan peran dan kehadiran ayah atau ibunya, baik secara fisik maupun psikis.

Kurikulum pendidikan yang berlaku hari ini adalah kurikulum sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan Allah Taala. Hasilnya, generasi kita terdidik dengan cara pandang kapitalisme sekuler. Standar kebahagiaan hidup tertinggi adalah meraih sebanyak-banyaknya materi dan kesenangan duniawi. Ketika gagal meraihnya, depresi dan bunuh diri menjadi hal yang tidak terhindarkan.

Remaja dan pemuda paling rentan terhadap perilaku bunuh diri. Negara seharusnya memperhatikan betul kondisi mereka. Pada era digital, internet telah menjadi sumber utama informasi yang memberikan penggambaran tidak pantas mengenai bunuh diri dan masalah kesehatan mental.

Apalagi jika melihat tayangan/tontonan yang mengangkat perihal bunuh diri. Media berperan sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa tiap individu.

Hal ini membutuhkan peran negara dalam melakukan kontrol terhadap media dalam menyebarkan informasi dan tontonan. Melalui media, negara harus menciptakan suasana iman, tontonan yang menuntun pada ketaatan, bukan yang mengarah pada kemaksiatan.

Tidak jarang, generasi muda banyak meniru gaya hidup sekuler liberal lewat tayangan yang mereka tonton sehari-hari tanpa filter yang benar.

Lantas bagaimana Islam memandang persoalan ini?

Dalam Islam, bunuh diri haram hukumnya, sebagaimana tertera dalam QS al-Nisa’[4]: 29-30 yang artinya:
“…Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.”

Islam adalah solusi persoalan hidup. Bagaimana mekanisme Islam mencegah bunuh diri?

Pertama, menanamkan akidah Islam pada anak-anak sejak dini. Dengan penancapan akidah yang kuat, setiap anak akan memahami visi dan misi hidupnya sebagai hamba Allah, yakni beribadah dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Prinsip ini harus dipahami bagi seluruh keluarga muslim sebab orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Negara akan membina dan mengedukasi para orang tua agar menjalankan fungsi pendidikan dan pengasuhan sesuai akidah Islam.

Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Sejarah Islam telah membuktikan bahwa kurikulum pendidikan Islam mampu melahirkan generasi kuat imannya, tangguh mentalnya, dan cerdas akalnya. Negara mengondisikan penyelenggaraan pendidikan yang bertujuan membentuk syahsiah Islam terlaksana dengan baik. Generasi harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai syariat Islam.

Dengan begitu, mereka akan memiliki bekal menjalani kehidupan dan mengatasi persoalan yang melingkupinya dengan cara pandang Islam.

Ketiga, memastikan para ibu menjalankan kewajibannya dengan baik. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dalam Islam kaum ibu diberdayakan sebagai ibu generasi peradaban, bukan mesin ekonomi seperti halnya dalam sistem kapitalisme yang malah menghadapkan para ibu pada persoalan ekonomi dan kesejahteraan.

Islam menetapkan kebijakan ekonomi yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dari kalangan laki-laki. Alhasil, peran ayah dan ibu dalam keluarga dapat berjalan seimbang seiring pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin negara.

Penerapan Islam yang paripurna akan membentuk individu bertakwa, masyarakat yang gemar berdakwah, dan negara yang benar-benar me-riayah. Dengan begitu, masalah bunuh diri akan tuntas karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dengan menjadikan Islam sebagai the way of life.

Ketika Islam menjadi jalan hidup bagi setiap muslim, tidak akan ada generasi yang sakit mentalnya, mudah menyerah, atau gampang putus asa. Mereka akan menjadi generasi terbaik dengan mental sekuat baja dan kepribadian setangguh para pendahulunya.[]

Ref: muslimahnews

Comment