Gaza Butuh Angkatan Bersenjata Muslim Untuk Usir Entitas Penjajah

Opini149 Views

 

Penulis: Novita Mayasari, S.Si | Aktivis Muslimah

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Genosida di Gaza, Palestina masih terus berlanjut terhitung sejak balasan Israel atas penyerangan Hamas 07 Oktober 2023 lalu. Lebih dari 100 hari sudah dilalui oleh masyarakat Gaza dengan penuh kecemasan dan ketakutan.

Tiada hari yang dilewati oleh anak-anak di Gaza tanpa dentuman-dentuman bom dan juga bunyi tembakan di sana sini. Jumlah korban tewas akibat serangan Israel ini telah mencapai puluhan ribu, belum lagi korban luka-luka yang terus bertambah.

Sebagaimana dilansir dari Priangan.tribunnews.com Minggu (14/01/2024) menyatakan bahwa 100 hari atau hari ke-100 genosida di Gaza, Palestina pada tanggal 14 Januari 2024 sejak balasan Israel atas penyerangan Hamas 7 Oktober 2023, tercatat sudah sebanyak 23.843 orang warga Palestina yang tewas dan lebih dari 60.317 lainnya luka-luka.

Di sisi lain adanya isolasi di berbagai lini membuat tingkat pengangguran di Gaza termasuk yang tertinggi di dunia. Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hampir setengah dari populasi Gaza menganggur alias tak bisa bekerja sehingga masyarakat hidup dalam kemiskinan pun tidak terelakan lagi.

Ditambah lagi blokade total Israel terhadap Gaza sukses menghentikan segala macam bantuan seperti obat-obatan, makanan, air, listrik bahkan akses internet pun dihentikan padahal kesemua itu merupakan barang-barang pokok dan urgen bagi kebutuhan masyarakat di Gaza.

Belum lagi Mesir satu-satunya negara muslim yang berbatasan langsung dengan Gaza ternyata memperkuat blokade Israel terhadap Gaza. Di perbatasan Rafah nyatanya kerap terjadi kesewenang-wenangan terhadap para pelancong Gaza dan mereka pun diperlakukan dengan buruk.

Nasionalisme Memecah Belah Kaum Muslim

Terkait permasalahan Palestina negara-negara muslim hari ini hanya bisa mengeluarkan kutukan dan kecaman-kecaman saja. Tentu hal ini tidaklah berarti apa-apa di mata penjajah Israel yang tetap saja membombardir Gaza tanpa ampun. Hal ini terjadi karena pengaruh kultur dan cara pandang nasionalisme sempit.

Dengan nasionalisme tersebut kaum kafir mampu mengotak-ngotakkan kaum muslim menjadi berbagai negara bangsa. Akhirnya mereka hidup masing-masing dan membatasi diri dengan persoalan negara lain.

Nasionalisme sendiri merupakan sebuah paham yang lahir dari induk kapitalisme yang saat ini telah ditancapkan di seluruh negara muslim di dunia. Sangat disayangkan kaum muslimin tidak menyadari bahwa nasionalisme inilah yang membuat mati rasa terhadap kondisi sesama muslim sehingga muncul sikap apatis yang mengebiri nilai nilai ukhuwwah islamiyyah.

Nasionalisme menjadi penyebab utama yang membuat negara-negara muslim memandang penderitaan kaum muslim di negeri lainnya sebagai masalah asing yang tidak ada sangkut pautnya dengan nuslim  lain. Tidak ada lagi apa yang disebut ‘almuslim akhul muslim’ sebagai prinsip untuk menolong sesama muslim dalam kehidupan mereka.

Nasionalisme telah menepikan umat islam saat ini berada di sebuah tribun penonton untuk menyaksikan sebuah atraksi pembantaian secara keji yang diperankan oleh zionis israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza.

Adapun tentara Mesir yang digadang-gadang sebagai tentara terbaik hanya bersiap siaga di Sinai, tidak ada pergerakan untuk membantu para mujahidin Palestina yang tengah berjuang sendiri mengusir penjajah.

Kalau saja Mesir dan para pemimpin negara – negara  muslim memegang kuat prinsip ukhuwwah islamiyyah dan memiliki kepedulian terhadap Palestina – bisa saja mereka mengirimkan bala bantuan pasukan dan tentara terbaik mereka untuk menghadapi agresi militer Israel. Sejatinya, hanya butuh keberanian saja. Namun sayang para pemimpin negara muslim hari ini tidak berkutik akibat normalisasi hubungan diplomatik dan ekonomi dengan negeri kapitalis yang tentunya bermuara ke pihak penjajah Barat.

Sungguh tanpa bantuan proporsional dari para pemimpin negara muslim, Gaza semakin menderita dan sengsara.

Usir Penjajah dengan Tentara Kaum Muslim

Konon, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan lembaga perdamaian dunia, kenyataannya juga tidak bisa berbuat apa-apa terhadap agresi israel di Palestina. Terkait persoalan penjajahan di Palestina ini, PBB justru menyarankan Two Nation State (solusi dua negara) dan atau gencatan senjata. Ironisnya, kedua hal tersebut justru diaminkan oleh para pemimpin negara muslim.

Padahal kedua pilihan ini sebuah paradoks dan sebagai pengkhianatan PBB terhadap kemerdekaan Palestina yang tentu saja menguntungkan pihak zionis Israel. Langkah ini sejatinya tidak mampu menyolusi apa pun terhadap Gaza, Palestina.

Seharusnya seorang muslim memahami bahwal solusi atas penjajahan oleh Israel terhadap kaum muslim di Gaza, Palestina adalah debgan halan berjihad. Islam telah menetapkan bahwa jihad adalah fardhu (wajib) bahkan menjadi fardhu ‘ain bagi penduduk setempat. Namun jika penduduk setempat tidak mampu menghalang para musuh, maka fardhu ‘ain ini meluas bagi kaum muslim yang terdekat di wilayah tersebut seperti Mesir, Arab Saudi, Yaman dan lain-lain.

Bahkan di dalam kitab Ajhizah ad-Dawlah al-Khilâfah (Struktur Negara Khilafah) karya dari Syeikh Taqiyyudin an-Nabhani menyatakan bahwan jihad adalah puncak keagungan Islam dan jihad merupakan perang di jalan Allah untuk meninggikan kalimat-Nya.

Sungguh perang tersebut memerlukan pasukan terhebat, butuh persiapan, memerlukan latihan, pembekalan, logistik dan tentu saja yang namanya pasukan harus memiliki persenjataan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

“Siapkanlah untuk menghadapi mereka dengan kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah, musuh kalian dan orang-orang selain mereka yang tidak kalian ketahui sedangkan Allah mengetahuinya.” (TQS al-Anfal: 60)

Oleh karena itu angkatan bersenjata harus dilawan dengan angkatan bersenjata juga dan penjajahan hanya bisa dihentikan dengan kekuatan militer (angkatan bersenjata).

Maka dalam situasi dan kondisi yang terjadi di Gaza saat ini,  para pemimimpin negara muslim sepatutnya segera memobilisasi pasukan militer mereka dan mengirimnya ke Gaza. Tentu semua ini akan menjadi sia-sia jika tidak ada kesatuan komando. Untuk dan dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan internasional untuk menyatukan seluruh negeri-negeri muslim yang terpecah belah oleh nasionalisme dan negara inilah yang akan memimpin untuk mengomandoi jihad fi sabilillah.

Maka menjadi langkah utama saat ini adalah menyatukan negara negara islam  dalam satu kepemimpinan sebagaimana yang diwariskan Nabi Muhammad dan para Khulafaaur Raasyidiin. Inilah yang akan menjadi pelindung dan perisai bagi kaum muslimin dari berbagai ancaman dan marabahaya. Wallahu ‘alam Bishowwab.[]

Comment