Penulis: Shabrina Nibrasalhuda |
Mahasiswi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai metode Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Demikian disampaikan oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), mengingat adanya peningkatan kasus TPPO setiap tahun.
Menurut Dirjen Protokol dan Konsuler Kemenlu Yudha Nugraha, ada lima cara TPPO yang dapat menjebak masyarakat. Pertama, penawaran pekerjaan di luar negeri yang sering dilakukan melalui media sosial, calo, atau sponsor. Kedua, pergi ke luar negeri untuk bekerja melalui calo, bukan melalui jalur resmi. Ketiga, menarik masyarakat dengan memberikan panjar (uang muka) oleh calo dengan jumlah Rp5 juta-Rp10 juta. Keempat, pergi ke Timur Tengah dengan menggunakan visa ziarah atau umrah, bukan visa kerja. Kelima, godaan dan rayuan terkait gaji yang lebih besar dari Upah Minimum Regional (UMR) sehingga banyak masyarakat tertarik untuk bekerja di luar negeri.
Saat ini, pemerintah Indonesia masih menerapkan pembatasan penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) terhadap 14 negara di kawasan Timur Tengah. Kemenlu mencatat bahwa kasus perdagangan orang Warga Negara Indonesia (WNI) dalam kurun waktu 2021-2022 meningkat lebih dari 100%. Dari 360 kasus TPPO, jumlahnya meningkat menjadi 752 kasus.
Namun, kemungkinan besar angka tersebut hanya mencerminkan sebagian kecil dari masalah, karena masih banyak korban yang tidak melaporkan kasusnya.
Ketua Umum Serikat Pekerja Informal dan Pekerja Profesional Indonesia (IMMPI) William Yani Wea bersama Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus telah mengadakan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD Rabu, 22 Maret 2023. Pertemuan ini bertujuan untuk melaporkan peningkatan jumlah oknum pejabat yang terlibat dan mendukung perdagangan orang.
Sementara itu, Koordinator TPDI Petrus Selestinus menyatakan bahwa angka perdagangan orang tidak mengalami penurunan dari tahun ke tahun, meskipun pemerintah terus berupaya memperbaiki peraturan, membentuk badan, dan satuan tugas. Namun, hasilnya masih jauh dari harapan.
Setiap tahun, human trafficking terjadi dalam hubungan antar negara. Indonesia menempati peringkat kedua dalam laporan perdagangan orang yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri AS. Kemiskinan menjadi faktor utama yang mendorong kelangsungan perdagangan manusia.
Motivasi utama ekonomi muncul karena adanya pemahaman kapitalisme yang menitikberatkan pada keinginan manusia terhadap materi dan kenikmatan hidup dunia, yang pada gilirannya menghilangkan aspek kemanusiaan dan fokus pada pencarian keuntungan di tengah bencana kemanusiaan.
Dugaan keterlibatan banyak oknum pejabat dalam kejahatan perdagangan manusia terjadi karena kelemahan individu dan lemahnya sistem lembaga yang ada. Nilai-nilai materialistis dalam kehidupan sekuler mendorong oknum pejabat negara untuk mengeksploitasi jabatannya demi kepentingan pribadi, dengan memanfaatkan kelemahan sistem.
Jabatan yang seharusnya dianggap sebagai amanah untuk melayani rakyat, sebagaimana diajarkan dalam Islam, telah terkikis oleh nilai-nilai materialisme yang hanya mengejar keuntungan demi memperkaya diri.
Laporan Trafficking in Person 2022 dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah mencatat bahwa keterlibatan oknum pejabat dalam kejahatan perdagangan manusia di Indonesia tetap menjadi perhatian, karena pemerintah belum mengambil langkah-langkah yang memadai untuk menanganinya.
Hal ini menjadi faktor mengapa pemerintah Indonesia dianggap belum sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk menghapuskan perdagangan manusia, sesuai dengan laporan tersebut.
Akar permasalahan sebenarnya adalah ketidakmampuan pemerintah menjamin kebutuhan dasar warganya, dan ketidakmampuan membuat mekanisme ekonomi yang memenuhinya.
Akibatnya, rakyat terpaksa mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, bahkan dengan bekerja di luar negeri, di mana permintaan untuk pekerja berkeahlian rendah semakin tinggi.
Paradigma yang keliru adalah anggapan bahwa kebutuhan Indonesia terhadap tenaga kerja asing (TKA) sangat mendesak. Meskipun banyak TKA yang datang, mereka disambut dengan antusias dan diberikan perlindungan serta perlakuan khusus, yang menyebabkan rakyat Indonesia teralienasi dan terpaksa menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Padahal, menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara seharusnya menjadi kewajiban negara, dan rakyat berhak mendapatkan prioritas pelayanan dari pemerintah.
Terakhir, paradigma yang keliru adalah pandangan bahwa negara hanya berperan sebagai fasilitator atau regulator, bukan sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Meskipun pemerintah mencoba melestarikan keberadaannya melalui berbagai program, mereka tetap tidak mampu menyelesaikan problematik yang rumit.
Pemerintah terkesan tidak optimal melindungi dan meningkatkan nasib Warga Negara Indonesia (WNI), dan banyaknya kasus yang terjadi terkait dengan kegagalan program dan solusi untuk mengatasi masalah WNI ini.
Solusi komprehensif untuk mengatasi human trafficking adalah dengan mencari alternatif dan menggantikan sistem kapitalisme sekuler dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Rakyat di Indonesia, maupun di seluruh dunia, memerlukan suatu sistem yang dapat meningkatkan kesejahteraan manusia.
Sistem Islam diharapkan dapat mengeliminasi perdagangan manusia melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan dan mengakhiri kemiskinan. Politik ekonomi Islam diarahkan untuk memastikan pemenuhan semua kebutuhan dasar setiap individu warga negara, termasuk kebutuhan sekunder, sehingga memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat. Dengan demikian, Islam diharapkan dapat menyelesaikan masalah kemiskinan secara sistematis.
Sistem Islam tidak membutuhkan partisipasi swasta, termasuk korporasi global dalam menangani perdagangan manusia. Dalam Islam, tidak ada celah bagi siapa pun untuk terlibat dalam perdagangan manusia untuk tujuan apapun.
Penyelesaian terhadap kejahatan perdagangan manusia tidak dapat hanya dilakukan dengan mengidentifikasi modus tindak kejahatannya. Demikian juga, harapan untuk solusi melalui forum internasional, terlebih lagi menyerahkan pada sektor swasta untuk memerangi masalah tersebut, bukanlah cara yang efektif.
Namun, perubahan perlu terjadi dengan menciptakan tatanan baru di dunia, yakni Sistem Islam, yang akan menggantikan dominasi kapitalisme. Ini dianggap sebagai satu-satunya jalan untuk mengatasi perdagangan manusia secara global.
Dalam Sistem Islam, pemerintah diharapkan memberikan sarana pekerjaan bagi seluruh pencari kerja, dengan memudahkan kewajiban mencari nafkah bagi laki-laki melalui penyediaan lapangan kerja maksimal dan jaminan bagi setiap kepala keluarga.
Selain itu, mekanisme gaji yang adil diharapkan dapat mengatasi masalah upah minimum provinsi (UMP) yang saat ini membuat rakyat mendapatkan upah minimum sehingga kebutuhan keluarga tidak tercukupi.
Islam juga diakui dapat meningkatkan wawasan dan keterampilan masyarakat melalui peningkatan kurikulum pendidikan di sekolah dan perguruan tinggi. Dengan demikian, tidak akan ada lagi alasan kurangnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam negeri. Solusi yang umum di negara kapitalis, yaitu merekrut Tenaga Kerja Asing (TKA) yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam juga tidak akan diterapkan di bawah Sistem Islam.
Selain itu, rakyat di bawah Sistem Islam tidak hanya mengandalkan gaji sebagai hak upah mereka, karena negara diharapkan akan memenuhi seluruh kebutuhan dasar mereka secara cuma-cuma melalui harta milik umum. Hal ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemilik sebenarnya, yaitu rakyat. Wallahu ‘alam.[]
—-
Referensi:
Comment