Penulis: Dwi Sri Utari, S.Pd | Guru dan Aktivis Politik Islam
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Untuk perayaan Peringatan Hari Ibu pada tahun 2023 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak seperti ditulis detik.com Selasa (19/12/2023) telah merilis logo, tema dan subtema. PHI ke-95 ini disemarakkan dengan tema utama yakni “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Tema tersebut ditetapkan dengan harapan bisa memberi inspirasi kepada semua pihak untuk terus mendukung perempuan Indonesia. Tema ini juga menjadi pengingat akan pentingnya peran perempuan dalam mencapai kemajuan Indonesia.
Adapun subtema yang diusung KemenPPPA dalam pelaksanaan Hari Ibu 2023 berjumlah empat. Pertama yaitu “Perempuan Bersuara” yang bermakna perempuan harus memiliki keberanian untuk menyampaikan aspirasi, gagasan, dan ide-ide untuk kemajuan bangsa. Subtema kedua yaitu “Perempuan Berdaya dan berkarya” yang maknanya bahwa perempuan tidak hanya berdaya secara ekonomi namun juga secara sosial budaya.
Selain itu, melalui tema ini perempuan diharapkan dapat mengambil keputusan lewat karya. Selanjutnya ada subtema “Perempuan Peduli” untuk meningkatkan kepedulian terhadap berbagai isu bermasyarakat dan bernegara. Terakhir adalah subtema “Perempuan dan Revolusi” yang menunjukkan bahwa perempuan telah mengambil peran dan berkontribusi dalam perubahan dan kemajuan bangsa.
Tema-tema tersebut selaras dengan permasalahan yang melanda negeri ini. Di mana permasalahan ekonomi dan kemiskinan memang cukup melekat dengan masyarakat di negara Indonesia, terlebih pasca pandemi Covid-19. Bahkan berdasarkan analisis dan data yang disampaikan para ahli, angka kemiskinan meningkat pasca pandemi Covid-19.
Meskipun sudah 2 tahun berlalu, nampaknya kondisi perekonomian negara ini masih belum cukup membaik. Dalam mengatasi kegoncangan ekonomi tersebut, para ibu dinilai mampu membantu mengatasinya. Kaum wanita tersebut dianggap turut bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan mengatasi berbagai problem ekonomi keluarga, dan didorong untuk keluar rumah dan turut aktif berkontribusi dalam aktivitas-aktivitas ekonomi. Harapannya, agar terwujud keluarga sejahtera dan bahagia.
Terlibatnya kaum wanita dalam aktivitas ekonomi memang merupakan salah satu wujud kesetaraan gender. Wanita dianggap memiliki hak untuk bekerja dan melakukan aktivitas ekonomi sebagaimana kaum pria. Paham tersebut dirasa berbahaya apabila melihat dampak yang terjadi.
Paham yang berasal dari pandangan hidup sekuler tersebut nampak memposisikan kaum wanita sebagai komoditi bisnis. Apabila diperhatikan berbagai bisnis banyak melibatkan kaum wanita. Apakah itu fasion, kosmetik, industri, bahkan aktivitas pornografi. Berbagai aktivitas ekonomi dinilai menguntungkan apabila melibatkan para kaum wanita ini. Hal ini sejalan dengan pandangan ekonomi ala kapitalis yang menjadikan apapun sebagai pundi-pundi uang para pengusaha kapitalis. Sadar atau tidak, sesungguhnya ini adalah bentuk eksploitasi terhadap perempuan dalam bidang ekonomi.
Alhasil, lingkungan kerja yang mengondisikan kaum perempuan terkonsentrasi pada sektor publik membuat tidak sedikit dari mereka mengabaikan sektor domestik.
Lebih jauh dari itu, jargon perempuan sebagai penyelamat ekonomi keluarga yang digembor-gemborkan ternyata merusak keluarga muslim. Demi pekerjaan dan uang, kadang kala kaum wanita bersedia melanggar beberapa hukum agama khususnya syariat Islam, yang berkaitan dengan interaksi antara laki-laki dan perempuan, penjagaan kehormatan, urusan pakaian, tabaruj dan sebagainya. Tak jarang juga terjadi pelanggaran hukum tentang relasi suami-istri, juga penelantaran pengasuhan anak.
Inilah yang akhirnya juga menghantarkan pada angka perceraian yang kian meningkat dari waktu ke waktu. Tak berlebihan jika dikatakan, ide kesetaraan gender ini berdampak negatif terhadap keluarga muslim.
Begitulah kapitalisme, ideologi ini mampu mengalihkan fitrah dan fungsi dasar kaum wanita sebagai seorang ibu, penjaga generasi dan peradaban. Sistem ini membuat anak-anak terkena dampak dengan hilangnya hak dasar pengasuhan.
Akibatnya muncul banyak problematika melanda anak-anak sebab terabaikannya pengasuhan dari sosok Ibu. Anak-anak terjerat narkoba, seks bebas, narkoba bahkan menjadi pelaku tindakan kriminal.
Demikian kesengsaraan yang harus dihadapi keluarga. Hal ini sejatinya menunjukan bahwa sistem ini gagal mewujudkan ketahanan keluarga. Semua itu menjadi buah apabila memilih sistem ala kapitalis sebagai cara hidup, dan mencampakan aturan Sang Pencipta sebagai sistem hidup.
Pemberdayaan ibu dalam Islam bukanlah dengan menjadikan mereka produktif menghasilkan materi, melainkan menjadikan para ibu optimal dalam seluruh perannya yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah.
Setidaknya ada tiga peran ibu. Pertama, peran sebagai ummu wa robbatul bait, yaitu seorang ibu dan manager rumah tangga. Allah Taala telah titipkan rahim seorang perempuan untuk mengandung dan melahirkan seorang anak, maka pengasuhan kepada anak-anaknya adalah perkara yang wajib.
Kedua, peran ibu sebagai madrosatul ula. Artinya, ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.
Ketiga, peran ibu sebagai ummu ajyal atau ibu generasi. Seorang ibu pun harus juga peduli dengan anak-anak kaum muslim lainnya. Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa bangun di pagi hari tidak memikirkan urusan kaum muslimin maka dia bukan golonganku”. Maka ibu memiliki peran untuk mencetak generasi yang peduli terhadap permasalahan kaum muslimin.
Pemberdayaan ibu yang sesuai dengan syariat tentu membutuhkan sistem kehidupan yang memuliakan peran ibu agar tidak dieksploitasi atas nama pemberdayaan ekonomi. Mereka akan fokus pada amanahnya dan tidak terbebani kewajiban mencari nafkah.
Sesungguhnya, hanya sistem hidup yang berasal dari Sang Pencipta yang mampu memberdayakan sosok Ibu sesuai dengan fitrah sebagai wanita. Pelaksanaan syariat Islam mampu menjadi penjaga ketahanan keluarga, penjamin kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
Melalui sistem Islam yang memposisikan kaum wanita dengan mulia, menjadikannya sebagai sosok yang memiliki hak untuk dipenuhinya segala kebutuhan hidup. Sementara laki-laki adalah sosok yang bertanggung jawab dalam pengurusannya.
Sehingga kaum wanita mampu menjalankan fungsi utamanya mempersiapkan generasi unggul penerus peradaban mulia yang diberkahi Sang Pencipta, Allah Swt. Wallahualam bissawab.[]
Comment