Kesehatan Mental: Peran Keluarga, Pendidikan dan Pemerintah

Opini241 Views

 

 

Penulis: Mutiara Aini | Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Hari kesehatan Nasional 2023 baru saja diperingati pada Ahad 12 November kemarin. Momen ini dirayakan untuk memperingati keberhasilan pemerintah RI memberantas wabah malaria pada tahun 1950-an. Tema yang diangkat adalah ‘Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju’. (detikHealth, 11/11/23).

Untuk mencapai Indonesia maju tentu membutuhkan SDM yang berkualitas. Namun masih banyak problem kesehatan yang menghambat terwujudnya SDM berkualitas seperti tingginya stunting dan kemiskinan, mahalnya layanan kesehatan dan kualitas pelayanan kesehatan yang masih jauh dari harapan.

Mirisnya lagi, masih banyak fenomena memprihatinkan khususnya generasi muda kita. Banyak yang menjadi pelaku kekerasan, pecandu narkoba, pelaku seks bebas, bahkan penyuka sesama jenis. Tidak hanya itu, remaja Indonesia pun banyak mengalami masalah kesehatan mental. Di sisi lain, ada pemuda muslim yang merasa in-secure dengan identitas agamanya, dan justru bangga dengan gaya liberalnya.

Melansir dari catatan detikHealth (13/11/2023), viral seorang mahasiswi berinisial (NJ) nekat melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari lantai 4 Mal Paragon Semarang. Motif dari aksi tersebut lantaran korban tak kuat menanggung beban dan merasa mengecewakan orang tuanya.

Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI drg. R. Vensya Sitohang M.Epid. menyebutkan kasus bunuh diri di tahun 2022, menyentuh 826 orang. Angka ini meningkat 6,37 persen dibandingkan 2018 yakni 772 kasus.
Kasus bunuh diri di Indonesia juga relatif jauh lebih tinggi dibanding  Singapura sepanjang 2023 yang tercatat mencapai 476 korban.

Menurut drg.Vensya seperti ditulis detik.com Kamis (12/10/2023), untuk catatan 2023 datanya masih divalidasi. Fakta ini mengisyaratkan bahwa Indonesia berada di level darurat kesehatan mental.

Ketika seseorang dihinggapi masalah hidup yang begitu pelik, maka kematian dijadikan sebagai jalan pintas. Bunuh diri seolah menjadi solusi jitu atas keputusasaan menyelesaikan masalah. Angka bunuh diri yang makin meninggi merupakan indikasi adanya fenomena mental dan jiwa yang sakit. Mereka menganggap hidup seakan tidak ada artinya lagi.

Berdasarkan hasil survei, penyebab remaja memiliki segudang masalah terkait kesehatan mental ini adalah karena beberapa faktor eksternal seperti narkoba, bullying, persoalan gender, HIV/AIDS, komunikasi orang tua dan anak yang kurang baik, serta pola asuh yang salah.

Menurut Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat sebagaimana ditulis tempo.co (4/10/2023), solusi untuk memperbaiki keadaan tersebut adalah dengan membangun sistem keluarga yang harmonis dan sejahtera. Selain itu, perlu adanya penanaman nilai-nilai sopan santun, nasionalisme, dan gotong-royong dalam sistem pendidikan nasional.

Generasi yang Makin Brutal

Remaja adalah calon penerus bangsa. Maka, masalah kesehatan mental pada remaja harus dijaga. Ke depan, merekalah yang akan memegang tanggung jawab negeri ini. Dapat kita bayangkan, jika saat ini mereka terpapar oleh masalah mental, bagaimana masa depan negeri ini nanti? Jadi, munculnya masalah kesehatan mental pada remaja tidak boleh dianggap sepele.

Tak dimungkiri, pemerintah selaku pemegang kebijakan, telah melakukan beberapa langkah praktis untuk menangani hal ini. Hanya saja, para remaja saat ini masih jauh dari harapan. Mereka masih hidup dalam kubangan masalah hingga mengganggu kesehatan mentalnya.

Upaya pemerintah menanggulangi masalah negeri ini tidak berhenti sampai di situ. Pemerintah pun membuat kurikulum baru, yaitu Kurikulum Merdeka yang bertujuan agar para pelajar mudah menerima pelajaran dan dapat dididik.

Harapan hanya tinggal harapan, faktanya anak-anak makin brutal. Mereka berani melakukan perundungan yang berakibat parah, bahkan berani melakukan pembunuhan. Mereka tidak malu untuk bermesraan di tempat umum dan bermuka tembok ketika mengalami kehamilan di luar nikah. Naudzubillah.

Dampak dan Pengaruh Sistem

Ada banyak hal yang melatarbelakangi terganggunya kesehatan mental seseorang. Salah satunya adalah depresi karena tak sanggup menghadapi persoalan hidup yang sangat berat dan tak kunjung usai, rapuh dan mudah menyerah. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dengan cara yang tidak wajar demi menyelesaikan masalah.

Sikap putus asa, stres, hingga depresi, menjadi penyakit mental yang mudah hinggap dalam kehidupan mereka. Mereka menganggap bahwa dengan bunuh diri, semua beban masalah dan mental mereka akan sirna dan berakhir.

Mengapa generasi kita menjadi demikian? Penyebab utamanya adalah karena penerapan sistem sekuler kapitalisme yang gagal mewujudkan generasi kuat dan tangguh. Sistem inipun telah menghilangkan peran tiga pilar pembentuk generasi.

Pertama, keluarga. Kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tua sehingga menjadikan generasi memiliki mental yang rapuh. Hal ini kebanyakan dialami oleh mereka yang lahir dan besar di lingkungan keluarga broken home, fatherless, motherless, atau hidup berjauhan dengan orang tua. Anak tidak merasakan peran dan kehadiran ayah atau ibunya, baik secara fisik maupun psikis.

Kedua, sekolah dan masyarakat. Kurikulum pendidikan yang berlaku hari ini adalah kurikulum sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan Penciptanya, generasi cenderung dididik dengan cara pandang kapitalisme sekularistik. Sehingga standar kebahagiaan hidup tertinggi adalah meraih sebanyak-banyaknya materi dan kesenangan duniawi tanpa mempertimbangkan halal-haram.

Maka tak heran jika depresi tidak terhindarkan ketika ia gagal meraih tujuannya. Alhasil, masyarakat yang terbentuk adalah individualis kapitalistik.

Ketiga, peran negara. Generasi muda merupakan salah satu kelompok yang paling rentan terhadap perilaku bunuh diri. Maka di sini diperlukan peran negara. Kerena negara merupakan pemeran utama yang wajib hadir dalam kpaya melakukan pembinaan dengan menggunakan berbagai sarana atau media yang ada. Negara juga wajib menutup berbagai celah yang dapat menghantarkan atau menjerumuskan kepada kemaksiatan yang bisa merusak generasi.

Pemerintah perlu menyempurnakan penanganan masalah ini hingga tuntas. Tidak hanya menghilangkan penyebab sekunder, tetapi perlu mencari solusi primer sebagai alternatif pengganti kapitalisme sekularistik yang telah nyata menimbulkan banyak masalah.

Sebagai seorang muslim kita wajib mengimani bahwa islam bukan sekadar agama, melainkan sebuah sistem hidup yang dapat menyelesaikan problem kehidupan, termasuk masalah kesehatan mental.

Hanya Islam yang Mampu Menyembuhkan Kesehatan Mental

Transformasi kesehatan seharusnya mengarah pada terselesaikannya persoalan kesehatan yang belum tuntas. Bukan memprioritaskan transformasi ekosistem digital yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi semata. Akan tetapi, penerapan Islam secara totalitas, mulai dari sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial, hingga sistem sanksi, akan menjaga umat terutama remaja dari gangguan mental.

Seorang khalifah (pemimpin, red)  menerapkan sistem pendidikan Islam. Sehingga dengan pola didik yang dikemas dalam bentuk kurikulum islami akan lahir pemuda yang memiliki pola pikir dan pola sikap Islami. Selain itu, pemimipin membendung masuknya pemikiran asing ke dalam negara untuk melindungi umat.

Selain itu, pemerintah dalam konteks islam menjamin kebutuhan setiap warga negaranya. Menerapkan sanksi dengan adil terhadap tindakan dan sikap yang melanggar syariat. Sehingga pemuda tidak akan mengalami tekanan hidup dan dapat berkonsentrasi pada tugasnya menuntut ilmu agar berguna bagi umat.

Dengan cara seperti ini, kesehatan mental para pemuda akan terjaga secara penuh.  Mereka tetap berpikir sesuai realitas dan tuntunan Islam. Hanya Islam yang mampu menyembuhkan kesehatan mental remaja masa kini.

Salah satu cara untuk menjaga kesehatan mental menurut Islam adalah senantiasa mengingat Allah Swt., berdoa dan meminta pada Sang Pencipta. Seperti yang tertuang dalam QS. Ar-Rad: 28;

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.”

Begitu juga dalam hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa mukmin yang kuat itu lebih dicintai oleh Allah dari pada mukmin yang lemah.Wallahu ‘alam bishowwab.[]

Comment