Menanti Respon Politik Umat Terkait Masalah Palestina

Opini82 Views

 

 

 

Penulis: Lussy Deshanti Wulandari, S.Si |Pemerhati Umat

 

 

RADARINDONESIANEWS COM, JAKARTA — Gaza makin mencekam. Zionis Yahudi semakin membabi buta melakukan serangan tanpa pilah pilih lagi. Tidak ada tempat atau seorang pun yang aman di Gaza. Pasalnya entitas Zionis Yahudi mengintensifkan serangannya ke berbagai arah. Rumah sakit, sekolah, gereja, pemukiman, bahkan pengungsian rakyat sipil menjadi sasarannya.

Dilansir dari databoks (9/11),
perang yang terjadi sejak 7 Oktober ini telah menewaskan lebih dari 10.569 warga dan melukai 28.872 orang lainnya. Sebagian besar korban tersebut adalah anak-anak dan wanita. Bahkan jurnalis dan staf medis pun disasar juga. Serangan yang konon ditujukan kepada para pejuang Hamas, lebih tepat disebut genosida warga Palestina.

Gempuran Zionis Yahudi yang didukung negara adidaya AS dan Eropa, memantik solidaritas global dan respon dunia. Siapapun yang memiliki hati nurani, menentang genosida ini. Termasuk juga respon penguasa-penguasa muslim dan umat Islam.

Di tengah respon umat, mencuat pernyataan tokoh umat yang mengimbau umat agar identitas dan seruan keagamaan tidak digunakan yang bisa memupuk dan menyuburkan permusuhan serta kebencian termasuk dalam kaitan dengan Perang Palestina ini (tempo, 9/10/2023).

Sejatinya apa akar masalah konflik yang sudah terjadi bertahun-tahun ini? Tepatkah perang Palestina-Zionis Yahudi ini hanya dari aspek kemanusiaan saja? Bagaimana seharusnya umat Islam memberi respon terkait perang Palestina-Zionis Yahudi?

Mendudukkan Akar Masalah Palestina

Jika kita melihat sejarah, masalah Palestina muncul karena adanya pendudukan Zionis Yahudi atas wilayah Palestina. Bermula dari gagasan Theodor Herzl, bapak Zionis internasional yang menginginkan berdirinya negara Yahudi.

Dalam pikirannya, semua penindasan terhadap bangsa Yahudi akan bisa diakhiri bila orang Yahudi memiliki negara sendiri ditambah dengan doktrin tentang ‘tanah terjanji’ seolah Tuhan telah menyerahkan wilayah Palestina dan sebagian Mesir sebagian Suriah dan Lebanon yang membentang dari sungai Nil dan Mesir hingga sungai Eufrat di Irak untuk mereka.

Dari awal mereka menyadari bahwa Palestina bukanlah tanah tak bertuan. Wilayah itu ada di dalam kekuasaan Khilafah Utsmani. Melalui Theodor Herzl, mereka kemudian mencoba meminta wilayah itu kepada Khalifah Sultan Abdul Hamid II, tapi ditolak mentah-mentah.

Akhirnya mereka sampai pada kesimpulan, cita-cita negara Yahudi hanya mungkin bisa diwujudkan bila pelindung wilayah itu yaitu daulah Utsmani dihancurkan lebih dahulu. Itulah yang kemudian mereka lakukan dan berhasil pada 1924.

Setelah runtuhnya daulah Utsmani, mulailah eksodus besar-besaran komunitas Yahudi dari berbagai wilayah di dunia ke Palestina. Puncaknya pada 1948, atas sokongan Inggris dan PBB, negara Zionis Yahudi dideklarasikan. Setelah itu, mereka terus menindas warga Palestina dan mencaplok wilayahnya satu persatu, menguasai hampir seluruh wilayah Palestina.

Palestina Persoalan Agama

Narasi yang dideraskan dalam perang Palestina adalah menyebutkan ini bukanlah persoalan agama, tetapi kemanusiaan. Narasi ini tentu tidak benar karena jika melihat klaim Zionis Yahudi menduduki dan merebut wilayah Palestina, itu pun karena agama, terlepas benar tidaknya. Lalu, bagaimana bisa, kita seorang muslim mengatakan ini bukan persoalan agama? Padahal korban genosida itu adalah saudara seiman.

Adanya seruan untuk tidak menggunakan identitas agama dalam menyikapi masalah Palestina ini perlu diwaspadai. Justru narasi ini berbahaya karena akan membuat umat semakin kabur dalam menyolusi masalah Palestina. Solusi yang malah akan membuat masa depan Palestina semakin suram.

Adanya narasi tersebut juga menunjukkan sekularisme yang luar biasa, sejalan dengan penguatan moderasi dalam beragama. Sangat berbahaya jika umat terarus dalam narasi ini. Umat akan semakin menjauh dari agamanya karena semakin mendominasinya ketakutan dan keengganan umat menggunakan identitas agamanya.

Respon Umat Seharusnya

Pengarusan narasi berbahaya seperti moderasi beragama dapat mempengaruhi pandangan umat dalam menyikapi masalah Palestina ini. Maka, umat harus diberikan pemahaman Islam yang benar dan utuh.

Umat harus objektif memandang bahwa akar perang Palestina ini adalah pendudukan Zionis Yahudi yang diikuti oleh pencaplokan wilayah (penjajahan). Maka sejatinya, solusinya tidaklah cukup dengan bantuan kemanusiaan, kecaman, boikot, atau seruan damai untuk mengakhiri perang ini dengan menggantungkan pada hukum internasional-resolusi PBB.

Perlu diingat bahwa dalam perjalanannya menyolusi masalah Palestina, lebih dari 30 resolusi tak dipatuhi Zionis Yahudi. Berbagai perundingan pun sudah pernah digelar dengan media PBB, tapi nasib Palestina justru makin merana.

Jika akar masalahnya adalah penjajahan, maka solusi dalam pandangan Islam yaitu melakukan perlawanan dengan mengusir penjajah, bukan diplomasi. Berjihad dengan mengirimkan militer untuk memerangi penjajah yang dilakukan oleh negeri-negeri muslim. Allah Swt. berfirman:

وَقَا تِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَا تِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah [2]: 190)

Namun perlu dipahami bahwa saat ini kekuatan umat Islam diperlemah. Negeri-negeri muslim tersekat-sekat oleh nation state yang dibuat oleh mereka yang menang Perang Dunia II sehingga umat islan sulit bersatu. Oleh karena itu, upaya untuk mewujudkan kekuatan umat dan kesadaran akan persatuan umat perlu dilakukan.

Umat akan kuat jika kembali berpijak pada Al-Quran dan sunah. Persatuan umat akan mungkin terwujud jika para penguasa muslim menanggalkan sekat nasionalisme dan kepentingan yang membelenggu negerinya.

Bercermin dari sejarah, penjajahan Palestina muncul akibat hilangnya institusi pelindung negeri-negeri muslim. Maka dari itu, umat perlu institusi yang menerapkan sistem Islam secara kafah dan berupaya mewujudkan kekuatan politik global ini.

Keberadaan institusi ini akan menjadi kekuatan penyeimbang dalam menghadapi penjajah dan sekutunya. Negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah akan mengomando dan mengerahkan pasukan militer kaum muslimin untuk membantu saudaranya di Palestina serta di negeri muslim lain yang terjajah.

Inilah seharusnya respon umat menyikapi masalah Palestina yang lahir dari kesadaran politik di tengah mereka. Wallahu a’lam bishshawab.[SP]

Comment