Penjajahan Palestina, Negeri Para Nabi, Akankah Berakhir?

Opini234 Views

 

Penulis: Syamsam, S.S, M.Si | Pemerhati Isu Politik dan Hubungan Internasional Timur Tengah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Palestina salah satu negeri para Nabi, sebagai bumi yang suci lagi diberkahi. Merupakan kiblat pertama kaum muslim, sebelum Allah SWT memerintahkan untuk menghadap ke arah kiblat yang kedua yaitu Ka’bah al- Musyarrafah.

Penduduknya adalah Barometer kebaikan atau kerusakan umat Islam. Pada tahun 15 Hijriyah Palestina berada dalam kekuasaan Islam ketika Khalifah Kedua, Umar bin Khattab ra, membebaskannya dan menerima kuncinya dari Uskup Agung Saphranius dengan kesepakatan perjanjian masyhur yakni Perjanjian al-Umariyah yang di antara isinya berdasarkan permintaan orang-orang Nasrani yang tinggal di sana adalah: “Tidak boleh satu orang Yahudi pun untuk tinggal di daerah Palestina”. Setelah itu, kembali bergejolak dan dibebaskan kembali oleh Salahuddin Al Ayyubi.

Adapun krisis dan konflik Palestina di masa modern dimulai sejak pemerintahan Khalifah Utsmaniyah, yaitu Abdul Hamid. Saat para pemuka Yahudi dengan bantuan negara-negara Barat berusaha keras untuk mewujudkan tempat bermukim bagi oarng-orang Yahudi dengan memicu krisis keungangan di Negara Khilafah Utsmaniyah.

Sehingga pada Tahun 1901 M melalui pemimpin senior Yahudi, Teodore Hertzl datang ke hadapan bendahara Khalifah Abdul Hamid menawarkan sejumlah uang dengan balasan mendirikan negaranya di wilayah Palestina, namun tawaran tersebut ditolak dengan perkataan yang masyhur.

“Bumi itu bukan milikki melainkan milik umat Islam. Bangsaku telah berjihad dalam mempertahankan bumi tersebut dan telah menyiraminya dengan darah-darah mereka dan jika negara Khilafah suatu hari hancur, maka sungguh mereka pada saat itu akan dapat mengambil Palestina secara cuma-cuma”.

Maka pada tahun itu juga (2/11/1917), Inggris menetapkan sebuah perjanjian yang dinamai sebagai Perjanjian Balfour, yang mengatasnamakan Menteri Luar Negeri Inggris. Adapun isi perjanjian itu adalah, bahwa Inggris menjanjikan kepada Yahudi untuk dapat menduduki Palestina dan mendirikan negara bagi mereka di sana.

Hingga saat Perang Dunia I berakhir dengan kekalahan dan runtuhnya Negara Khilafah maka pada saat itu muncul negara-negara pemenang dalam wadah Liga Bangsa-Bangsa yang berperan dalam menetapkan pemberian mandat Inggris atas Palestina tahun 1922 M, salah satunya bahwa Inggris akan merealisasikan Perjanjian Balfour. Begitupula di saat Perang Dunia II berakhir, di bawah komando Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan pembagian wilayah Palestina akan tetapi lambat laun semakin menambah dan bertambah wilayah para kaum pendatang.

Sehingga pada 15 Mei 1948 mendeklarasikan sebuah negara yang disebut Israel dengan pengakuan dari negara-negara besar pada saat itu, seperti Inggris, Amerika, Rusia, dan Perancis. Naasnya kini, beberapa negeri Arab maupun negeri yang dipimpin oleh seorang muslim melakukan normalisasi terhadap Israel.

Potongan ulasan sejarah tersebut memberi sebuah pemahaman kepada kita bahwa krisis dan penjajahan bumi Palestina telah berlangsung kurang lebih 100 tahun, tepatnya dimulai pada tanggal 2 November 1917. Di saat Menteri Luar Negeri Inggris Arthur Balfour menulis surat kepada Lionel Walter Rothschild, yang dikenal dengan Deklarasi Balfour.

Mandat Inggris dibentuk pada 1923 dan berlangsung hingga 1948. Selama periode tersebut, Inggris memfasilitasi migrasi massal orang Yahudi. Di mana terjadi gelombang kedatangan yang cukup besar pasca gerakan Nazi di Eropa.

Selama gelombang migrasi tersebut, mereka menghadapi perlawanan dari Palestina. Warga Palestina prihatin dengan perubahan demografi negara mereka dan penyitaan dan perampasan tanah mereka secara ilegal oleh Inggris untuk pemukim Yahudi. Hingga akhirnya kekerasaan dan ketegangan semakin meningkat.

Berbagai perundingan, ratusan resolusi dan perjanjian tidaklah memberikan dampak pada diskriminasi yang dialami rakyat Palestina. Pembelaan akan penjajahan yang dialami semakin menyakitkan di saat beberapa negara Arab telah melakukan hubungan normalisasi terhadap Israel. Seolah-olah nomalisasi menjadi jalan bagi negara Arab dan negara Muslim lainnya untuk berlepas tangan terhadap nasib Palestina.

Pada awal Oktober baru-baru ini, Palestina kembali memanas, jatuhnya kurang lebih 8 ribuan korban jiwa dari warga sipil dan 20 ribu lebih yang luka-luka. Dalam serangan tersebut, Israel tanpa membabi buta melakukan pengeboman terhadap Palestina.

Mereka menghancurkan rumah, masjid dan bahkan rumah sakit. Mereka juga memblokir listrik, makanan, dan pasokan medis. Tidak ada tempat aman bagi warga Palestina untuk mencari perlindungan. Walaupun beberapa negara mendorong Israel untuk mengakhiri agresi militernya terhadap Jalur Gaza.

Begitu pula umat Islam di seluruh dunia mendukung perlawanan rakyat Palestina untuk memperjuangkan kemerdekaan dan pendudukan yang dipimpin Israel. Sayangnya, dukungan umat Islam terkadang tidak sesuai dengan kebijakan para pemimpinnya. Seperti halnya para pemimpin negara-negara Muslim yang lebih memilih diam dan menghindari konfrontasi dengan AS, sekutu lama Israel. Serta beberapa diantaranya menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Sehingga yang terjadi dukungan para negeri kaum muslim terbatas pada bantuan kemanusiaan, yang hanya akan meringankan penderitaan rakyat Palestina untuk sementara, namun tidak akan menghilangkan kapitalisme, kolonialisme bercokolnya Israel di Palestina.

Maka, apakah penjajahan Palestina akan berakhir dengan tindakan tersebut? Lantas apa yang harus dilakukan para pemimpin negara-negara muslim untuk menyudahi pendudukan Israel terhadap Palestina??

Memahami kenyataan bahwa asal muasal permasalahan Palestina-Israel adalah penjajahan Israel dan pendudukan umat Islam di Palestina. Untuk menghentikan serangan militer Israel maka seluruh kaum muslimin di seluruh dunia sejatinya menyadari akan penting dan mulianya Bumi Syam.

Bagi seluruh kaum muslimin, Palestina memiliki ikatan akidah dan ukhuwah Islamiyah yang menjadi pendorong para penguasa muslim untuk bersatu, menghimpun seluruh kekuatan dan mengirim tentara militer untuk menolong saudara-saudara di Palestina.

Umat Islam bagaikan satu tubuh yang jika sebagian tubuhnya sakit, bagian tubuh lainnya ikut merasakan sakit.. Rasulullah ﷺ bersabda, “Orang mukmin terhadap mukmin lainnya tak ubahnya suatu bangunan yang bagian-bagiannya (satu sama lainnya) saling menguatkan..” (HR Muslim).

Sayangnya, sekat-sekat nasionalisme membuat penguasa-penguasa negeri muslim terhalang menolong saudara muslimnya di Palestina. Nation-State telah mengikis ikatan akidah dan ukhuah islamiyah kaum muslimin.

Maka sungguh, hanya persatuan ummat Islamlah yang mampu menyudahi penjajahan di bumi para Nabi dan menyingkirkan para penjajah dengan dominasinya, menghancurkan institusi Yahudi perampas Palestina-bumi Isra dan Mi’raj dan mengembalikannya secara sempurna ke dalam haribaan Darul Islam.

Sehingga rahmat bagi seluruh alam dapat diwujudkan sebagaimana sejarah telah mencatat kurang lebih 13 Abad lamanya memimpin dunia. Wallahu ‘alam.[]

Comment