Urgensi Perisai Umat untuk Selamatkan Palestina

Opini60 Views

 

 

Penulis: Ninis | Aktivis Muslimah Balikpapan

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Serangan membabi-buta terus dilancarkan oleh zionis Israel pada rakyat sipil Palestina. Terlebih pasca Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober lalu, setidaknya sebanyak 5.000 roket ditembakkan ke Israel. Serangan Hamas itu menjadi alasan untuk memberikan serangan balasan yang lebih besar dan brutal. Selain itu, serangan Israel diklaim sebagai bentuk pertahanan diri (self defense).

Pada kenyataannya, Israel tidak hanya menyerang Hamas namun juga menghancurkan rumah sakit dan menawan sebagian penduduk Palestina. Korban tewas pun terus berjatuhan baik dari orang dewasa maupun bayi-bayi yang tidak berdosa.

Dikutip dari Al Jazeera (23/10), total korban yang tewas di Gaza setidaknya 5.087 korban jiwa dan di Tepi Barat 93 korban jiwa. Separuh korban yang tewas di Gaza di antaranya adalah anak-anak dan perempuan. Belum lagi – banyak yang hilang dan menjadi tawanan tentara Israel.

Tak cukup sampai disitu, Israel juga melakukan blokade total sehingga warga Gaza kekurangan bahan bakar, air dan listrik. Bahkan mereka juga membuat rumah sakit (RS) di Gaza tidak berfungsi. Direktur CARE West Bank dan Gaza Country Director Hiba Tibi mengatakan kelangkaan bahan bakar menyebabkan warga Gaza terpaksa menggunakan air yang terkontaminasi. Sebagian besar air tidak dapat diminum dikarenakan memerlukan unit pengolahan yang menggunakan bahan bakar.

Beberapa negara nampak menyelamatkan warga negaranya masing-masing. Negara Jerman, Inggris, Amerika dan lain sebagainya sudah mengevakuasi warganya. Baik dari Jalur Gaza maupun dari wilayah Israel.

Saat ini mayoritas maskapai telah menghentikan penerbangan keluar-masuk Israel. Tak terkecuali, pemerintah Indonesia melalui Kemenlu juga mengimbau WNI yang berada di wilayah Palestina maupun Israel segera meninggalkan wilayah tersebut.

Geram sekaligus heran melihat sikap negeri-negeri muslim yang hanya berdiam diri dan sekedar mengecam tanpa ada aksi nyata menghentikan kekejaman Israel. Bahkan yang lebih menyakitkan, perlawanan kaum muslimin dianggap sebagai tindak teroris. Lantas, apa yang mendasari adanya konflik di Palestina dan bagaimana mengakhiri kejahatan Israel di Palestina?

Bukan Konflik Wilayah

Persoalan Israel dan Palestina bukanlah konflik wilayah namun sebuah penjajahan yang dilakukan oleh Israel selama puluhan tahun. Jika kita tengok sejarah, kaum Yahudi sejatinya tidak memiliki wilayah, mereka hidup berpindah-pindah.

Namun sejak runtuhnya kekhilafahan Utsmani dan adanya perjanjian Sykes Picot (1916) yang membagi-bagi wilayah Islam pada negara penjajah. Pada saat itu Palestina dijajah Inggris (Britania Raya) dan mengeluarkan Deklarasi Balfour (1917). Dalam deklarasi tersebut mewujudkan tujuan Zionis untuk mendirikan “rumah nasional” atau negara Yahudi di Palestina menjadi kenyataan.

Sejak itulah, dideklarasikan negara Israel dan melakukan eksodus besar-besaran ke Palestina. Keberadaan bangsa Israel di Palestina selama puluhan tahun menjadi duri dalam daging. Mereka terus melakukan penjajahan dan pencaplokan wilayah di Gaza.

Mereka mengklaim bahwa tanah Palestina adalah tanah yang dijanjikan oleh Tuhan. Agresi militer terus dilancarkan oleh Israel untuk memperluas wilayah dan genosida kaum muslimin. Tak ayal, Hamas dan kaum muslimin yang berada di tanah Palestina melakukan perlawanan dan berupaya mempertahankan wilayahnya.

Sejatinya, serangan Hamas menandakan kekuatan dan perlawanan terhadap zionis Israel yang telah menjajah tanah Palestina selama ini. Perjuangan mereka harusnya dibela dan disupport oleh negara tetangga Palestina ataupun negara muslim lainnya. Namun, karena belenggu nasionalisme telah mengikat dan menjadi sekat bangsa, akhirnya  Palestina berjuang sendiri.

Memang, selama ini negara lain memberikan bantuan kemanusiaan, logistik, obat-obatan dan membangun fasilitas umum. Tapi, apalah artinya semua itu bila kemudian dibombardir oleh Israel. Langkah diplomasi dan kutukan juga sudah ditempuh tapi tak juga dihiraukan Israel bahkan makin brutal.

Egoisme ditampakkan dunia dengan mengevakuasi warganya di sana. Perjanjian dan gencatan senjata pun sudah sering diserukan dunia tapi juga berkali-kali dilanggar Israel. Hingga solusi dua negara yang kerap dipropagandakan PBB dengan mengakui keberadaan negara Yahudi seolah menjadi solusi mengakhiri konflik.

Pasalnya, Israel makin kuat dan merasa jumawa karena ada negara-negara besar yang menyokongnya selama ini. Hal ini terang-terangan dinyatakan oleh presiden AS yang selalu “pasang badan” untuk Israel.

Gaza Palestina akan terus membara selama Israel “dipelihara” oleh negara adidaya. Solusi yang ditawarkan sekarang tak lebih hanya sekedar retorika tanpa ada aksi nyata untuk benar-benar menghentikan kejahatan Israel.

Urgensi Perisai Umat

Kebiadaban Israel harus segera dihentikan dan tidak ada tawar-menawar dengan zionis Yahudi. Sebab, mereka memiliki karakter selalu mengingkari perjanjian sejak zaman Rasulullah SAW.

Hanya bahasa perang saja yang cocok untuk menghadapi Israel. Di sinilah urgensinya hadirnya perisai umat (Khilafah) bagi Palestina sebagai satu-satunya institusi yang akan bersikap tegas pada Israel.

Pemimpin yang menyerukan pada para penguasa serta tentara dari negeri kaum muslimin untuk berjihad melawan penjajah. Jika negara AS dan Uni Eropa saja bisa bersatu membela Yahudi Israel, mengapa kaum muslimin tidak boleh bersatu mengusir penjajah Israel?

Palestina adalah tanah wakaf yang diberikan pada kaum muslimin sejak masa Khalifah Umar melalui perjanjian Umariyah. Sehingga wajib atas penduduk Palestina pada khususnya dan seluruh kaum muslimin pada umumnya untuk menjaganya. Melepaskan atau membiarkan tanah wakaf tersebut pada penjajah kafir jelas suatu keharaman. Selain itu, di Palestina terdapat Baitul Maqdis yakni kiblat pertama umat Islam sehingga wajib dibela.

Sejak lama bangsa Yahudi menginginkan tanah Palestina dan diakui sebagai sebuah negara. Hal ini pernah dilakukan oleh Theodore Herzl yang berusaha menyogok Sultan Abdul Hamid II agar memberikan tanah di Palestina untuk bangsa Yahudi. Namun, tawaran tersebut ditolak dwngan tegas oleh Sultan Abdul Hamid II.

Saat itu, Sultan Abdul Hamid kepada Theodore Herzl mengatakan, “Nasihati Mr. Herzl agar ia tidak terlalu serius menanggapi masalah ini. Sesungguhnya, saya tidak akan melepaskan kendati hanya satu jengkal tanah Palestina, sebab ini bukan milik pribadiku, tetapi milik rakyat. Rakyatku telah berjuang untuk memperolehnya dengan siraman darah mereka. Silakan Yahudi menyimpan kekayaan mereka yang miliaran itu. Jika pemerintahanku ini tercabik-cabik, saat itu baru mereka dapat menduduki Palestina dengan gratis. Adapun jika saya masih hidup, meski tubuhku terpotong-potong, maka itu lebih ringan daripada Palestina terlepas dari pemerintahanku.”

Demikian ketegasan seorang pemimpin kaum muslimin pada orang kafir yang berniat untuk merampas hak kaum muslimin. Sayangnya, kini tiada lagi seorang pemimpin yang mampu bersikap tegas dan siap pasang badan untuk membela Palestina.

Sejatinya, bukan bantuan logistik dan obat-obatan semata yang dibutuhkan Palestina tetapi bagi mereka – utamanya –  adalah bantuan tentara untuk mengusir penjajah Israel dari tanah mereka. Wallahu A’lam.[]

Comment