Benarkah Pemberantasan Korupsi Hanya Ilusi?

Opini141 Views

 

Penulis: Rizka Adiatmadja | Praktisi Homeschooling

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Lagi dan lagi, korupsi terus terjadi, berulang, dan susah berhenti. Arena kotor yang semakin tersohor. Bahkan, konon katanya lembaga pemberantasan korupsi sudah menjadi lahan untuk korupsi. Kenapa bisa, ada apa di balik semuanya?

Kembali terjadi dugaan korupsi di jajaran menteri. Dikutip dari tirto.id–Syahrul Yasin Limpo (SYL) sedang menjadi sorotan karena diduga melakukan korupsi di lembaga Kementerian Pertanian (Kementan). Diduga terlibat karena beberapa bukti yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK melakukan penggeledahan di rumah dinas Syahrul dan kantor Kementan. Tim penyidik KPK menemukan sejumlah dokumen, uang senilai miliaran rupiah, dan 12 pucuk senjata api.

Setelahnya, kediaman pribadi Syahrul di Makassar, Sulawesi Selatan, juga ikut digeledah pada Rabu, (4/10/2023). Tim penyidik KPK menyita satu mobil merek Audi A6 dan sejumlah dokumen dari rumah pribadi Syahrul. (6/10/2023)

Kasus Syahrul ini mencuat seiring informasi dugaan pungli yang dilakukan oleh lembaga antirasuah KPK. Masih dikutip dari tirto.id–Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak, mengonfirmasi bahwa Tim penyidik Subdirektorat V Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus pada 12 Agustus 2023 telah mendapatkan pengaduan dari masyarakat tentang adanya dugaan pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

Ade pun menambahkan, pada 15 Agustus 2023, pihaknya telah menerbitkan surat perintah pengumpulan bahan dan keterangan sebagai dasar keterangan atas informasi ataupun dari pengaduan masyarakat. (6/10/2023).

Mungkin terbit pertanyaan di benak kita, mengapa korupsi tak pernah tuntas? Semakin menjamur dan merentas? Seperti tak ada keseriusan dalam mendudukkan solusi.

Sejak KPK berdiri, masyarakat berharap penuh dan utuh agar budaya kotor korupsi bisa entas dengan cepat, tanpa meninggalkan cela yang membekas.

Namun, semakin hari harapan itu kian meranggas. Kasus korupsi malah semakin menggurita dan tidak ada jalan keluar yang jelas. Bahkan kasus pungli di KPK semakin terdengar keberadaannya. Membuktikan integritas yang semakin terkoyak adanya.

Korupsi lahir begitu subur di ranah demokrasi. Dari kelas teri hingga kakap yang sulit sekali diadili dan ditangkap. Bahkan dari rasuah yang recehan sampai miliaran, semuanya ada, dan sulit diselesaikan.

Sekularisme sejatinya memisahkan agama dari persoalan kehidupan. Banyak kaum intelek yang tidak takut dengan konsekuensi dosa, membuktikan bahwa takwa itu tidak ada. Kemaksiatan terus dilakukan, tak peduli mengambil hak-hak orang lain demi kepentingan diri sendiri.

Sekularisme tidak sanggup membentuk ketakwaan komunal – hanya mengambil ajaran agama mahda saja dan parsial. Sehingga amar makruf nahi munkar itu redup, tidak menjadi cahaya dan kekuatan bagi individu demi individu untuk saling menyadarkan dengan cara yang ma’aruf.

Terjadilah korupsi yang masif dan besar-besaran, hingga mengundang derita masyarakat yang tak berkesudahan. Sejahtera hanya dirasakan oleh kaum yang berkuasa. Padahal kekuasaannya itu sendiri terlahir dari menindas dengan cara korupsi di berbagai lini.

Islam punya cara yang bisa melahirkan efek jera dalam menuntaskan korupsi.

Hal pertama adalah ketakwaan yang harus terbangun kuat di antara individu, masyarakat, dan negara. Sistem Islam praktis dan memudahkan. Tidak dibuat pusing oleh birokrasi yang berbiaya mahal, sehingga celah untuk korupsi itu tidak akan ada.

Hal kedua adalah beramar ma’ruf nahi munkar menjadi atmosfer sehat dan kondusif di kalangan masyarakat Islam. Sehingga tidak akan ada individu yang leluasa melakukan kemaksiatan terang-terangan seperti yang dilakukan koruptor hari ini.

Hal ketiga adalah negara tentu akan melakukan penegakan syariat dengan tegas dan sanksi yang jelas untuk pelaku tipikor dalam lembaga apa pun.

Sanksi dalam hukum Islam memiliki dua fungsi yakni sebagai penebus dosa dan efek jera. Untuk pelaku korupsi hukumannya adalah takzir yaitu sebuah hukuman yang diberikan oleh kepala negara yang berwenang untuk menetapkan hukuman.

Takzir ini bisa berupa hukuman penjara, diasingkan, diarak (disaksikan masyarakat), hingga hukuman mati. Tentu semua hukuman disesuaikan dengan tingkat kerugian yang diakibatkan dari tindakan korupsi tersebut.

Islam memberikan hukuman antikorupsi secara proporsional yang melahirkan efek jera bagi pelaku dan yang menyaksikan. Bukan pemberantasan bersifat ilusi, tetapi perwujudan nyata dan melindungi hak-hak umat. Wallahu ‘alam bisshawab.[]

Comment