Grasi Masal Terpidana Narkoba, Bukanlah Solusi

Opini87 Views

 

Penulis:  D. Budiarti Saputri | Tenaga Kesehatan

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kemunduran terjadi dalam penanganan dan pemberantasan kasus narkoba di negeri ini. Hukuman pada para pelaku penyalahgunaan narkoba yang seharusnya diberikan hukuman yang mampu membuat jera, justru akan mendapatkan grasi dan remisi.

Hal ini disampaikan oleh tim percepatan reformasi hukum yang dibentuk Menko Polhukam, Mahfud MD yang merekomendasikan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk memberi grasi massal kepada narapidana pengguna narkoba. Rekomendasi tersebut merupakan satu dari sejumlah poin yang dihasilkan Kelompok Kerja (Pokja) Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum.

Alasan grasi masal ini disampaikan oleh Rifqi S Assegaf salah satu anggota Pokja Percepatan Reformasi Hukum, yaitu untuk mengatasi kelebihan kapasitas lapas di seluruh Indonesia.

“Kita melihat ada isu besar overcrowded lapas, hampir 100 persen lapas secara total overcrowded, dan itu kita mendorong adanya grasi massal terhadap pengguna narkoba, atau penyalahguna narkoba yang selama ini dikriminalisasi terlalu berlebihan,” kata Rifqi dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat (15/9).

Ia juga menyampaikan bahwa ada beberapa syarat yang harus dipenuhi pengguna narkoba untuk memperoleh grasi.

“Mana yang betul hanya pelaku atau penyalah guna, pelaku tipiring (tindak pidana ringan, ed.) sehingga bisa diberikan grasi massal sehingga masalah overcrowded bisa lebih baik. Kita tegaskan beberapa hal yang menjadi catatan, bukan residivis, bukan pelaku tindak pidana lain, dan sebagainya,” tandasnya seperti ditulis cnnindonesia.com (15/9/23).

Jika kita cermati, permasalahan overcrowded lapas bukanlah masalah inti. Lapas tidak mungkin mengalami overcrowded jika penanganan narkoba benar-benar diseriusi oleh pemerintah dan hukuman yang diberikan memberikan efek jera. Sehingga kejadian penyalahgunaan narkoba tidak terus berulang.

Tindak pidana narkoba juga sangat erat kaitannya dengan permasalahan individu dan masyarakat. Individu yang lemah iman sehingga akhirnya mengonsumsi narkoba, zat yang diharamkan dalam Islam. Dari segi masyarakat yang sudah individualis membuat benteng terakhir lingkungan yang memberikan sanksi sosial hilang, ditambah kemiskinan yang menyebabkan bisnis narkoba marak terjadi.

Negara seharusnya memberikan hukuman tegas dan membuat jera setiap terpidana narkoba. Apalagi dengan adanya grasi, bisa jadi ketika mereka telah keluar penjara, mereka akan melakukan tindakan yang sama. Maka, grasi kepada para narapidana narkoba bukanlah sebuah solusi untuk mengurangi overcrowded penjara. Hal ini justru dapat meningkatkan kasus penyalahgunaan narkoba di masyarakat.

Begitulah aturan yang menegedepankan kapitalis sekuler. Pemberantasan narkoba dalam sistem kapitalis pun, nampaknya hanya utopis belaka. Sistem kapitalis sekuler memandang materi di atas segalanya sehingga menjadikan narkoba sebagai barang komoditi yang mengubtungkan tanpa melihat halal dan haram. Hanya dalam sistem Islamlah narkoba dan penyalahgunaannya dapat diberantas.

Dalam Islam, negara memberikan pengertian dan menjaga keimanan setiap individu masyarakat senantiasa  berada di jalur syariat dan tidak melanggar hukum syara’. Begitu pula dengan masyarakat yang menjadi benteng terhada setiap individu yang akan berbuat maksiat. Suasana amar ma’ruf nahi munkar sudah tercipta di lingkungan masyarakat.

Negara memberi hukuman dengan efek jera bagi para terpidana kasus narkoba. Negara juga tidak mengambil keuntungan dari penggunaan obat-obat terlarang itu.

Maka sudah seharusnya, kita kembali kepada sistem yang mampu melindungi  generasi dari darurat narkoba. Yaitu, sistem Islam yang diterapkan secara menyeluruh. Hanya Islam satu-satunya aturan hidup yang sesuai dengan fitrah manusia. Wallahualambissawab.[]

Comment