Eksploitasi Anak Semakin Merajalela

Opini114 Views

 

 

Penulis: Rizki Utami Handayani, S.ST | Pengajar di Ma’had Pengkaderan Dai

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Masa kanak-kanak adalah suatu masa yang seharusnya dilalui dengan penuh keceriaan dan kasih sayang, mendapat pendidikan yang baik, berada dalam lingkungan yang aman sehingga bisa tumbuh dan berkembang dengan makismal menjadi manusia dewasa yang berkepribadian tangguh serta berguna bagi umat.

Tetapi harapan tersebut bagai jauh panggagang dari api – jauh dari realita. Nanyak anak-anak yang justru hidup jauh dari kondisi ideal, bahkan ada di antara mereka yang justru ikut menanggung beban keluarga. Lebih miris, tidak sedikit anak anak dieksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kasus eksploitasi anak terus menambah kasus demi kasus kejahatan, di antaranya adalah kasus prostitusi anak. Polda Metro Jaya menangkap seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun), mucikari pada kasus prostitusi anak di bawah umur atau perdagangan orang melalui media sosial.

Terlebih, pelaku FEA juga memasang tarif bagi perempuan berstatus perawan ditawarkan sebesar Rp 7 hingga Rp 8 juta per jam dan untuk nonperawan ditawarkan Rp 1,5 juta per jam. Menurut keterangan pelaku, seluruh penghasilan digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari seperti ditulis republika.co.id.

Dalam pembagian hasil, pelaku FEA mendapat bagian 50 persen dari setiap transaksi. Dia mengaku menjadi muncikari dari April hingga September 2023. FEA memulai bisnis haram ini sejak bulan April 2023. Ia mengajak para korban melalui jaringan pergaulan.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Metro Kombes Ade Safri Simanjuntak mengatakan, tersangka berinisial FEA ditangkap di kawasan Johar Baru, Jakarta Pusat. “Eksploitasi secara seksual terhadap anak (sebagai korban) melalui medsos, dan atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO),” ujar Ade Safri dalam ketarangannya sebagaimana diungkap mediaindonesia.com.

Eksploitasi anak terus terjadi dengan berbagai mekanisme, termasuk cara haram demi mendapatkan keuntungan. Realita ini menunjukkan bahwa anak berada dalam lingkungan yang tidak aman.

Padahal keamanan ada salah satu dari kebutuhan pokok yang harus terpenuhi setiap jiwa, selain dari sandang, pangan, papan, pendidikan serta kesehatan. Berbagai upaya memang telah dilakukan dalam rangka menciptakan lingkungan yang aman dari mulai konvensi tingkat dunia hingga regulasi lokal tingkat RT/RW.

Salah satunya adalah konvensi hak anak, Indonesia menjadi salah satu negara yang meratifikasi konvensi tersebut kurang lebih 30 tahun yang lalu. Semboyan World Fit for Children (Dunia Layak Anak), Negara/Kota Layak anak senantiasa digembar-gemborkan, peringatan Hari Anak Nasional yang juga diperingati setiap tahun tapi nyatanya masih jauh panggang dari api, realita masih diluar ekspektasi, harapan masih belum bisa sesuai asa.

Anak-anak memang dikategorikan sebagai salah satu pihak yang rentan menjadi objek kekerasan maupun eksploitasi. Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau Human Traficking di era ini makin dimudahkan karena kita tengah berada di era sosial media.

Begitu pula filantropi tipu-tipu menjadi siasat untuk memanfaatkan rasa kasihan demi kepentingan pribadi meraup untung.

Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia. Saat agama tidak lagi menjadi pedoman untuk membimbing setiap langkah manusia, maka yang akan dijadikan rujukan adalah akal semata dan hawa nafsu. Tidak lagi mempertimbangkan halal dan haram.

Begitu banyak manusia yang kini menghalalkan segala cara demi memenuhi kebutuhan dan gaya hidup yang semakin tinggi hingga tega menyakiti anak-anak yang akan melanjutkan misi peradaban mulia umat ini.

Diketahui, berdasarkan Buku Profil Anak Indonesia 2022 yang dirilis KemenPPPA, jumlah anak Indonesia (usia 0-17 tahun) mencapai 29,15 % atau diperkirakan sebanyak 79.486.424 jiwa, yakni sepertiga dari total penduduk Indonesia di 2021. Jumlah tersebut disinyalir akan memegang peranan strategis ketika 100 tahun Indonesia merdeka di tahun 2045.

Himpitan kebutuhan hidup, rendahnya keimanan menjadi salah satu faktor banyak orang yang menghalalkan segala cara demi menyambung hidup. Dalam konsep Islam negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat seara tidak langsung, dengan menciptakan iklim ekonomi yang kondusif sesuai syariat Islam, akses pendidikan yang memadai dan ketersediaan lapangan kerja.

Secara langsung, dapat ditempuh dengan pemberian santunan, jaminan kesehatan gratis. Negara seharusnya tidak boleh sampai pada kegagalan dalam menjamin keamanan anak. Dalam Islam, telah ditetapkan bahwa negara sebagai pihak yang berkewajiban menjamin keamanan anak. Negara memiliki berbagai mekanisme perlindungan anak , termasuk dengan jaminan kesejahteraan, pendidikan kepribadian Islam, dan pemberian sanksi yang menjerakan bagi pelaku kejahatan.

Peran negara dalam upaya menjaga generasi saat ini belum maksimal. Kebijakan serba kapitalistik, keberpihakan negara kepada rakyat dirasa masih sangat minim. UU Perlindungan Anak tidak cukup mampu mencegah kriminalitas dan kejahatan terhadap anak. Buktinya, makin banyak ragam kejahatan terhadap anak lantaran hukum buatan manusia yang tidak berefek jera bagi pelaku.

Dalam Islam, terdapat tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak. Pertama, keluarga sebagai madrasah utama dan pertama. Ayah dan ibu harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Kedua, lingkungan. Dalam hal ini, masyarakat berperan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar ma’ruf nahi mungkar kepada siapa pun.

Ketiga, negara sebagai pengurus utama. Negara wajib memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi setiap anak. Penerapan sistem pendidikan Islam berkualitas dan bebas biaya akan mengakomodasi setiap anak dapat bersekolah hingga jenjang pendidikan tinggi.

Sistem pendidikan Islam seperti ditulis muslimahnews.id mampu membentuk generasi berkepribadian Islam dan berakhlak mulia. Pada intinya, anak dapat terlindungi dan terjaga hanya dalam asuhan konsep Islam kafah. Hak mereka terpenuhi, kewajiban negara sebagai pengurus terlaksana, dan syariat Allah Swt. akan membawa berkah bagi kita semua.[]

Comment