Kiri ke Kanan, Robbi Rome, Agustino R Mayor, SH, Sangaji SH, Benni Marden Ketua FKMPP (Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Papua di Jakarta)/[Nicholas/radarindonesianews.com] |
Agustino Mayor menyampaikan beberapa hal terkait dengan peristiwa seperti semisalnya di mana rapat pleno merupakan tindak lanjut keputusan Mahkamah Agung (MA) RI.”Apa itu yang membatalkan ? Di mana keputusan MA, itu sendiri sampai saat ini kita belum memegang itu. Apakah betul MA sudah memberikan keputusan ?” Tandasnya kecewa.
Selain itu pula, sambungnya mengatakan,”Dimana menurut KUHAPidana di mana putusan wajib diberikan kepada terdakwa dan Kejaksaan, serta Lembaga,” jelasnya.
“Apakah putusan Pengadilan Negeri, KPU ini ada hubungan kerja atau seperti apa? Hingga MA memberikan keputusan kepada Pengadilan Negeri dan kemudian KPU sarmi mengeksekusi,” ujarnya.
“Menurut SK MA, menurut KUHAP sudah menyatakan lembaga itu adalah Kejari. Sedangkan Kejari tidak melakukan apa apa. Di mana memutuskan beliau dihukum selama 6 tahun, namun di media lain menyebutkan bahwa Pak Manimbor, dihukum 2 tahun 6 bulan. Dan ini perlu diklarifikasi,” bebernya.
“Kami perlu klarifikasi, dimana KPU Sarmi sudah bertindak terlalu jauh, bahwa keputusan itu belum pernah diberikan oleh Pengadilan Negeri, dimana untuk menjelaskan secara resmi pada kita. Bahwa di dalam lembaga resmi saja belum memutuskan hal itu,” paparnya.
“KPU Sarmi bertindak terlalu jauh, dimana kami memperoleh bukti bahwa keputusan itu belum dikirimkan ke Pengadilan Negeri. MA perlu menjelaskan secara resmi kepada kami,” jelasnya.
“Di mana yang menandatangani putusan hal itu, Pak Rocky, sedangkan di pemberkasan MA Pak Hendra Bakti.SH oleh karena itu maka itu kami minta KPU Sarmi
untuk juga memperhatikan,” paparnya.
“Kami meminta KPUD Sarmi untuk memperhatikan, dan merasa produk-produk hukum telah menerbitkan produk yang salah,” tandasnya mempertegas kembali.
Sementara itu, Sangaji SH yang juga turut hadir saat jumpa pers di waktu dan tempat bersamaan menyampaikan,”Permasalahan Pilkada di Kabupaten Sarmi, di mana dari pihak Kapolda sendiri dirasa ada upaya politik dari Instansi terkait dimana termuat di media tertanggal 20-an desember, padahal sudah ada putusan KPUD tingkat satu dan mereka menyurat ke KPUD tingkat II,” ungkapnya.
“Ini agar masalah hukum yang terkait ini agar segera mengambil tindakan, ini nampak ada desakan politik yang terjadi di Kabupaten Sarmi ini,” ungkapnya mengkritisi.
“Hingga dari KPUD Kabupaten Sarmi sendiri mengeluarkan SK di luar kelaziman, Rapat Pleno tanggal 24,sedangkan Tgl 23 SK keluar,” ulasnya lagi.
Padahal Papua patut digarisbawahi, lebih lanjut Sangaji SH mengungkapkan bahwa Papua dikenal sebagai wilayah Otonomi Khusus, dimana Gubernur sendiri mampu mengeluarkan surat edaran.”Kenapa mereka ambil tindakan pada tanggal 23 dan 24 itu ? ini yg kami sesalkan. Itu padahal bentuk pelanggaran pelanggaran yang mestinya tidak diambil. Karena dengan adanya SK dan Pleno tersebut, mestinya gugur dan tidak berlaku dengan sendirinya,” tandasnya.
Sedangkan menurut Sangaji SH berkaitan dengan surat MA, Itu berkaitan dengan surat petikan dari Pengadilan Negeri dimana sambil menunggu keputusan di muka perkara.”Sementara ini kami sudah, Bapak Manibor sudah menyurati pada Presiden untuk meminta Perlindungan Hukum dan Penegakkan Hukum, sesuai pasal pasal yang berlaku. Meminta Presiden menanggapi kami, agar penegakkan hukum adil disana,” ungkapnya.
“Surat ditujukan ke Presiden, Mendagri, Ketua Bawaslu, Kepada MK, juga karena ini akan menimbulkan permasalahan baru di MK. kan bila dihitung-hitung penghitungan suara saat pemilihan selesai. Dimana upaya hukumnya sudah diatur.
“Jika jadi peserta agar diselesaikan masalahnya dahulu. Maka itu kami meminta agar Pilkada Sarmi dihentikan sementara. Kami masih menunggu sebelum tgl 14, kami berharap Pilkada Sarmi dapat
ditunda sementara,” tandasnya.[Nicholas]
Comment