Penulis: Ummu Qodhi | Aktivis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Konektivitas di era digitalisasi saat ini memang sulit untuk dihindari. Arus digital membawa laju perubahan bagi siapa saja, entah itu perubahan yang positif atau negative. Sebab itu masyarakat atau ummat dituntut harus cerdas dalam menggunakan gawai yang ada dalam genggamannya. Apalagi saat jelang Pemilu 2024 media sangat berperan penting dalam menyampaikan aspirasi dari berbagai kalangan.
Oleh Karena itu Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin mengungkapkan bahwa media memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Ia pun menggarisbawahi integritas media sebagai salah satu faktor penentu dalam mengatasi tantangan seperti disintegrasi bangsa dan penyebaran hoaks.
“Integritas daripada media itu saya kira menjadi sesuatu yang harus kita jaga, [karena] perannya sangat besar,” tegas Wapres dalam wawancara dengan TVRI pada program Dialog Kebhinekaan dengan tema “Memelihara Keteduhan dalam Menyongsong Pemilu 2024” di Kediaman Resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta, dikutip wapresri.go.id Jumat (08/09/2023).
Beliau juga mewanti-wanti agar media tidak berlaku provokasi sehingga menimbulkan perpecahan ditengah-tengah masyarakat. “Media jangan sampai menjadi corongnya para provokator yang menyebarkan kebencian dan permusuhan,” pesannya dalam laman Viva.co.id, 10 September 2023.
Apa yang diarahkan wapres tidak sama dengan realita yang ada. Faktanya media justru menjadi alat oleh pihak-pihak tertentu untuk mencapai tujuannya.
Media memiliki peran strategis dalam upaya mencerdaskan ummat. Menurut survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) hingga kuartal tahun 2020, jumlah pengguna internet Indonesia sebesar 266,9 juta jiwa berdasarkan data BPS.
Mengingat jumlah pengguna yang terus meningkat maka saat ini media menghampiri siapa saja dan yang paling banyak memegang tampuk media itu sendiri adalah peguasa. Sebab penguasa yang memberi kewenangan terhadap media. Lalu, bagaimana aturan Islam dalam memandang ruang digital ini.
Dr.Fika Komara dalam bukunya yang berjudul Geopolitik Umat, menyebutkan kaidah yang harus diperhatikan oleh kaum Muslim selama berinteraksi di ruang digital salah satunya adalah apa yang haram diruang nyata maka haram pula di ruang digital, contohnya aktivitas Buzzer fitnah, atau interaksi lawan jenis dengan pembicaraan yang khusus. Dari sini kita harus mengembalikan duduk perkaranya pada Islam dalam pengunaan media.
Tak dapat dipungkiri bahwa para Buzzer salama ini pada kenyataannya telah melakukan kebohongan (hoaks), ghibah, membuka aib, fitnah, namimah, membenarkan kezaliman dll di ruang digital. Buzzer memanfaatkan media untuk melakukan sesuatu yang diharamkan dalam Islam.
Media harus terikat dengan hukum syara’ tidak boleh menjadi corong yang bebas, sehingga terhindar dari penyajian berita bohong, apalagi dilakukan oleh penguasa yang seharusnya menjadi pelindung bagi rakyatnya.
Tidak boleh ada bias pemberitaan dalam media massa. Ada beberapa bias dalam media, yaitu pemilik modal, bias persfektif penguasa politik, bias wartawan serta grup penerbitan. Misalnya bias perspektif penguasa politik, presiden atau MPR/DPR adalah objek yang relative kerap dimunculkan pernyataanya di media. Dan ingatlah, bahwa berita yang hendak ditampilkan media pun ditentukan boleh tidaknya oleh mereka. Bias karena takut dengan penguasa ini memaksa orang-orang yang membaca berita memiliki persfektif yang terbatas. Oleh sebab itu, media harus digunakan untuk kepentingan Islam bukan untuk kepentingan golongan, atau individu.
Penyajian berita harus jujur, apa adanya dan tidak terikat pada suatu kepentingan. Media saat ini sebenarnya menjadi alat kapitalis dalam memenangkan perang pemikiran dan budaya melawan islam. Media menjadi alat tanpa batas saat ini akibat dari paham serba bebas atau liberal yang dianut oleh Negara.
Medan pertempuran opini terbuka luas melalui media, kaum muslimin harus berusaha maksimal memberikan opini yang shahih tentang islam, agar opini islam menang diatas opini lainnya. Tidak patut bagi kaum muslimin meninggalkan medan pertempuran. Narasi negative atau hoaks bisa saja disemburkan oleh orang-orang yang berkepentingan, padahal Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”. (TQS An-nur-ayat:11)
Begitu pula dengan pergerakkan opini shahih, harus terancang matang dan tertata sehingga mampu memberikan pukulan telak bagi opini atau berita yang rusak (hoaks). Bersuaralah melalui media dengan tetap mengikuti kaidah Islam agar terhindar dari azab akibat menyebarkan dusta. Penuhilah ruang publik dengan opini islam. agar Islam menggenggam kendali media massa sehingga tercipta perlindungan informasi sesat terhadap ummat. Wallahu a’lam bi ash-shawaab[]
Comment