Pencegahan Kekerasan, Mampukah Hanya Keluarga?

Opini270 Views

 

Penulis: Anna Ummu Maryam | Pegiat Literasi Peduli Negeri

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi dalam upaya mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengatakan, banyak anak enggan melapor saat jadi korban kekerasan seksual di rumah.

Korban berpikir hal itu adalah aib atau mencoreng nama baik. Dia mengimbau agar orang tua juga bisa menciptakan ruang aman dan nyaman bagi anak untuk berkomunikasi.

“Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” kata dia dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta Jumat (IDM TIMES, 26/8/2023).

Tak bisa ditutupi bahwa kita sedang mengalami darurat kekerasan terhadap anak. Setiap tahun angka untuk korban kian meningkat seolah seperti gunung es – yang terlihat di permukaan atas adalah mereka yang melakukan pelaporan atas kekerasan seks – sementara yang tidak tampak jauh lebih besar lagi.

Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Sungguh sebuah keadaan yang sangat memprihatinkan bagi masa depan negara ke depannya.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan tingginya tingkat kekerasan terhadap anak. Salah satunya adalah dengan semakin kuatnya digaungkan lewat kolaborasi berupa Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) agar bisa sampai pemahamannya kepada masyarakat dan khususnya pada keluarga.

Namun ternyata kekerasan seksual juga bisa terjadi di lingkubgan keluarga. Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartikaningtyas mengungkapkan bahwa hal itu bisa terjadi karena kurangnya keterampilan pengelolaan konflik perkawinan, ketidakmampuan pengelolaan stress orang dewasa, budaya relasi kuasa dalam sebuah keluarga dan gangguan dan penyimpangan seksual.

Artinya tak ada tempat yang aman bagi anak. Kekhawatiran terus menyelimuti anak dan keluarga di manapun mereka berada. Upaya upaya yang dilakukan tidak mampu menjawab persoalan secara tuntas.

Kapitalisme Biang Kekerasan Pada Anak

Sistem kapitalis telah melahirkan kebebasan di antaranya bebas bertingkah laku. Pandangan ini menganggap bahwa setiap orang tak boleh dilarang saat mereka melakukan apapun. Perlindungan hak asasi manusia sebagai tameng saat pelaku merasa tersudut sehingga ini menjadi dalih untuk dapat kebebasan mendapatkan hukuman atas perbuatan yang rusak tersebut.

Maka wajar kita dapati pelaku kejahatan seks dan penyimpangannya tidak mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatan bejatnya. Padahal korban terus berjatuhan namun mereka tidak dijatuhi hukuman yang berat. Bahkan berakhir bebas karena pelaku melakukannya dengan menghilangkan bukti yang memberatkan.

Beginilah sistem kapitalis yang melahirkan manusia dengan mental yang rusak. Hal ini akan selalu kita dapati karena peran penguasa  memberikan keamanan dan keadilan coba dikerdilkan. Bahkan seolah-olah tak sanggup lagi untuk diselesaikan hingga tuntas.

Maka peran keluarga sebagai tempat yang aman bagi anak tak cukup. Namun butuh peran nyata masyarakat dan negara. Persoalan yang mendasar adalah penerapan sistem kapitalisme. Selama sistem kapitalis masih dijadikan peraturan dalam kehidupan maka akan mustahil mampu keluar dari kondisi ini.

Keamanan Anak Dalam Islam

Islam adalah sebuah agama yang diciptakan oleh Allah SWT bagi seluruh manusia. Ia adalah petunjuk dan penjaga akan keberlangsungan manusia di muka bumi. Maka sudah sepantasnya sistem Islam diterapkan oleh manusia dalam segala sisi kehidupan.

Islam hadir untuk memuliakan manusia dan menjadi jaminan dalam upaya memberikan kesejahteraan apabila dilaksanakan secara sempurna dalam kehidupan. Islam telah menjadikan hubungan laki laki dan perempuan sebagai hubungan berkasih sayang dalam pernikahan.

Dalam sistem Islam calon ayah dan ibu dibekali dengan shaqofah Islam bagaimana mereka harus menjalani kehidupan keluarganya. Saling memberikan yang terbaik sebagaimana fungsinya dan memberikan keteladanan dalam kehidupan berkeluarga.

Islam telah menjadikan anak sebagai aset masa depan dan ladang pahala bagi keluarga. Sehingga pendidikan dan didikan orang tua sangat diperhatikan bahkan rumah bagi anak adalah sekolah awal dalam berinteraksi dan memperoleh ilmu.

Sehingga selama di rumah terbentuk anak yang shaleh dan memiliki akhlak yang mulia.

Ilmu yang difahami secara sempurna inilah yang menghantarkan mereka membangun hubungan dan keluarga. Selain kedua orang tua yang memiliki bekal ilmu peran masyarakat juga amat penting.

Masyarakat dalam Islam berperan sebagai pengontrol setiap individu dan saling menyampaikan kebaikan. Masyarakat memiliki andil besar dalam upaya menjaga lingkungan agar terhindar dari perbuatan maksiat dalam segala bentuknya.

Menjadi tameng keluarga di luar rumah. Begitupun negara dalam pandangan Islam. Negara berperan menerapkan Islam dan pemberi sanksi sesuai kemaksiatan yang dilakukan. Bahkan Negaralah yang berhak dalam upaya menghapus segala tindak kriminal sesuai kejahatan yang dilakukan hingga hukuman mati bagi pelanggaran yang berat.

Hukum ditegakkan untuk memberikan keadilan dan keamanan kepada siapapun. Sehingga dalam Islam keberadaan negara amatlah penting. Negaralah yang bertanggung jawab kepada masyarakat karena mereka telah bersedia dipilih untuk melakukan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

Selain itu negara juga akan mempertanggung jawabkan amanah yang telah mereka pikul kepada Allah SWT. Hukum Islam tidak memilih dan memandang status. Artinya siapapun bisa terkena sanksi berat sesuai kejahatan yang dilakukan.[]

Comment