Tawuran Remaja Kian Menyapa, Salah Siapa?

Opini570 Views

 

 

Penuls:  Sutiani, A. Md | Aktivis Dakwah Muslimah

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Jalan jalan ke Pelabuhan Merak
Jangan lupa singgah ke Madura
Tawuran kini kerap marak
Bagaimana peran negara?

Baru-baru ini masyarakat dikejutkan dengan adanya sejumlah 20 pelajar diamankan oleh aparat Polsek Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat karena ingin melakukan tawuran pelajar dan terbukti membawa senjata tajam. Rata-rata remaja tersebut masih duduk di bangku kelas 1 Sekolah Menengah Keatas (SMA). Mereka pun menangis massal dan bersimpuh di kaki orang tuanya. (Beritasatu.com, 23/07/2023).

Remaja hari ini yang katanya anak baru gede sering sekali membuat keonaran hanya demi sebuah eksistensi semata seperti rasa ingin tahu yang besar, ingin diakui paling hebat dan jagoan. Berbagai cara membuktikannya di antaranya melakukan tawuran. Dua kelompok yang menganggap kelompoknya paling kuat akan beradu kekuatan fisik.

Dengan demikian yang menang akan mendapat predikat paling kuat dan tak terkalahkan. Predikat tersebut dapat disombongkan di komunitas mereka. Sebab itu menjadi alasan terbesar bagi mereka menemukan jati diri. Alhasil potensi dan energinya habis dipergunakan mencari sesuatu yang salah dengan cara yang tidak benar.

Penyebab utama problem tersebut adalah karena cara pandang masyarakat sekuler kapitalis yang lebih menilai seseorang dari fisik, kekuatan dan pengaruhnya di tengah masyarakat. Hal ini membuat generasi labil berlomba-lomba dalam kesesatan yang nyata termasuk menggunakan cara kekerasan sesuai dengan pandangan mereka

Hal ini menjadi sebuah tren kekinian – beradu jagoan, tanpa peduli hukum dalam islam karena sudah menjadi kebiasaan sekuler yaitu memisahkan agama dengan kehidupan.

Generasi remaja seperti itu terbentuk oleh media sekuler melalui media dan konten-konten kekerasan. Laki-laki jagoan digambarkan lihai dalam perkelahian yang pantang dikalahkan sehingga diambil untuk menjadi standar eksistensi diri.

Ditambah lagi negara tidal maksimal memberikan edukasi kepada remaja yang sebenarnya membutuhkan arahan hidup. Ketika tidak mendapatkan arahan yang benar maka mereka akan menjalani hidup tak tentu arah. Semua yang dilakukan tanpa ada batasan.

Sungguh miris,  pendidikan hari ini dicekoki nilai-nilai pendidikan sekuler yang semakin menjauhkan generasi dari ajaran agama. Bagaimana mungkin dikatakan generasi terbaik yang mampu menyadarkan mereka tentang jati diri sebenarnya. Sebaliknya mereka justru  semakin sekuler –  mereka tidak menggunakan agama dalam hal menilai standar perbuatan hidup.

Berbeda halnya dengan negara yang menerapkan islam secara kaffah. Islam menyadari bahwa generasi adalah aset sebuah bangsa. Generasi rusak otomatis rusak pula peradabannya. Islam lantas memberikan pendidikan dan mencetak kepribadian islam bagi peserta didik (syaksiyyah islam), membekali peserta didik dengan ilmu-ilmu keislaman (tsaqofah islamiyyah) dan ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan seperti sains dan teknologi sehingga generasi yang dihasilkan adalah generasi yang beriman dan bertakwa serta mampu berkontribusi positif untuk kemaslahatan umat.

Selain itu, islam juga menjaga media dari konten-konten yang mengandung unsur kekerasan dan ide-ide yang bertentangan dengan Islam. Islam senantiasa menayangkan konten-konten yang bisa mengedukasi, menjaga dan menguatkan ketakwaan generasi solih sholihah yang bermanfaat untuk peradaban.

Pada masa kejayaannya, slam telah melahirkan generasi yang luar biasa –  tidak hanya cerdas masalah dunia namun ketakwaannya bahkan menggandeng profesi ulama sehingga mereka bisa mempersembahkan yang terbaik untuk peradaban islam di masa itu.

Misalnya saja Al Khawarizmi sang penemu angka nol, Ibnu Firnas penemu cikal bakal pesawat terbang, Ibnu Haitam penemu cikal bakal optik, Ibnu Sina pakarnya kedokteran dan masih banyak lainnya.

Oleh karena itu,  implementasi Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berhasil mencetak generasi cemerlang dan bertakwa. Wallahualam bissawab.[]

Comment