Atas kepiawaian Jokowi atau memang karena sudah menemukan bentuk kesepakatan, alhasil akhirnya kemelut internal perlahan terselesaikan.”Meski harus berulangkali lakukan resuffle menteri sebagai jawaban dan tuntutan atas kemelut yang ada,” tukas Pimpinan Rumah Amanah Rakyat (RAR) itu.
Bahkan kini tengah memasuki periode tahun ketiga (3) pemerintahan Jokowi, Ferdinand Hutahaean mengatakan,”Seujung berakhirnya kemelut dan konflik internal situasipun dihadapkan konflik antara Pemerintah dengan sebagian rakyatnya,” paparnya.
“Konflik kian terus mengerucut menuju perpecahan dan konflik sosial berbau SARA,” ulasnya.
Sentimen primordialisme dan perilaku rasis serta debat tafsir agama sambung Ferdinand, justru makin kuat isuenya dan merajai isu-isu yang muncul setiap hari dibanding issue membangun bangsa yang tampak jadi retorika semata.
“Pilkada Jakarta semakin tajam potensi kemelutnya karena semua kehilangan kepercayaan satu dengan yang lain,” Ujarnya.
Rakyat kata Ferdinan, kehilangan kepercayaan pada pemerintah, sebaliknya pemerintah pun curiga dan tidak percaya terhadap rakyatnya. Akhirnya ketidakpercayaan menular dan merasuki bangsa bagai virus yang mematikan dan menakutkan.
“Agama, suku dan Ras yang selama ini sudah terbungkus baik dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika mulai tercabik bahkan terluka,” Ujarnya melalui rilis yang dikirim ke redaksi, Senin (13/3).
Maka itulah, sambung Ferdinand, mestinya harus jujur mengakui kalau bingkai kebhinnekaan terganggu dengan diawali oleh perbuatan Ahok yang bicara tentang ajaran agama Islam yang tidak dianutnya dan tidak dipahaminya.”Meski akhirnya perbuatan itu membawa Ahok ke kursi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara,” paparnya lagi mengulas.
Bahkan atas ketidakpuasan dan ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam kasus Ahok, tambahnya, semakin membangkitkan semangat perlawanan dari tengah masyarakat. Perlawanan untuk mengalahkan kekuasaan, begitulah semangatnya. Namun semangat yang terus membara dan terbakar tersebut menjadi over dosis dalam isu primordialisme.
Sedangkan di sisi lain, Ferdinand menambahkan, barisan yang disebut barisan perlawanan terhadap perusak kebhinnekaan. Di kubu Anis juga barisan dirapatkan dengan semangat perlawanan yang juga disebut barisan perlawanan terhadap perusak kebinekaan.
“Publik yang tidak ingin melihat Agama berbenturan dalam isu politik akhirnya menjadi bingung, pertanyaan menyeruak, siapa sesungguhnya perusak kebinekan?,” Ucapya tanda tanya.
Masih menurut Ferdinand, terlepas dari itu semua, terlepas dari siapa sesungguhnya perusak kebinekaan, mengapa kita sebagai anak bangsa tidak kembali kepada bingkai kebinekaan dalam Pancasila? Mengapa kita tidak berhenti melukai bangsa yang kita akui kita cintai ini? Sungguh menjadi seperti lelucon yang yang tidak lucu ketika kita melukai sesuatu yang kita cintai.
Ferdinand berharap pemerintah bertindak adil, tidak mensiasati penegakan hukum, sikap adil atas masyarakat, tidak melindungi dan berpihak kepada siapapun yang merusak kebinekaan terlebih tidak melakukan intervensi terhadap kasus Ahok.
Sudah saatnya lanjut Ferdinand, kita semua berhenti melukai negara, berhenti melukai bangsa, berhenti melukai Indonesia. Pemerintah harus adil dan bekerja untuk memakmurkan rakyat, maka rakyat akan melaksanakan kewajibannya kepada negara dengan semangat nasionalisme.
“Proses hukum Ahok seadil-adilnya dengan memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan masyarakat harus berhenti menggunakan isu primordialisme dalam demokrasi, karena yang terluka adalah bangsa dan kita semua yang akan merasakan perihnya luka itu kelak,” pungkasnya.[Nicholas]
Comment