Penulis: Siti Aminah | Aktivis Muslimah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Aksi pembakaran Al Quran kembali terjadi di Swedia dan kali ini dilakukan oleh seorang warga Irak bernama Salwan Momika. Momika merobek beberapa halaman salinan Al Quran dan membakarnya dengan tujuan mengkritik Islam, mengenalkan diri sebagai atheis sekuler di media sosial.
Dia juga memuji politisi sayap kanan Swedia, Rasmus Paludan, yang sebelumnya juga melakukan aksi pembakaran kitab suci umat Islam tersebut. Menurut Momika, Islam adalah ancaman terhadap nilai-nilai Swedia seperti ditulis tempo.co (30/07/2023).
Pembakaran Al Qur’an kembali terjadi tanpa ada sikap tegas kaum muslimin dan pemimpinnya. Tidak ada satu pemimpin pun di dunia yang menunjukkan pembelaan hakiki kecuali mencukupkan diri dengan mengecam tanpa tindakan nyata.
Dunia saat ini mengalami ketimpangan ekonomi luar biasa – yang kaya makin kaya dan yang miskin bertambah miskin karena penerapan kapitalisme. Inilah sejatinya yang menimbulkan kerusakan di hampir semua bidang kehidupan. Lalu mengapa marah kepada Al-Qur’an?
Berbagai peristiwa perang semisal Perang Afghanistan, Perang Irak, Perang Teluk Satu maupun Dua, Perang Vietnam, Perang Dunia Satu dan Dua, tidaklah disebabkan atau ditimbulkan oleh Al-Qur’an. Bukan dan tidak sama sekali!
Begitu pula tingkat pelacuran, perzinahan, aborsi, pornografi, pornoaksi di seluruh dunia yang juga sangat mengkhawatirkan. Apakah itu ditimbulkan oleh Al-Qur’an? Tidak sama sekali. Kerusakan moral, kriminalitas yang terus meningkat di mana-mana, apakah itu ditimbulkan Al-Qur’an? Tidak sama sekali! Kalau memang demikian, kenapa seseorang bisa meluapkan amarahnya kepada Al-Qur’an?
Peristiwa pembakaran Al-Qur’an yang dilakukan merupakan kebencian yang tidak berdasar. Kebencian ini kebencian yang tidak berdasar dan juga tidak punya alasan sama sekali.
Alasan yang diutarakan para penista tersebut selalu kebebasan berekspresi. Mereka meyakini bahwa kebebasan berekspresi sangat dijamin dalam sistem demokrasi. Termasuk, kebebasan untuk menista Al-Qur’an, Islam, dan kaum muslim. Pada kenyataannya, kebebasan tersebut hanya berlaku untuk menista segala hal yang berkaitan dengan Islam dan kaum muslim. Namun, tidak berlaku untuk agama dan umat lain. Inilah kebusukan demokrasi liberal dengan salah satu jargonnya “kebebasan berekspresi”.
Kebebasan inilah yang selalu diagung-agungkan oleh penyembah demokrasi. Kebebasan semu yang digunakan untuk menutupi islamofobia akut yang menjangkiti pemikiran mereka.
Aksi-aksi kekerasan seperti membakar Al-Qur’an dan melecehkan kaum muslim, sengaja mereka lakukan untuk memicu kemarahan kaum muslim dunia. Bagi mereka, hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Karena, para penista yang berlindung di balik kebebasan berekspresi itu menganggap Islam adalah agama inferior, biadab, mendukung terorisme, dan memiliki ideologi politik yang buas.
Padahal sebaliknya, penistaan demi penistaan dan kekerasan yang mereka lakukan, justru memperlihatkan wajah asli ideologi yang mereka anut. Tidak lain dan tidak bukan adalah ideologi kapitalisme yang mengusung paham liberalisme. Sebuah paham kebebasan, di mana salah satunya adalah kebebasan berekspresi.
Di masa lalu, di era Khalifah Abdul Hamid II. Ketika itu, saat Inggris dan Prancis bakal menfgelar pertunjukan semacam opera yang di dalamnya terdapat lakon Nabi Muhammad SAW, seketika Sang Khalifah mengultimatum bakal melancarkan jihad ke pemerintahan Inggris dan Prancis jika membiarkan gelaran berlanjut.
Dengan cepat pemerintah Inggris dan Prancis kala itu pun menghentikan rencana pementasan opera tersebut.
Jangan lagi bertindak, berpikir menghina Nabi, berpikir menghina Al-Qur’an, berpikir menghina Islam pun mereka sudah takut.
Hal demikian bisa terjadi jikalau hukum-hukum Al-Qur’an diamalkan oleh umat Islam. Semestinya, dari peristiwa pembakaran ini menyadarkan betapa pentingnya umat Islam memiliki persatusn dan kekuatan.
Artinya, peristiwa ini harus mampu membangkitkan umat untuk kembali kepada Al-Qur’an. Tak hanya itu, sangat penting juga berjuang bersama-sama demi terwujudnya kehidupan Islam berikut pemimpinnya yang menyatukan kaum Muslimin yang berlandaskan Al-Qur’an.
Semoga peristiwa ini memberikan hikmah besar yang membangkitkan umat untuk meraih kembali predikat sebagai umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.[]
Comment